BAB 5 | Leni Hadir

183 27 0
                                    

Leni sedari tadi memperhatikan Airin yang sedang menopang dagunya menghadap ke arah luar jendela. Berkali-kali Leni bicara tetap tak dihiraukan. Airin masih sibuk menatap bintang dan bulan yang malam ini kelihatan begitu cantik dan indah dipandang.

Leni mendekat kearah Airin, "Ini apa?" Airin menoleh dan melihat kertas itu sudah berada ditangan Leni.

"Kertas ini yang bikin lo jadi gak jelas gini?" Leni menebak-nebak. Airin menunduk seolah berkata 'iya'.

"Rin." Airin mendongak melihat Leni sudah duduk dikursi sebelahnya.

"Mau lo yang cerita ke gue atau gue yang nyari tau send–"

Belum selesai Leni bicara, Airin sudah memotongnya. "Jadi gini, Len." Leni merubah posisi duduknya menjadi serong untuk dapat dengan mudah menatap wajah Airin. "Awal gue masuk sekolah, gue ngerasa gak enak." mulai Airin.

"Sekolahnya nggak enak? Atau..." Airin mengangguk.

"Firasat gue gak nyaman disana, Len. Lo ngerti kan? Gue ngerasa ada sesuatu yang terus mengintai gue kemanapun. Tapi.. Gue lebih sering dikasih petunjuk tuh di.. Perpustakaan." Leni menelan salivanya.

"Apa ada cerita dibalik kertas ini?" Airin mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Tapi, Len, Helen temen sebangku gue itu baru aja cerita soal–"

"Mungkin cerita itu masuk kedalam masalah lo, Rin." kening Airin berkerut bingung.

"Iya, gini loh. Helen, temen lo cerita soal masalah yang pernah ada sebelum lo masuk kan? Firasat gue juga mulai nggak enak setelah lo kasih kabar ada yang mengintai lo." Leni menarik nafas untuk melanjutkan ucapannya, "Lo itu bisa liat makhluk ghaib, Rin. Contohnya, ya gue. Mungkin sosok yang bikin lo ngerasa risih itu tau kalau lo bisa merasakan hadirnya dia. Makanya dia ngejar lo buat kasih sesuatu." Airin masih bingung.

"Sesuatu apa? Petunjuk?" Leni tersenyum lalu mengangguk.

"Iya. Dia butuh lo, Rin gue rasa." kata Leni dengan percaya diri.

"Gue dapet beasiswa itu buat sekolah yang serius, Len. Gue mau fokus aja–"

"Tapi kalau dia emang butuh lo buat nyelesain suatu masalah gimana?" Airin diam.

"Masalah apa? Gue aja gak tau."

"Nah itu dia, oncom! Kita harus tau dulu masalahnya. Bayangin, Rin, kalau lo tau gue ada masalah trus gak ada yang nolong gue gimana? Lo sedih nggak?" tanya Leni.

"Nggak." Airin terkekeh geli melihat wajah Leni yang cemberut.

"Kampret banget lo!" ketus Leni dengan wajah masam.

"Sedih lah, cayangkuuu," goda Airin lalu terkekeh geli.

Leni menoleh kearah Airin, "Gue akan bantu lo, Rin. Gue akan ikut lo setiap hari kesekolah. Tenang, gue gak akan jahil kok. Paling nyolong pulpen doang," ucap Leni lalu terkekeh.

"Yeuu, dasar maling pulpen!" Airin terkekeh pelan.

"Gimana? Setuju? Gue akan bantu masalah ini. Gue akan bantu supaya lo fokus sama sekolah dan gak ada yang membuat lo jadi risih buat ngelakuin hal apapun itu." Airin menoleh lalu mengangguk setuju. Mereka berdua benar-benar sudah sangat saling sayang seperti layaknya adik dan kakak.

Orang tua Airin belum pulang kerja. Ia makan bersama Airin di meja makan. Kemudian bergegas menuju kamarnya untuk tidur karena besok Airin sekolah. Leni juga. Tapi tidak untuk belajar, melainkan melindungi seseorang yang ia sayang layaknya seorang adik.

Airin turun dari bus untuk kemudian bergegas menuju gerbang yang belum tertutup rapat. Hari ini, Leni sengaja membangunkan Airin lebih pagi supaya tidak terlambat. Bisa-bisa beasiswanya dicabut dan Airin tidak bisa sekolah di SMA itu lagi.

Who's The Ghost? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang