BAB 3

1K 113 11
                                    

Hari ini Aluna sangat bahagia, suasana hatinya secerah mentari yang menyinari pagi. Untuk sekian lamanya setelah 6 bulan, akhirnya Aluna kembali diantar Sean ke sekolah. Tentu saja dengan hati yang berbunga-bunga Aluna tersenyum.

Sesampai di pintu kelas, senyuman itu perlahan memudar seiring dengan seseorang yang berlagak aneh kepadanya. Bukan lagi Arga yang duduk di sebelah bangkunya, melainkan seorang perempuan dengan senyum merekah, menggantikan senyum Aluna tadi.

"Hai ... Aluna!"

Apakah Aluna bermimpi? Perempuan itu baru saja menyapanya.

Mungkin dia murid baru yang mengetahui namaku dari orang di kelas ini, pikir gadis itu.

"Emm ... hai," sapa Aluna ragu-ragu. Ia beralih duduk di dekat jendela, menatap keluar tanpa memedulikan si murid baru itu.

"Aluna ... aku Cindy," katanya memperkenalkan diri.

Aluna mengangguk pelan. "Apa yang kamu lakukan di situ? Tempat itu milik Arga."

Cindy mengernyit dengan tampang seolah tak tahu. "Arga? Siapa Arga? Ini tempat dudukku."

"Apa maksudmu?"

"Sudahlah, aku harus ke toilet."

Baru saja Aluna ingin lanjut berbicara, Cindy sudah lebih dulu beranjak dari tempatnya. Semua orang tengah menatap Aluna saat ini. Sepertinya mereka tidak menyukai adanya Cindy di samping Aluna, atau mungkin sebaliknya. Lalu, entah dari mana laki-laki dengan tas abu-abu itu datang dan langsung duduk begitu saja.

"Arga, tempat itu milik Cindy."

"Siapa Cindy?"

"Aku tidak tahu." Aluna mendadak seperti orang bodoh. Ia pun tak tahu siapakah Cindy itu.

"Aku akan pindah jika dia datang," ucap Arga, dibalas oleh anggukan dari Aluna yang masih memikirkan hal tadi.

Setelah lonceng tanda sekolah mulai berbunyi, murid siswa 12 IPA-2 menuju ke lapangan. Sebenarnya saat ini mereka sedang mengikuti pelajaran olahraga, jadi semuanya datang setelah berganti pakaian.

Tidak ada satu pun dari teman sekelasnya yang mau sekelompok bersama Aluna, ketika Pak Ridwan menugaskan untuk lari estafet secara berkelompok. Hanya Argalah yang mau sekelompok dengan Aluna, itu pun tidak membuat Aluna senang. Laki-laki itu selalu saja mengikutinya.

Karena kelompok Aluna kekurangan anggota, maka pak Ridwan mengutus beberapa murid untuk sekelompok dengannya. Ada yang senang karena sekelompok dengan Arga, tapi tidak bisa dipungkiri jika ada juga yang merasa kesal dengan adanya Aluna di kelompok itu. Terlebih Sissy, murid paling judes di kelasnya.

Akan tetapi, ... di mana Cindy? Aluna baru menyadari akan ketidakhadiran gadis itu.

Perlombaan pun akhirnya dimulai, sorakan mulai terdengar dari beberapa kelompok yang belum maju. Murid yang menjadi pusat sorakan adalah Arga, laki-laki itu melesat sangat cepat dengan penuh semangat, hingga meninggalkan jauh lawannya di belakang. Namun, sorakan itu perlahan terhenti seiring dengan Aluna yang mengambil alih tongkat estafet dari Arga. Aluna tetap berlari, bahkan cukup kencang hingga melewati dua orang lawannya. Namun, sayangnya ia terjatuh karena satu kakinya yang tersandung di kaki lainnya. Aluna tersungkur hingga menyisakan lebam di siku dan lututnya. Semua murid pun tertawa, hanya Arga dan Pak Ridwan yang dengan cepat menghampiri Aluna.

"Aluna ... kamu tidak apa-apa?" Arga segera menuntun Aluna ke pinggir lapangan, kemudian memberikan sebotol air mineral yang sempat ia bawa sebelumnya.

Aluna meringis kesakitan. Siku dan lututnya terluka cukup parah hingga ada darah di sana. "Tidak, aku tidak apa-apa."

"Biar aku antar ke UKS," tawar Arga, bahkan bersiap memegang tangan Aluna. Namun, niat itu sempat ia tarik kembali ketika Aluna menggeleng.

The Truth Untold (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang