❝Bagaimana mungkin, kamu melindungiku dari orang yang waktu itu selalu melindungiku. —Felysia Aileen❞
№
FELY tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika mengingatnya lagi. Cewek itu terlampau terkejut dan berakhir kelu ketika ingin menyuarakan segala yang tertahan. Ia merasakan sesuatu yang seharusnya tidak perlu ia rasakan. Apalagi sampai berlebih seperti ini. Namun, dari caranya bersikap, ia yakin cowok itu tulus.
Bukan, bukan Fely ingin berharap. Tetapi ia sudah cukup lama tidak diperlakukan seperti itu. Lagipula semua harapan yang pernah ia bangun telah hancur. Dan ia cukup trauma bahkan untuk membereskan segalanya yang telah berserakan. Hatinya. Perasaannya. Ruang itu sendiri.
Dan apa yang Fely rasakan sekarang lain. Ada sesuatu yang membuatnya merasa dilindungi, dijaga, dan tidak dibiarkan kenapa-kenapa sendirian. Seolah hal itu ingin menghapus semua trauma yang ia miliki. Menggantinya dengan rasa nyaman. Ah, Fely terlalu tinggi membayangkan.
"Fel, minum dulu," ucap Haris.
Cowok itu membawanya pergi segera ketika Bagas—ya cowok yang kini ia benci—menghampirinya di parkiran. Beruntung Haris dengan cepat membawanya menjauh sebelum Bagas masuk lebih jauh lagi mengusik hidupnya. Bagas sudah terlalu jauh menyakitinya.
Alhasil, Haris pun membawanya ke minimarket dekat sekolah. Mereka berdua duduk di depan duduk di kursi yang ada. Saling berhadapan.
"Fel," panggil Haris.
Fely mendongak. Ia menatap penuh Haris. "Anterin gue pulang sekarang."
Haris diam sejenak.
"Oke, gue anterin lo pulang. Tapi lo minum dulu."
Fely mengangguk cepat. Lalu ia merampas botol minum yang berada di hadapannya. Meneguknya sedikit. Setelahnya ia menatap Haris lagi sembari beranjak dari tempat duduk. "Ayo!"
"Ngebet banget," cibir Haris.
"Gue capek pengin pulang cepet, udah gitu gue laper banget." Fely berjalan duluan ke arah motor vespa milik Haris terparkir.
Haris geleng-geleng kepala melihatnya. Lalu ia menyusul Fely. Dan mulai mengendarai motornya agar cepat sampai ke rumah.
"Lo gapapa, kan?" tanya Haris ketika sudah setengah jalan. Sedari tadi cewek itu hanya diam merenung seperti sedang memikirkan banyak hal. "Fel," panggilnya karena Fely masih diam saja.
"Emang gue kenapa?" Fely balik bertanya. Ia memandang Haris lewat kaca spion.
"Dari tadi lo diem aja. Gue takutnya lo kesambet setan. Serem juga entar kalau kumat."
"Sialan!" maki Fely. Seraya memukul bahu Haris. "Dasar ngeselin!"
Haris tertawa pelan. “Entar malem gue ke rumah lo, ya? Lewat balkon kamar lo aja tapi.”
"Gak usah macem-macem deh lo!"
"Emang lo pikir gue mau macem-macemin lo, gitu? Ya gue bakal pilih-pilih kali. Anyway, you’re not a girl’s type ideal to me. And I just looking for a perfect."
"Dasar Bule Miskin!"
Haris membalasnya dengan terkekeh renyah. "Ya bagus dong udah bule gini pasti banyak yang naksir. Soal miskin mah gampang bisa dibikin kaya."
"Tau ah!"
Mendadak Fely merasa kesal. Dan ia sampai melupakan dulu patah hatinya karena kejadian tadi. Dan tiba-tiba ia menyesal telah membayangkan Haris ke depannya akan seperti apa dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adios
Teen Fiction[ follow dulu sebelum membaca! ] Awal yang baru bagi seorang Haris. Ah, semuanya serba baru bagi Haris. Tinggal di perumahan elit dengan banyak tetangga, membuat Haris mengenal perempuan bernama Fely, tetangga samping rumahnya. Hari-hari baru Haris...