Masih banyak hal istimewa yang ingin kutunjukkan padamu.
***
Jaemin sedang menyereput americano handmade buatan nenek kala telepon di gawainya yang berada di atas meja berdering.
Terlihat kontak Injun terpampang di layar gawai berwarna hitam legam itu. Tanpa menunggu lebih lama, Jaemin mengangkat panggilan itu karena memang sejak pagi hari dirinya tidak bisa menghubungi terkasih.
"Selamat Renjun!! Kamu berhasil memenangkannya!! Kamu sekarang di mana?? Tidak mungkin kan masih di kampus? Apa perlu aku jemput??" Rentetan pertanyaan dari Jaemin langsung terlontar. Dirinya merasa tidak khawatir tapi ternyata pertanyaan-pertanyaan darinya sudah menunjukkan jika sedang khawatir.
Renjun kemarin memang memberitahunya jika hari ini adalah pengumuman penerimaan proposal penelitian yang sempat diajukan Renjun sebulan yang lalu dan Jaemin mengecek sendiri jika proposal Renjun lolos.
"Tidak, aku tidak sedang berada di kampus. Terima kasih ya Na karena selalu ada, selalu jadi orang pertama yang menerima semua keluhku," di sana Renjun menjawab.
"Kenapa.... tiba-tiba, Jun?"
"Aku sudah berhasil, Na. Aku sudah berusaha keras, bekerja tanpa kenal peluh menetes, berpikir tanpa kenal waktu. Jadi aku boleh istirahat kan, Na?" Kembali Renjun berucap namun tambah lirih Jaemin rasa.
"Iya, tentu kamu boleh istirahat. You did well!! Aku bangga padamu, uri Injunie. Jadi kamu sekarang di mana? Biar aku jemput," Jaemin senang karena Renjun mau beristirahat. Tubuh mungil Renjun terlalu banyak dipaksa bekerja jadi ketika Renjunnya berinisiatif untuk istirahat, Jaemin bersyukur.
"Aku sedang di tempat yang kata orang-orang cocok untuk beristirahat, Na."
Suara Renjun tambah lirih, mengapa malah membuat Jaemin jadi cemas?
"Apa maksudmu, Jun? Kamu di mana?"
Karena perasaannya sudah tidak enak, dia lacak lokasi terkini Renjun. Bersyukur karena dirinya adalah anak IT sehingga untuk melacak ponsel Renjun sekarang bukan perkara yang sulit.
Lokasi ditemukan dan hal itu membuat Jaemin kaget karena lokasinya jauh, berada di kota lain. Kota tak pernah mati milik negara ini.
Han River.
"Jun please tolong jangan lakukan itu, kamu akan membiarkanku sendiri?"
Suara tangis Renjun di sana mulai terdengar. Tidak ada yang lebih menyayat hati Jaemin lebih dari ini.
Dengan tubuh bergetar takut dan cemas dalam satu waktu, Jaemin raih kunci motornya dan bergegas keluar rumah masih dengan sambungan telepon yang menyala.
"Jun, tolong, kamu bisa menangis sepuasmu di dekapanku."
Selagi terus bicara, Jaemin pergi ke rumah Hyunjin yang tidak terlalu jauh dari rumahnya, bersyukur karena Jaemin selalu mengantar Renjun ke kampus sehingga dirinya bisa tahu rumah Hyunjin yang memang tiap pulang pergi selalu melewatinya.
"Injun ah, kamu jangan meninggalkanku sendiri, di sini ya? Di dunia yang menurutmu kejam ini? Jun please jangan lakukan apa yang saat ini kamu pikirkan. Please, aku mohon hiks."
Jaemin menangis. Baru kali ini Renjun nekat memilih beristirahat.
"Please tolong jangan matikan sambungannya, dengarkan semua ucapanku. Please Injunah, kamu tahu kamu adalah hidupku."
Kepanikan Jaemin membuatnya tidak bisa berpikir, "Ayo berpikir, Na. Berpikir. Berpikir." Dalam hati Jaemin berucap ketika dirinya tetap mengatakan kalimat-kalimat penenang untuk Renjun.
"Maafkan aku, Na."
Tut.
"Jun???? Jun??!!! Ya Tuhan," Jaemin semakin kencang melaju ketika dia tahu Renjun telah mematikan sambungan teleponnya.
***
Mimpi apa tadi malam sehingga dirinya bisa berakhir di boncengan sahabat sang pacar. Pemikiran Hyunjin saat ini.
Dirinya sekarang sedang dibonceng Minho karena dirinya bertemu dengan pegawai kecamatan yang baru pulang dari entah pekerjaan yang mana.
Hyunjin yang hanya berniat membeli telur di swalayan malah bertambah jadi bertemu dengan Minho.
Mereka akhirnya mengobrol beberapa hal termasuk membicarakan si kembar.
"Sudah sampai, Jin. Kamu jangan sampai ketiduran," Minho berucap membuat Hyunjin segera turun dari motornya.
Tepat ketika Hyunjin turun, datang pula motor tak dikenal di depan mereka.
"Tolong hubungi Jisung dan Peter untuk pergi ke sungai Han, cepat," tanpa basa-basi, orang itu berucap seperti itu.
Hyunjin masih mencernanya begitu pula Minho yang tidak jadi mengegas sepeda motornya.
"Renjun sepertinya berniat melakukan hal seperti orang-orang yang biasa ke sungai Han jadi tolong hubungi si kembar dan minta mereka bantu mencari. Panggilanku dimatikan oleh Renjun."
Baru dengan penjelasan lumayan panjang itu Hyunjin paham dan segera menghubungi Peter.
"Aku sudah menghubungi Peter dan kamu coba hubungi Renjun. Percaya sama dia, Jaem." Hyunjin berucap menasihati.
"Dia orang paling keras kepala, Jin. Aku takut," Jaemin mengungkapkannya.
"Percaya bahwa Renjun baik-baik saja. Ayo susul dia ke Seoul," Hyunjin kembali beropini.
"Tapi ini sudah malam sih, Jeju Seoul tidaklah dekat." Hyunjin kembali berbicara.
"Naik pesawat saja, biaya aku yang tanggung," Jaemin berucap dengan nada pasrah.
Minho yang merasa harus ikut terlibat pun berucap, "Ayo segera berangkat, Jaemin biar aku bonceng. Hyunjin naik motor Jaemin."
Mereka hanya berharap Renjun lebih dulu ditemukan oleh si kembar dan mereka bisa mendapatkan penerbangan terakhir malam ini.
***
Minho ikut ke Seoul lagi, kalian berharap apa?
Chap depan udah nyicil juga sbenernya tapi udah ngantuk ngets. Kalau bisa triple update, triple aja deh sekalian tapi mungkin sore atau enggak malam yaps
KAMU SEDANG MEMBACA
Aster; Diriku dan Dirimu✓
Fanfiction• Han Jisung • Hari yang tak pernah Jisung duga hadir di hidupnya, hari di mana dia bertemu dengan ibu yang selama ini dia anggap sudah meninggal. Dan dia mempunyai saudara kembar ? Biarkan Jisung egois untuk kali ini saja, dia ingin lebih lama tin...