Abel dan ketiga temannya sedang makan di suatu tempat. Kebiasaan mereka semua, yaitu selalu mengunjungi tempat makan setelah sepulang sekolah.
Mereka bersikap biasa saja. Padahal tadi Vana dan Keira baru saja mengalami hal yang tidak biasa.
"Bel, tadi pas di sekolah gimana? Ketemu Alvan sama Iqbal nya?" Keira bertanya pada Abel.
"Ohh ketemu kok." Jawab Abel sembari memotong motong makanannya.
"Ketemunya dimana?" Tanya Vana.
"Di deket lapangan sekolah. Si Alvan lagi dikerumunin cabe cabean. Ehh si Iqbal lagi ngakak di sebelahnya." Abel memberikan jawaban yang sebenarnya.
"Emang gaada akhlak si Iqbal. Temennya lagi kesusahan, malah diketawain." Ujar Keira.
"Kayak lo enggak aja." Ucapan Stella itu membuat Keira menatapnya dengan pelototan. Namun Stella tidak perduli, ia sudah biasa di tatap seperti itu oleh Keira.
Oh iya, soal Stella tadi, ternyata Ezra telah membujuk guru untuk mengadakan dispen bagi peserta olimpiade. Jadilah Stella tidak mesti belajar bersama Ezra sepulang sekolah.
Namun sebagai gantinya, Stella harus merelakan jam istirahatnya di ambil begitu saja.
"Gimana Stell? Enak ya lo dispen." Abel berbicara pada Stella.
"Enak dari hongkong! Gua jadi gak bisa istirahat tau." Stella menyenderkan badannya ke punggung kursi. Ia jadi sebal sendiri ketika mengingat Ezra yang tadi memaksanya dengan susah payah.
"Mendingan gak istirahat, apa harus belajar bareng ama Ezra sepulang sekolah?" Abel memberikan pilihan yang rumit bagi Stella.
"Kayaknya sih, si Stella lebih suka pilihan yang kedua." Keira menyeletuk.
"Apaan sih. Dua duanya gaada yang enak." Ujar Stella sedikit sewot. Tiba tiba langsung terlintas dipikiran Stella, betapa menyenangkannya ketika ia dapat membuat Ezra marah.
Stella bertekad, lain kali ia akan melakukan itu lagi jika Ezra mengajaknya belajar bersama.
"Iya deh percaya." Kata Abel.
"Oh iya. Lo sama Arka, jadi hubungannya gimana?" Vana bertanya dengan hati hati. Ia tidak ingin menyinggung perasaan Abel. Tapi, ia juga perlu tahu mengenai ini.
"Gua sama Arka-"
"Abel." Abel berhenti berbicara, ketika seseorang memanggil namanya. Abel beserta ketiga temannya menengok kearah sumber suara.
Mereka terkejut. Semuanya tak terkecuali Vana dan juga Keira. Walaupun mereka berdua tahu hari seperti ini akan terjadi, tetapi mereka tidak menyangka akan datang secepat ini.
"Loh, kok lo?" Abel merasa heran bukan main. Ia tidak percaya dengan apa yang telah dilihatnya.
"Apa? Kaget aku pergokin lagi ngomongin cowok lain?" Lelaki itu memasang wajah sinis.
"Hah? Maksudnya?"
"Diego? Kok lo bisa.." Stella masih tidak menyangka dengan orang yang nampak di depannya ini.
"Ini siapa Bel?" Tanya Diego.
"Ehm. Kita jangan ngomongin disini. Gak enak." Keira bangkit dari duduknya lalu memanggil seorang pelayan untuk meminta bill pembayaran.
Setelah membayar makanan, Keira menggiring semuanya untuk pergi dari sana. Termasuk Diego.
Keira bingung harus membicarakan ini dimana. Ia kemudian menatap Vana guna meminta pertolongan.
Vana yang langsung mengerti dengan tatapan Keira, mengambil posisi di paling depan untuk mengarahkan mereka semua ke tempat yang paling tepat.
Keira merubah posisinya menjadi di paling belakang. Di sepanjang perjalanan, ia hanya diam saja. Di otak Keira, obrolan dengan Jihan tadi siang seolah olah berputar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Troublemaker
Teen Fiction"Ervan, Ervan ganteng deh. Bayarin uang kas gua yak?"-Abellia "Bu, buku pr saya ilang bu. Baru tadi pagi dimakan sama kucing saya."-Keira "Muka lo tebel banget kek cor-an jalan raya."-Zivana "Jalan jalan ke belanda, jangan lupa beli kerupuk. Ngapain...