Hari demi hari, Clarissa lewati dengan penuh ketegaran. Menjadi sosok yang pendiam itulah yang dia lakukan, fokus bekerja dan kuliah. Clarissa yang sekarang bukanlah Clarissa seperti dua minggu yang lalu. Ia lebih memilih menyendiri, bahkan Devano pun saat ini sangat sulit untuk sekedar mengobrol ringan dengannya. Demi menyembuhkan luka di hatinya, Clarissa memilih untuk kembali fokus dengan apa yang ia kerjakan, dengan kata lain menyibukkan diri.
“Sa, pulang nanti bareng, ya,” tawar Devano saat Clarissa sedang menaruh nampan.
“Maaf, Kak. Tapi aku bisa pulang sendiri kok,” tolak Clarissa.
“Gak apa, aku anter aja.”
“Gak perlu, makasih.”
Clarissa pun kembali melayani pelanggan yang terus berdatangan. Kafe yang dikelola Devano cukup ramai, karena kafenya juga terletak di tempat yang mudah dijangkau. Selain itu tempatnya nyaman untuk sekedar bersantai sambil menikmati beberapa menu yang disajikan dengan unik dan bervarian.
Devano hanya menghela napasnya, ini sudah yang kesekian kalinya ia menawari Clarissa tumpangan, tetapi kesekian kali juga ia mendapat penolakan. Namun Devano tak mau menyerah, baginya akan ada kesempatan yang datang menghampiri meski tak tahu kapan kesempatan itu ia dapatkan.
Setelah Clarissa melayani beberapa pelanggan yang datang, ia pun berdiri di samping meja kasir, sesekali sering terlihat melamun, bahkan beberapa rekan kerjanya pun menegur Clarissa dan setiap ditanya, Clarissa selalu menjawab, “Gak apa-apa,” jawaban yang mungkin kurang memuaskan, tetapi Clarissa sama sekali tak peduli.
Waktu terus berjalan, kini tibalah jam pergantian sift. Helaan napas pun terdengar dari setiap orang yang merasa legah, lelah karena hampir seharian bekerja. Masing-masing karyawan yang akan segera pulang pun berkemas di ruang ganti.
Entah apa yang Clarissa rasakan hari ini, ia sangat ingin berjalan kaki dari pada berdiam diri menunggu kedatanga bis di halte. Langkahnya sedikit lesu, dengan pandangan menatap tanah yang dipijak. Sesekali ia menghela napas, seakan hari ini benar-benar melelahkan. Tak terasa langkah kalinya kini sedang melewati sebuah taman yang terletak di pinggiran kota Petra. Terdapat air mancur di sana yang mengalihkan fokus Clarissa, ia pun masuk ke taman tersebut dan duduk di salah satu bangku yang sudah disediakan.
“Huh….” Keluhnya sambil menyandarkan tubuh pada sandran kursi taman.
“Masih ada tempat seperti ini di tengah kota Petra yang begitu padat.”
Matanya menatap langit biru yang begitu cerah, semilir angin yang menerpa wajahnya seakan menjadi musik pengahantar tidur. Langit yang bersahabat, tempat yang teduh dan suasana yang menangkan, membuat siapa saja pasti akan betah berlama-lama di tempat ini walau hanya seorang diri. Clarissa pun menutup matanya agar lebih tenang menikmatinya.
“Rissa.”
Suara yang sangat familiar membuat matanya kembali terbuka dan mengalihkan pandangannya. Dengan sigap ia langsung menegapkan posisi duduk, pandangannya menatap sinis orang yang kini ada di hadapannya.
“Ngapain kamu di sini?” tanya Clarissa dengan sinis saat James lebih memilih duduk di sampingnya. Dengan segera Clarissa menjauhkan duduknya.
“Sepertinya sudah ada seseorang di hatimu, ya!” ujar James memandang Clarissa.
“Bukan urusanmu!”
James hanya menyeringai, ia begitu tak habis pikir kini Clarissa jauh dari kata lembut seperti dulu. Belum sempat James berucap kembali, suara seseorang mengintrupsinya.
“Rissa, udah lama nunggu di sini?”
Kini sosok Devano telah berdiri tepat di hadapannya. Clarissa mengerutkan kening, karena belum menangkap apa maksud Devano mengucapkan hal itu.
“Yaudah, yuk pulang,” ajak Devano sambil memberikan kode dengan mengedipkan sebelah matanya. Akhirnya Clarissa pun mengerti dan mengiyakan ajakan Devano.
“Permisi.”
Itulah yang Clarissa ucapkan sebelum beranjak meninggalkan James seorang diri. Clarissa sedkit legah, setidaknya kali ini berkat Devano ia bisa pergi dengan mudah, entah bagaimana jika tadi Devano tidak datang.
“Makasih, Kak,” ucap Clarissa setelah mereka sudah keluar dari taman dan jauh dari James.
“Ayok aku antar pulang.”
“Gak perlu.”
“Ck! Ayolah.”
Clarissa tetap dengan pendiriannya ia tak mau pulang diantar oleh Devano. Devano pun mendengkus pasrah. Baginya Clarissa benar-benar sulit dijangkau saat ini.
**
Suara detak jam terdengar begitu jelas di ruangan ini. Clarissa yang sedang duduk di kursi dekat jendela kamarnya menatap langit yang penuh dengan bintang, sambil sesekali menyesap teh hijau yang ia seduh sendiri. Seharian ini langit begitu bersahabat dengan alam, tetapi entah bagaimana dengan hatinya, apakah sedang bersahabat juga?
“Kak James, coba lihat, ada bintang jatuh! Ayok buat permohonan!” ajak Clarissa dengan semangat.
“Kenapa kamu percaya hal seperti itu?”
“Emh … aku sering melihatnya di drama-drama yang aku tonton, saat melihat bintang jatuh mereka akan memohon sesuatu, dan katanya itu akan terkabul.”
James hanya tertawa hambar mendengar jawaban Clarissa yang begitu polosnya.
Clarissa tak peduli, ia pun memejamkan mata, menyatukan kedua tangan dan meletakkannya di depan dada, lalu merapalkan apa yang ia harapkan dari dalam hatinya. James hanya menggelengkan kepala melihat tingkah polos kekasihnya itu. Setelah selesai, Clarissa membuka matanya kembali.
“Apa yang kamu harapkan?” tanya James sedikit penasaran.
“Rahasia.”
“Cepat katakan, apa?”
“Gak boleh kasih tau siapa-siapa. Nanti yang ada malah gak terkabul.”
“Tapi sepertinya Kak James perlu tahu,” sambung Clarissa lagi.
“Jadi, apa itu?”
“Akuu berharap hubunganku dan Kakak akan abadi sampai akhir hayat, Aku mencintaimu, Kak.”
Dengan tulusnya Clarissa mengatakan hal tersebut. James yang saat itu memang juga mencintai Clarissa pun tersenyum simpul dengan gemas ia mengacak rambut Clarissa, membuat empunya merajuk manja.
Sekilas kenangan bersama James terkadang masih menghantui Clarissa, ia hanya mengembuskan napasnya dengan kasar. Ingin sekali membuang semua kenangan bersama James, tetapi kadang masih sulit ia lakukan. Karena setiap melakukan sesuatu, seakan itu semua berkaitan dengan masa lalunya. Seperti saat ini, dirinya yang sedang memandang langit malam yang penuh bintang.
“Apa aku memang harus membuka hati untuk yang lain, agar aku bisa melupakanmu?” keluh Clarissa pada dirinya sendiri.
‘Cinta datang silih berganti, untuk menemukan yang mana paling serasi.’
-Clarissa Ariesta-
🍀🍀🍀
Semangat!
Salam manis,
Mey :*
ODOC DAY 17
Balikpapan, 1 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For Clarissa ✔️
Romansa[COMPLETED] [TAHAP REVISI] Saat kepercayaan diruntuhkan, saat itu juga semua telah berubah. Puing-puing kepercayaan yang berserakan, dapatkah bersatu kembali? Clarissa, gadis yang begitu ceria dan ramah. Berubah menjadi sosok gadis yang dingin tak t...