BAB 30 | Penjara

173 16 0
                                    

Tepat pukul empat lebih sepuluh menit menjelang shubuh, rombongan polisi dengan dua mobil dan tiga motor datang menemui lokasi yang Airin berikan ditelepon setengah jam yang lalu. Helen dan Naya sudah terduduk lemas diluar pintu perpustakaan. Polisi meminta banyak sekali penjelasan. Tak segan, Airin menceritakan tanpa sedikitpun yang tertinggal. Penjelasan Airin juga dibantu oleh Alfino, Ricky dan Arkan. Mereka kompak.

"Kita akan melakukan evakuasi tersangka dan korban," ucap komandan polisi, tegas.

Beberapa polisi lain memberikan pembatas garis kuning polisi. Semua sibuk mengurus segala hal yang menyangkut pada permasalahan ini. Berkali-kali polisi mencecar begitu banyak pertanyaan untuk Airin.

"Rin." Airin menoleh. Naya memberikan air mineral masing-masing untuk mereka. Sempat ia beli ketika sedang istirahat tadi.

Matahari mulai menampakkan dirinya. Suara kokokan ayam dan kicauan burung mulai menemani pagi ini. Alfino memegang bahu Airin guna menguatkannya. Airin tersenyum simpul. Kenapa serumit ini urusannya? Harus berurusan dengan pihak kepolisian?

"Tersangka akan kita evakuasi dikantor. Akan dilakukan penyelidikan sidik jari untuk kasus ini. Penjelasan kamu mampu membuat saya percaya. Tapi tetap, kamu belum bebas. Kita akan membawa kamu untuk menjelaskan lebih detail didepan tersangka." Airin menelan salivanya susah payah. Mengangguk samar, diikuti dengan yang lain.

Waktu semakin cepat. Sekarang sudah pukul enam pagi. Berangsur guru dan siswa mulai memasuki pekarangan sekolah. Tak ayal, mereka pasti bingung mengapa sekolahnya menjadi ramai dengan anggota kepolisian. Ada masalah kah? Mungkin itu yang ada dibenak mereka.

"Kita akan bicara pada pihak sekolah," ucap Komandan polisi itu dengan tegas.

"Terima kasih pak. Saya harap, semua berjalan lancar." Komandan polisi itu mengangguk.

Mereka berenam terduduk lemas dikursi panjang didepan ruang kepala sekolah. Hampir seluruh siswa berbisik membicarakan situasi. Beberapa siswa juga dengan berani menanyakan langsung pada Airin atau Naya. Namun, tak dihiraukan. Mereka terlalu lelah. Jangankan untuk tidur atau makan, meneguk air mineral aja baru tadi.

Bu Dian –wakil kepala sekolah, dengan sigap memanggil Sarah untuk keruangannya. Sarah, Nessa dan Karina, sungguh terkejut ketika melihat dirinya duduk ditengah kerumunan polisi dengan tubuh gagah. Sarah berkali-kali membentak tentang tuduhan ini.

"Bapak gak bisa asal nuduh saya dong! Saya gak ada urusan apapun soal masalah ini!" marahnya.

"Saya tidak menuduh kamu. Kita akan evakuasi dikantor setengah jam kemudian. Kalian bisa ikut kami sekarang!" tegas komandan.

"Saya bukan pembunuh!" teriaknya tegas.

"Kita tidak akan sembarang tuduh. Ada banyak bukti yang meyakinkan kami untuk menjadikan anda tersangka kasus ini. Kami akan melakukan penyelidikan via sidik jari. Untuk penjelasan, bisa dijelaskan dikantor polisi!" Sarah kehabisan kata-kata. Jika sudah bermain dengan kata bukti, itu berarti sudah taman riwayatnya.

Alfino berdiri ketika Sarah dan kawannya keluar dari ruangan dengan tangan terbogol. "Gue gak pernah nyangka sama lo, Sar. Gue sadar lo suka gue. Tapi hati gak bisa dibohongin. Gue suka Anna. Dan lo hilangin Anna untuk selama-lamanya? Sama aja lo ngilangin kesempatan lo buat dapetin gue!" ucap Alfino membuat Sarah menatap ketakutan.

"Gue suka lo, Al." Alfino menggeleng.

"Gak ada satupun orang yang bakalan sayang sama pembunuh!" tegas Alfino membuat Sarah berlutut.

"Gue capek ngejar lo selama bertahun-tahun! Lo gak pernah ngertiin perasaan gue! Lo gak pernah ngehargain sedikitpun hadirnya gue! Dan, sekarang? Lo sama Airin? Menurut lo gue akan terima, Al? Nggak! Gue benci Airin! Gue benci lo! Dan gue benci dunia ini!" ucap Sarah sambil terisak.

Who's The Ghost? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang