BAB 15

169 12 5
                                    

Setelah kepergian Devano dari kosan Rachel. Kini tinggallah dua gadis tersebut yang baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Clarissa mencuci piring kotor bekas makanan mereka, sedangkan Rachel merapikan isi kosannya. Kemudian keduanya memutuskan untuk menonton sebuah drama di laptop.

Disela kegiatan mereka, Rachel pun membuka obrolan.

“Sa, emh … jadi sudah kamu putuskan gimana hubunganmu sama Kak James?” tanya Rachel dengan hati-hati.

Clarissa mengembuskan napasnya sebelum menjawab. “Iya, aku akan mengakhiri semuanya, Hel. Aku sudah iklas, mungkin aku akan melupakan semua tentang Kak James, meski dia pernah menjadi orang yang mengisi kekosongan hati ini,” ucapnya lirih.

“Jika itu yang terbaik, maka lakukanlah. Aku selalu mendukungmu. Ingat, masih banyak orang yang sayang sama kamu.”

“Tapi … apa kamu akan membuka hati untuk yang lain, jika suatu saat ada seseorang yang tulus mencintaimu?” sambungnya lagi dengan penasaran. Ia sangat ingin tahu jawaban apa yang Clarissa ucapkan, karena bagi Rachel ini juga bisa menjadi kesempatan untuk Devano.

Clarissa terdiam, mencerna perkataan sahabatnya itu. Dirinya bahkan tidak tahu, apakah masih bisa membuka hati atau tidak. Karena sekarang, hatinya begitu sakit, seakan tak mudah untuk kembali percaya dengan seseorang yang ingin menjalani hubungan dengannya.

Penghianatan, itulah yang Clarissa takutkan. Sepenuh hati ia mempercayai seseorang, tetapi orang itu justru menghianatinya. Kata-kata manis yang diucapkan seakan kini terasa pahit. Perlakuan yang pernah menggentarkan hatinya, seakan kini menjadi guncangan yang teramat dahsyat.

“Entahlah, aku sendiri gak tau, mungkin untuk saat ini tidak dulu.”

Rachel pun tersenyum, ia menggenggam tangan Clarissa dan berkata, “Baiklah, itu hak kamu, itu hati kamu, aku hanya bisa berdoa, semoga nanti ada seseorang yang benar-benar tulus mencintaimu.”

“Makasih, Hel. Kamu memang sahabat terbaikku,” balas Clarissa memeluk Rachel.

Ia  benar-benar bersyukur mempunyai sahabat seperti Rachel. Selalu setia mendengar keluh kesahnya selama ini. Selalu mendukung dan memberi kekuatan.

**


Keesokkan harinya, Clarissa sudah kembali bekerja dan melakukan aktivitas kuliahnya seperti biasa. Namun, ada yang berbeda darinya, wajah yang terlihat tak bersemangat tidak seperti biasanya, senyum yang begitu jarang terlihat lagi. Banyak teman kerja Clarissa merasakan perubahan itu, meski baru sehari bekerja, tetapi bagi mereka sosok Clarissa adalah gadis yang begitu periang dan murah senyum.

Entah takdir apa yang Clarissa jalani, saat sedang konsentrasi bekerja, bel pintu kafe berbunyi menandakan ada seorang pelanggan yang datang. Dengan profesional Clarissa tetap mencoba bersikap ramah seperti biasa. Namun siapa sangka, yang ia sambut adalah James dengan seorang wanita yang sepertinya pernah bertemu dengannya di suatu tempat.

“Selamat da … tang,” ucap Clarissa sedikit tersendat melihat James berada di hadapannya.

“Rissa, kamu ngapain di sini?” tanya James begitu ia melihat Clarissa menyambutnya.

Tak ada senyuman, tak ada keramahan yang Clarissa berikan. Hanya tatapan dingin dan datar tanpa mau menjawab pertanyaan James. Clarissa pun membuang pandangannya, rasanya ia benar-benar mual melihat wajah James saat ini.

“Rissa? Kamu ngapain? Kamu kerja di sini?” tanya James lagi.

“Bukan urusan kamu!”

Clarissa pun pergi dari hadapan James, ia sadar jika ia menjadi bahan tontonan orang-orang yang ada di kafe. Namun James bersikeras menahan tangan Clarissa.

Love For Clarissa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang