PART 11. Balas dendam

8 2 0
                                    

❝Ekspresi rasa yang selalu terdengar meyakinkan. Mulut bungkam namun tindakannya seolah menjelaskan segalanya. —Felysia Aileen❞

RASANYA Fely masih ingin mencak-mencak hingga mengoyak habis wajah Haris yang tampak sangat menyebalkan. Bagaimana mungkin cowok itu berani-beraninya melakukan hal yang paling memalukan dalam hidupnya. Kalau ada kategori orang yang paling menyebalkan sedunia, pastilah orangnya adalah Haris. Bodoamat. Pokoknya dia orangnya.

Fely mengembuskan napas kasar. Saking kasarnya hingga Arka dan Keyla mendongak dan menatap ke arahnya.

"Kamu kenapa?" tanya Arka.

"Iya nih, masih pagi banget ini, Fel," timpal Keyla.

Fely mengembuskan napas kasar sekali lagi. Lalu, ia mengambil gelas berisi air dan meneguknya. Setelah itu bunyi gelas dan meja makan saling beradu. Fely pun menatap kedua orang tuanya.

"Yah, Bun, hari ini mood Fely hancur banget gara-gara semalem," keluh Fely. Ia mengerucutkan bibirnya.

"Lho, kenapa, Sayang?" tanggap Arka sembari sesekali menyuap nasi goreng buatan Bunda. "Cerita sama Ayah, dong."

"Pokoknya... nyebelin deh," cetus Fely. "Enaknya tuh orang diapain, ya?"

"Siapa yang mau diapain?" tanya Keyla sembari menatapnya. "Jangan aneh-aneh, deh. Entar kamu dapet masalah lagi."

Fely berdecak. "Enggak aneh-aneh, Bun. Paling malu-maluin," kekehnya kemudian.

"Pokoknya aku harus balesin dendam aku yang semalem!" seru Fely menggebu-gebu dengan semangat yang membara. "Tenang, bales dendam yang aku maksud enggak macem-macem, kok."

Arka yang geleng-geleng kepala melihatnya sementara Keyla menghela napas pasrah. Mungkin sadar bahwa Fely memanglah seperti ini adanya.

"Ayah sama Bunda harus dukung aku!" Fely berdiri. Lalu ia menyalami Arka dan Keyla. Setelah itu melenggang pergi seraya menyampaikan tasnya ke bahu tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Enggak jadi berangkat bareng Ayah?!" teriak Arka.

"Enggak!" Fely pun menjawabnya dengan nada yang sama.

Ketika langkah kakinya sudah menapak di luar gerbang, ia berhenti. Ia melongok meneliti rumah di sampingnya yang gerbangnya masih tertutup rapat. Tanpa pikir panjang langkahnya mendekati rumah di samping rumahnya itu.

Ketika gerbang hitam itu sudah berada di depan mata, tiba-tiba gerbangnya terbuka lebar dan muncullah figur seorang cowok dengan tampang cogan—ah ralat!

Seorang cowok menyebalkan muncul dengan motor vespa berwarna cokelat yang mengkilap. Cowok itu mendorongnya sampai keluar dari halaman rumah. Lalu, gerbangnya ditutup lagi.

"Lagi ngamen?"

"Ngaco!" sembur Fely ketika suara menyebalkan itu menyapa telinganya. Lihat! Belum apa-apa cowok itu sudah tampak sangat menyebalkan.

"Terus apa, dong?" Raut wajah tengilnya terpatri kentara. Membuat Fely dongkol dan rasa ingin memakinya sangat besar. "Ngemis?"

Fely membeliak. "Ngomong apa lo, hah?! Bibir lo kenapa, sih?! Nyesel banget gue berdiri di depan gebang rumah lo!"

Haris dengan wajah polosnya sembari memegang bibirnya sendiri berucap, "Lho, bibir gue enak dimakan. Kayak permen."

Fely melongo. Ia bergeming untuk beberapa saat sembari mencerna perkataannya.

"Jiah! Gue ngomong gitu aja lo langsung mingkem."

What the hell!

Tangannya yang terkepal sudah siap melayangkan bogem mentah pada rahang tegasnya. Namun, ia harus mengurungkan niatnya. Tujuan dirinya berdiri di depan gerbang rumahnya adalah untuk melampiaskan dendamnya. Seketika Fely mengulas senyum semanis mungkin.

AdiosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang