9. Konspirasi Bersama Rio

191 34 4
                                    

Gue naik ke kasur, menengkurapkan badan sambil merengut, mata gue terpejam erat dengan dada naik turun. Gemes banget sih gue sama cowok modelan Aditia Bramansa,coba aja tadi gue langsung nyamber bibirnya sekalian bikin geger.

"Woi."

Gue sontak berguling, menelentangkan tubuh, menatap Rio yang tiba-tiba nongol. Muka gue yang awalnya seneng berubah seratus persen jadi sewot, gue sangka yang dateng Adit.

"Apa lo jing?"

"Setdah, galak amat." jawab Rio.

Gue mendengus najis melihat cengiran sok gantengnya, males lama-lama se-ruangan sama orang gak punya mata. Namanya Rio Narendra, katanya sih kapten futsal, tapi nendang aja sampai silap ke muka gue.

Cih, masih aja gue temuin cowok yang se-server sama Ehsan, ngakunya ketua tapi gak punya wibawa, gak kayak Adit udah ganteng, kece, terus karismatik, cocok banget jadi bapak anak-anak gue. Hiya-Hiya.

"Muka lo gak papa kan?"

"GAK PAPA?! GAK PAPA APAAN JINGAN? GAK LIAT BETAPA RUWETNYA MUKA GUE SEKARANG!!"

"LIAT NOH!!! TEMEN LO AJA SAMPAI ILFEEL NGELIAT GUE."

"MATI AJA LO SONOH YO!!!"

Rio nyengir, gak menampilkan wajah bersalah sama sekali, muka-muka pengen gue hajar banget.

"Maaf ya, Yu." suaranya yang sok manis bikin gue menjulurkan lidah huek.

"Maaf doang mana cukup."

"Boba deh." tawarnya.

"Ceban doang, gue juga bisa beli." tolak gue, sok jual mahal. Ya iya lah, gue mah doyannya gocapan, ceban gatel-gatel gak level.

"Martabak?"

"Gak."

"Album kpop deh? Pasti mau." ngarep banget kayaknya gue bakalan suka.

"Maaf-maaf nih ya, gue server barat, lebih suka Mas Shawn."

Gue ngeliat muka Rio yang mengerut seolah berpikir, otak kosong kayak dia mana sanggup mikir lama-lama, jadi karena gue kasihan, gue menyela sedikit.

"Bujuk Adit sonoh biar mau nganter gue pulang."

"Oh, lo mau pulang? Bareng gue aja." goblok, kok dia jadi nawarin sih.

"Najis gue satu motor sama lo." jeda sedikit karena gue sempat-sempatnya berdecih. "Udah gercep, hasut sana."

Rio menimbang-nimbang sebentar, lalu menoleh ke gue. "Tapi gue dimaafin kan?"

"Iya."

"Gak dendam kan lo sama gue?" tanya Rio memastikan.

"Sans."

Baru aja Rio mau berbalik, tapi Adit keburu nongol dari sekat kain pembatas kasur, buat gue sama Rio berjengkit kaget.

Gue baru aja mau mengumpat, tapi sadar, di depan Adit gue gak boleh ngomong kasar, cowok cakep gak boleh dikasarin bolehnya main kasar di kasur. Anjay, sensor.




"Ngapain lo kesini?"

Awalnya gue pikir pertanyaan Adit tertuju ke gue, tapi ternyata matanya menatap tajam Rio yang udah cekikikan di tempat.

"Minta maaf lah, Dit." mata Rio seolah menggoda Adit, membuat muka cowok itu mengeras.

"Udah kan?" muka Adit kembali lempeng, mata cowok itu melirik ke gue sebentar.

"Udah lah, ngapain lama-lama, ntar kalo jodoh bahaya lagi." cerocos Rio.

Gue menendang bagian belakang Rio, membuat cowok itu terhuyung ke depan lalu berbalik sebentar, memicing ke arah gue.

"Iya-iya, gue emang najis banget kok Yu. Muka lo bisa gak usah jijik gitu gak? Gini-gini juga gue tersinggung loh." ucapannya penuh haru drama, membuat gue merotasikan mata.

Rio kembali memandang lurus Adit, "Noh anter pulang, tadinya pengen bareng sama gue aja, tapi cewek ganjen ini pengennya nyantol sama lo terus. Jadi jangan lupa anterin ya, Dit. Cowok jantan pantang biarin cewek jalan sendirian, mana mau sore lagi."



"Ya."


Wih mantap, tumben nih cowok nurut, biasanya harus nangis darah dulu baru peka. Gue senyum lebar, membalas ancungan jempol Rio dengan gerakan bibir 'sip' tapi tanpa suara.

Tak apa tertolak, asal sore ini dapet tempat di belakang jok motor Adit. Cikidaw.

Gue langsung melunturkan senyum, memandang Adit yang juga menatap gue dengan sorot lempengnya, selalu cool gak pernah keliatan ambyar sedikitpun.

"Dit."










"Hn."
















"I love you ya."





























"Iya, terserah lo."

Se-simple itu, tapi nyaris membuat gue ambyar se-ambyar ambyarnya.

***

Look at Me (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang