Mampus. Mampus. Mampus.
TAEHYUNG HILANGGGG?!
Jimin kelabakan. Sumpah. Dia lagi kalang kabut sekarang. Haduh. Jimin bisa mati beneran dibuat keempat abangnya kalau si bontot beneran hilang. Apalagi adeknya yang super polos itu itu gampang banget kalau disogok pake ice cream apalagi coklat. Gimana kalau ada orang jahat yang nyulik?
Panggilan yang Jimin lakukan di ponselnya juga tidak ada jawaban sama sekali. Ini juga kebiasaan buruk si bungsu yang suka membuat ponselnya dalam keadaan silent. Kalau begini kan—Jimin jadi tambah panik.
Perasaan—perasaan Jimin, nih, ya, Taehyung tadi berdiri tak jauh darinya ketika salah seorang gadis yang ia duga sebagai penggemarnya menyadari kehadiran Jimin di Mall itu. Kemudian, ketika ramai para gadis melingkupinya, Jimin ingat jika Taehyung masih menggenggam ujung kemeja yang ia kenakan, setia berdiri di sampingnya.
Jimin rasa, ia juga tak terlalu lama meladeni semua penggemarnya itu. Melirik kembali jam tangannya. Eh—oke, ternyata lumayan lama juga. Hampir satu jam. Pantas saja Taehyung menghilang.
Adiknya pasti asik mengomel dalam hati. Mungkin dia akan diadukan pada abang yang lain. Apalagi Yoongi. Haduh—bisa habis Jimin kalau Taehyung belum ketemu juga.
Semoga saja adik kesayangannya—yang paling bontot, manja, menggemaskan, semok dan imut itu tidak apa-apa. Jimin bahkan bersumpah akan menangis seminggu penuh jika Taehyung beneran hilang.
Jimin berkeliling Mall. Nafasnya sudah terengah-engah. Ia sudah mengelilingi lantai dua dan tigas. Tapi nihil, Taehyung tak dapat ia temukan. Jimin kembali menyusuri lantai dasar Mall itu. Tubuh mungil Taehyung bisa keselip dimana saja—ia harus lebih teliti kali ini.
Ah! Dapatkan!
Memang susah mencari tubuh mungil Taehyung di tempat sebesar ini. Tapi untung saja—mata jeli Jimin menjumpainya di Starbucks. Padahal awalnya ia melewati tempat itu, ia yakin adiknya tak mungkin membeli kopi. Taehyung itu benci kopi.
"ADEEEEK~" Panggil Jimin seraya tergopoh-gopoh menghampiri si bungsu. Cemas melihat adiknya dipeluk oleh wanita paruh baya yang tak ia kenal. Juga ada seorang laki-laki dengan kemeja putih yang saat ini membelakangi Jimin.
Taehyung yang mengenali suara Jimin dengan cepat menoleh, "Abang?!"
"Ya ampun, dek. Abang udah mau mati keliling Mall nyariin adek. Abang kira adek udah diculik terus dimasukkin ke dalam karung." Ujar Jimin menangkup pipi Taehyung. Bersyukur dapat kembali berjumpa dengan adik kesayangannya itu.
"Mana muat adek masuk ke dalam karung!" Protes Taehyung tak terima. Memangnya tidak ada yang lebih elit gitu selain karung?!
Jimin menghela napas, "Mautlah~ Adek aja kayaknya muat di kocek baju abang. Orang kecil mungil gini sampe abang susah nyarinya. Abang kira tadi adek keselip dimana gitu~"
Taehyung mendengus. Abangnya yang satu ini memang kadang suka lupa ngaca. Dia kadang lupa dengan ukuran tubuhnya yang minimalis. Huft. "Adek masih ngambek sama abang! Sana jauh-jauh!"
Jimin menggelengkan kepalanya saat adiknya itu kini dengan santainya merebahkan kepalanya pada bahu wanita yang tadi memeluknya. Ia lirik lagi pemuda yang juga duduk di hadapan adiknya—membelalakkan matanya saat ia mengenali pemuda tersebut.
"MINGYU?!" Ujar Jimin terkejut menjumpai salah satu orang yang ia hindari tapi justru muncul bersama adik tersayangnya. Cowok ini gak macem-macem kan sama adeknya? "LO—?!"
"Jimin?" Suara wanita paruh baya itu memecah fokus Jimin yang semula tertuju pada Mingyu. Mingyu pun sedari tadi sudah berusaha sebaik mungkin menutup wajahnya—ia sudah menduga jika Jimin akan bereaksi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐖𝐄𝐄𝐓!
FanfictionKisah perjuangan Mas Jeongguk; sang CEO perusahaan ternama dalam mendapatkan hati gebetan manisnya bernama Kim Taehyung; seorang mahasiswa tingkat akhir yang memiliki lima abang over protektif.