Aster 7: Saling Tukar

334 53 24
                                    

Ponsel Jisung berbunyi, dia melirik layarnya yang menampilkan nama kontak Jisung. Jisung dan Peter memang bertukar ponsel.

"Sudah bertemu daddy kan? Bagaimana?" Bukannya Peter, malah Jisung yang kali pertama membuka suara.

"Entahlah, tapi perasaan yang mendominasi adalah perasaan se..nang?" Dengan ragu Peter menjawab tapi dia berusaha jujur karena dia adalah pribadi yang kurang bisa berbohong.

"Tuhkan kubilang juga apa, daddy itu baik Peter."

Jawaban Jisung membuat Peter mendelik di seberang sana, "Tapi dia baik karena aku di sini sebagai Jisung putranya."

"Kamu juga putranya, Peter."

Dalam hati Peter membenarkan.

"Oh ya, omong-omong yang suka cubitin pipimu siapa sih? Kesel banget main nyubitin pipi. Mana manggil ibu pakai permaisuri," adu Jisung pada saudara kembarnya itu.

"Oh, Minho, temanku sedari kecil, baik kok orangnya," Peter menjawab dengan santai seakan itu memang hal yang biasa dan hanya orang itu yang melakukannya.

'"Tapi dia terlihat lebih tua?"

"Hanya berbeda dua tahun, dia sendiri yang tak mau dipanggil dengan sebutan lebih tua."

Jisung menghembuskan napas, "Memang ya, bagimu baik belum tentu baik bagiku dan sebaliknya," Jisung akhirnya sadar.

"Pacarmu belum menhubungiku loh," berganti Peter yang mengadu.

"Biasa dia sibuk," Jisung pun menjawab dengan santai karena memang sang kekasih adalah orang yang sibuk melebihi batas orang-orang sibuk.

Peter pun paham dan tidak berniat memberitahu apa yang dibicarakan daddy tadi daripada membuat saudaranya ini curiga dan berakhir sedih.

"Aku lihat jadwalmu, kamu kuliah jam ke-5 ya? Masih lama. Biasanya setelah ini kamu ngapain?" Jisung bertanya dengan melihat sebuah papan penuh catatan yang menempel di dinding.

"Membersihkan rumah sih, menyapu, mengepel sekalian kalau perlu, cuci baju sekalian punya orang serumah," jawab Peter sembari mengingat-ingat kebiasaan tiap harinya.

Jisung terdiam.

Peter anak atau pembantu kok mengerjakan semua pekerjaan rumah? Tapi pertanyaan itu hanya menyangkut di benaknya, dia takut akan membuat saudaranya sedih jika diutarakan. Dan Jisung pun paham, keadaan ekonomi daddy dan ibunya sangat berbeda jauh, wajar jika pekerjaan rumah dilakukan oleh anggota keluarga sendiri. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan Jisung yang asisten rumah tangganya pun banyak karena tiap-tiap mereka hanya punya satu pekerjaan inti.

"Kalau kamu ngapain, Ji? Aku tidak melihat adanya jadwal kuliahmu," Peter berganti bertanya karena kamar Jisung terlalu polos hanya ada gantungan tupai di atas tempat tidur pun juga warna yang menghiasi dominan abu-abu dihiasi beberapa lukisan.

"Aku sudah lulus, Peter."

"Lulus SMA dan tidak lanjut kuliah?"

"Hmm, kamu harus mau mengakui kalau saudara kembarmu ini cerdas dan sudah lulus sarjana ekonomi di usia delapan belas tahun," Jisung menjawab enteng dan ada nada sombong sedikit di ucapannya, Jisung hanya ingin membuat atmosfer mereka tidak kaku.

"Cih, syukurlah berarti aku tidak harus berpikir tentang kuliah," Peter menanggapi dengan santai pula.

"Oh my god!!! Dan aku harus belajar anatomi manusia???!!??? Peter!! Aku lulus lebih cepat dengan tujuan tidak mau menuntut ilmu lagi eh di sini malah kamu suruh belajar membedah manusia? Aduuh darah aja aku takut!!!!" Jisung berucap dengan meraung-raung bak anak kecil.

Aster; Diriku dan Dirimu✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang