BAB 14 | Petunjuk

133 19 0
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring membuat seluruh kegiatan belajar mengajar terhenti. Helen bergegas pergi meninggalkan Airin karena katanya ia sudah dijemput duluan. Airin menyapa beberapa temannya yang hendak keluar dari kelas. Airin bangkit kemudian menggemblok tasnya. Menoleh kebelakang memastikan bahwa Leni memang belum menghampirinya sejak tadi pagi ia pamit entah kemana. Mungkin jalan-jalan.

Kepalanya menoleh kekiri menyorot tangga menuju kelas dua belas. Berkerumun siswa yang sedang menyerobot untuk jalan lebih dulu. Sedari tadi, matanya tak mendapati Alfino. Laki-laki yang baru saja ia tolak cintanya.

Namun, tetap tak kunjung yang dicari pun hadir. Airin menengok kearah jam yang menempel ditangannya. Ia sudah menghabiskan waktu kurang lebih sebelas menit berdiri didepan kelasnya. Menunggu yang tidak pasti itu memang menyebalkan.

Satu siswi perempuan kelas dua belas baru saja lewat namun dengan cepat Airin memanggilnya, "Kak." siswi itu menoleh –belum diketahui namanya.

"Eh iya kenapa?" tanyanya dengan wajah ceria. Bisa dikatakan dia orang yang murah senyum, mungkin.

"Kak Alfino masi dikelas, kak?" tanyaku langsung to the point.

Dia menggeleng, "Ehm.. Kayaknya udah nggak deh. Tadi kalau gak salah dia balik sama Sarah." Seketika mulutku membisu. Hatiku terasa sesak. Secepat itu kah Alfino membencinya? Kenapa Alfino tidak bertanya dulu soal alasan? Kenapa?

"Kenapa emangnya?" tanyanya membuyarkan pikiranku.

"Ngg-nggak papa kak, makasih ya," kata Airin lalu dibalas anggukan siswi itu.

Airin berjalan lesu menuju parkiran untuk segera menunggu bus lewat. Namun, tatapannya berhenti disaat melihat Sarah benar-benar masuk kedalam mobil Alfino dengan wajah ceria. Tatapan mereka sempat bertemu, namun Alfino segera membuangnya dan segera masuk kedalam mobilnya.

Airin menatap sendu melihat mobil Alfino yang semakin jauh dari pandangannya. Kenapa Alfino begitu? Ini bukan cara yang dewasa untuk menghadapi semua ini. Pemikiran dia terlalu bocah jika mengambil kesimpulan secepat itu.

"Biarin aja, ayo balik! Gue mau cerita sama lo soal surat yang lo kasih. Tapi nanti kalau kita udah dirumah." Kening Airin mengerut bingung.

"Ma-maksudnya?"

"Udah Ayo!" ajak Leni lalu menarik tangan Airin dengan cepat untuk segera masuk kedalam bus.

//

Sesampainya di rumah, Airin mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Setelah itu Leni mulai menjelaskan semuanya. Airin pun mendengar dengan sangat serius. Raut wajahnya berubah-ubah hingga akhirnya dia menghela napas berat.

“Pantas saja Kak Alfino cuek gitu,” gumamnya pelan. Airin menatap Leni intens.

“Ngapain lo natap gue kayak gitu?” tanya Leni merasa aneh.

“Gue harus apa dong?” tanya Airin yang terlihat putus asa. Ia bahkan mengacak rambutnya frustrasi.

“Telpon sekarang terus jelasin. Itu aja kok susah,” kata Leni. Airin membenarkan. Dia segera mengambil ponselnya lalu menekan nomor Alfino. Detak jantungnya berpacu menunggu cowok itu mengangkat telponnya. Tapi...

Tut tut

Diriject?! Airin melongo tak percaya. “Alfino benar-benar marah sama gue sampe panggilan gue ditolak,” ucapnya frustrasi.

“Ck, jangan putus asa. Pokoknya telpon sampe diangkat.”

Airin memantapkan hatinya. Kembali menekan nomor Alfino. Beberapa kalipun ia menelpon, Alfino terus merijeknya. Akhirnya Airin memutuskan untuk mengirimkan beberapa pesan.

Who's The Ghost? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang