PART 23. Terlara-lara

0 1 0
                                    

Apabila satu cerita tidak tamat dibaca, jangan coba-coba membaca cerita yang baru dengan harapan mendapatkan akhir yang sesuai rencana awalnya. Karena takdir setiap tokoh utama tidak pernah serupa. — Felysia Aileen❞

PETANG ini Fely berniat mengambil flashdisk miliknya yang sempat ia pakai di rumah Haris. Saat itu, Fely lupa mengambilnya dan baru ingat hari ini karena mendadak gabut ingin drakoran ala remaja cewek milenial. Pasalnya, tumben keberadaan Haris entah sedang di mana padahal cowok itu seringkali merecoki harinya dengan tiba-tiba masuk ke dalam kamar melewati balkon dengan cara melompat. Semoga Haris enggak sedang selingkuh, aamiin!

Fely mengetuk pintu utama rumah Haris. Di ketukan kedua, pintu terbuka. Senyum manis Fely langsung mengembang seraya menyalami Maminya Haris. "Haris ada di rumah enggak, Tan?"

"Enggak ada, Sayang. Tadi siang pergi sama adiknya. Mami enggak tanya mereka mau ke mana."

"Yaah." Fely mengalihkan pandangan. Tatapannya menatap sepasang burung yang entah sedang melakukan apa. Persis kayak orang yang sedang pacaran. Romantis.

"Memangnya Fely ada keperluan penting sama Haris?"

Fely menggeleng, lalu mengangguk. "Eh."

"Jadi, gimana?"

"Itu... anu, Tan..."

"Itu gimana, Sayang?"

"Mau ambil flashdisk yang ada di kamar Haris," ucap Fely satu kali tarikan napas.

"Oalah."

"Hehe." Kikuk.

"Aduh, Mami sampe lupa. Ayo masuk dulu, Sayang." Maminya Haris merangkul Fely dan mengajaknya masuk. Mereka duduk di atas sofa. TV di depannya menyala sedang menayangkan acara sinetron, 'kumenangiiis'. Kira-kira begitu yang Fely tahu. Dalam hati, Fely cekikikan geli. Tak lama, Maminya Haris membawakannya minuman sirup.

"Karena Mami enggak tau flashdisk milik kamu ada di mana, mending kamu cari sendiri aja, ya?"

"Enggak apa-apa, Tante?"

"Aduh, manggilnya masih Tante. Panggil Mami, dong. Kan calon mertua."

"Eh. I-iya."

Maminya Haris terkekeh. Duh, persis kayak anaknya. "Iya, Sayang. Enggak apa-apa masuk aja. Pintu kamarnya enggak dikunci, kok."

"Serius?"

"Pemiliknya enggak akan marah. Malah kesenangan, maybe."

Fely meminum sedikit minumannya. Lantas, berdiri. "Iya, deh. Fely ambil flashdisk-nya dulu, ya?"

"Iya. Hati-hati."

"Hah? Eh."

"Enggak, Sayang. Udah, sana!"


Ternyata, tidak sesulit itu mencari flashdisk di kamarnya Haris. Karena benda mungil itu tergeletak di atas meja belajar tepat di atas laptop yang tertutup. Seketika Fely tersenyum, namun setelah Fely ambil flashdisk-nya ternyata benda itu bukan miliknya. Fely mengerutkan kening dalam. Ia mengedarkan pandang ke sekeliling. Lantas, tanpa rasa takut perempuan itu menutup rapat pintu kamar lalu duduk di kursi depan meja belajar.

Jelas, Fely diserang rasa penasaran yang menggebu-gebu. Kalau benda ini bukan miliknya, berarti milik Haris. Mungkin isi di dalam benda itu cukup berharga, sampai-sampai di simpan di dalam flashdisk.

"Asal lo tau, ya. Isi laptop cowok itu berbahaya sekaligus berharga."

Seketika ucapan Vania sewaktu dulu terngiang-ngiang. Fely menggeleng, kalaupun berbahaya apa yang mesti ditakutkan? Memangnya apa yang bikin berbahaya sekaligus berharga?

AdiosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang