21. Cita-cita

199 33 6
                                    




Gak semuanya yang gue pahami tentang Adit, dan hari ini dia kasih tau banyak hal tentang dirinya sendiri, seorang Aditia Bramansa.

Dia gak suka berisik, tapi suka ngerasa ngenes kalo sepi.

Dia kacau kalo udah urusan sosialisasi, makanya gak jarang dibilang songong.

Adit sering capek dan galau sendiri kalo nilai Matematika-nya turun, terus ujung-ujungnya stress sampai insomnia. Ini bagian paling parah sih, gue aja kalo nilai ambles paling cuma nyengir sambil beralibi "gini nih kalo semalem cuma belajar enam jam doang". Songong emang.



Tapi yang paling gue inget saat Adit bilang: "Gue gak suka cewek centil, bikin malu sama gerah doang."

Dan saat itu gue cuma nelen ludah susah payah. Gue masih nyadar diri kalo gue emang kayak kutu, loncat sana-sini gak bisa diem.

Saat kondisi seperti ini gue bisa melihat bibir Adit melengkung tanpa sebab.



"Tapi semenjak ada lo, gue gak masalah sama semua itu."

Yang bisa gue lakuin waktu itu cuma membalas dengan wajah bego. "Kenapa?"

"Karena gue seneng lo ganjenin."

Mukanya nyaris tanpa ekspresi, intonasi suaranya datar gak ada tersirat nada sukacita, tapi entah kenapa  cara dia menatap gue seolah jadi jawaban atas semuanya.

"Yu?"

Gue langsung menoleh kearahnya, tersenyum tipis tiba-tiba begitu mendengar nama gue disebut syahdu oleh dia.

"Mau nanya apa lagi? Umpung gue buka qna."

Gue mengerling kearahnya, menusuk pipi cowok itu dengan telunjuk gue berkali-kali.

"Cieee.... Ngereceh."

"Apaan sih?" jawabnya lugas tapi malu-malu.

Gue cuma menopang dagu terus melihat dia dari sisi samping mengabaikan mangkuk soto gue yang kosong tak bersisa, kepulan asap rokok dari bapak sebelah Adit seolah jadi latar bagaimana bersinar dan mewahnya cowok itu dalam balutan gelap, bibir gue melengkung dengan mudahnya.

"Cita-cita deh."

Adit mengulum bibir, "Ungh, SD pengennya Dokter, SMP kepengin jadi Hakim, kalo sekarang pengin lama-lamaan bareng lo."

Anjay, boljug.
















"Tapi boong."

"Kok lama-lama kamu mirip bangsat ya, Dit?" sungut gue.

Adit cuma nyengir ganteng.

Gue memalingkan wajah ke arah lain saat tahu dari awal mata cowok itu tertuju terus-menerus ke wajah gue, terus terang gue agak malu buat mengakui kalo tindakan Adit ini kayak ngasih harapan.

Ya, namanya juga cowok. Siklusnya baperin, tinggalin, baperin, tinggalin, kalo gak kayak gitu ya brengsek namanya.

"Besok bazar loh, lo gak mau ikut panitia lagi?" ucapan Adit melemparkan gue dari titik pandang lain terus menatapnya dengan hembusan berat.

"Gak dong. Soalnya besok gue sibuk banget, ngurusin kue-kue Udin yang jadi jajaran paling depan di bazar kita."

"Cake-nya bentuk love loh."

"Ya terus?" dengan tampang innocent Adit menjawab bikin gue gemes dan tarik nafas sabar.

"Lo gak ada niatan mau beliin gue gitu?" gue menarik-turunkan alis, ada nada ngarep di ucapan gue barusan.

"Sans ntar gue beliin." jeda sedikit karena cowok itu mulai sibuk dengan tampang songongnya. "Ada apa-apa lagi?"

"Tumben, ada konspirasi apa lagi nih?" gue memicing curiga.

Adit menggeleng cepat, "Gak ada. Ini semua murni dari hati emas gue."

"Preeettt, hati emas tai kucing."

Adit ketawa receh. "Ada lagi gak?" dia menagih sekali lagi.

Gue menggeleng jujur.










"Yah, padahal kalo lo bilang minta di dor sekarang juga gue jabanin, Yu."

Gue menatap dia dengan mata melotot, merasa detakan jantung luarbiasa menghebat saat Adit si pendiem ini mengeluarkan kata-kata yang gak pernah gue pikirin sekalipun.





"Lo belajar gombal darimana sih, Dit?." gue sewot dan membuang muka dengan wajah panas, sebisa mungkin gue menenangkan diri supaya gak salting-salting banget.

"Belajar sendiri."

"Jangan mancing gue buat ngelakuin aneh-aneh ke lo saking gemesnya loh, Dit!" ancam gue seriusan.

"Di izinin kalo lo-nya udah gak tahan mah." Adit menjawab gue dengan muka gak kalah serius.

Gue menendang kakinya, "Gak lucu!"

Adit tertawa, merasa bangga sudah membuat pipi gue memerah karena tingkahnya sendiri, tanpa sadar kalo pipinya pun memerah dari awal.













***


Look at Me (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang