BAB 4

940 115 11
                                    

Cindy. Nama itu tak henti-hentinya berseliweran di pikiran Aluna. Haruskah ia mencari tahu seluk beluk kematiannya? Akan tetapi, ... mulai dari mana? Siapa Cindy? Apa maunya? Kenapa ia meminta tolong pada Aluna? Lalu, kenapa ia terbunuh?

Aluna menutup matanya sejenak, mencoba memikirkan cara mengeluarkannya dari masalah ini. Ia tidak tahu apa-apa, jadi butuh banyak belajar untuk mengetahui lebih dalam. Semua terasa kosong, tidak ada jawaban bahkan setelah ia berusaha konsentrasi. Aluna menghembuskan napas dengan gusar hingga menarik perhatian orang di sebelahnya.

"Ada apa? Jika merasa sakit pulang saja," kata Arga menanggapi tingkah Aluna.

Aluna melirik Arga dengan sorot mata tajam. "Bisa nggak, kamu jangan ikut campur urusanku." Sedikit jeda. "Kalau aku ngasih tau yang sebenarnya, kamu juga nggak bakal percaya, 'kan?"

"Apa? Masalah dunia lain? Hari gini kamu masih percaya yang gituan?"

Aluna geram. "Aku bukan hanya asal percaya, aku bisa melihat mereka," jelasnya sedikit berbisik.

Arga terkekeh pelan, menempelkan punggung tangannya ke dahi Aluna. "Kamu tidak sakit, sepertinya kamu hanya kurang istirahat saja. Makanya ngayalnya kelewatan."

"Arga!" Aluna menggebrak meja hingga banyak menarik perhatian. Termasuk bu Yuli—guru matematika di kelasnya sekarang.

Bu Yuli menatap keduanya secara bergantian. Kelas yang awalnya biasa saja kini beralih menegangkan bagi Aluna. Sorot mata guru itu sangat tajam, anggap saja dialah guru yang paling killer semasa Aluna sekolah.

Akibat kesalahan keduanya yang ribut saat jam pelajaran matematika, akhirnya Arga dan Aluna berakhir di depan kelas sampai pelajaran selesai. Kedatangan Arga sungguh menganggu Aluna. Karena laki-laki itu, ia harus melakukan hukuman semacam ini untuk pertama kalinya.

"Soal masalah tadi ... apakah kamu serius?" Arga bersuara.

"Iya, aku bahkan bisa melihat sesuatu di belakangmu," jawab Aluna sambil memperhatikan Arga, lebih tepatnya di balik laki-laki itu.

"Di mana?"

"Sekarang tidak ada." Aluna membuang muka, kemudian ia teringat akan sesuatu. "Arga, apakah kamu sering merasakan sesuatu yang aneh? Apa ada sesuatu yang pernah kamu lakukan berhubungan dengan dunia lain?"

"Tidak. Eh, ada satu. Punggungku akhir-akhir ini sangat sakit. Soal dunia lain ... aku tidak tahu, dan sama sekali tidak tertarik," jelas Arga, sedikit mengernyit karena tidak paham maksud Aluna.

"Baiklah. Tidak ada gunanya berbicara denganmu," keluh Aluna seraya menatap lurus ke depan.

Semuanya berjalan baik-baik saja. Guru matematika menjelaskan di dalam dengan pintu tertutup, sementara Aluna dan Arga di luar. Sampai akhirnya sebuah teriakan yang cukup kencang dan suara benda-benda di kelas mengejutkan keduanya.

Aluna dan Arga masuk ke dalam kelas untuk melihat apa yang terjadi. Banyak murid dari kelas lain juga yang secara cepat berkerumun di jendela dan depan pintu.

Kebanyakan murid yang melihat kejadian itu berteriak histeris ketika Jessica melayang ke udara. Sebagian memanggil nama Jessica, sedangkan Bu Yuli segera ke kantor untuk memanggil guru lainnya.

"AAAAAAAAAAAAAAAA!"

Suara jeritan itu semakin menjadi-jadi seiring dengan Jessica yang semakin sulit untuk dikendalikan. Hembusan angin cukup kencang hingga melayangkan kertas-kertas di kelas. Tubuh Jessica perlahan merendah ke lantai kemudian kembali melayang, hingga terdengar seperti suara patahan di punggungnya.

Aluna terdiam, membeku di tempatnya dengan keringat dingin di wajahnya. Ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan, sekarang rasa takutnya lebih mendominasi. Namun, di sisi lain Aluna juga tidak bisa membiarkan Cindy mengendalikan tubuh Jessica. Lagi-lagi, di saat seperti ini Aluna kembali mimisan.

The Truth Untold (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang