1. Debaran

316 43 53
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍"Hahh ... Hahh ... Hahh ...."

Napas tersengal. Dada berdebar. Kaki yang sedikit gemetar. Dengan langkah mulai melambat, gadis yang menenteng totebag hitam berisi buku-buku paket itu terus melangkah menyusuri koridor kelas XI.

Napas lega ia embuskan saat mendapati bahwa wali kelas barunya belum di sana. Beruntung sekali, karena sekarang ini sudah setengah jam sejak bel masuk berlalu. Kalian tahu apa penyebabnya? Genta, ketua OSIS yang tampan namun sialan.

Well, gadis berambut sebahu ini harus dihukum bersama murid kelas X–lainnya yang jelas-jelas sedang dalam kegiatan MPLS–hanya karena telat 5 menit. Ingin sekali ia berteriak menyumpahi Genta di depan wajahnya. Tapi ... gadis ini tentu tidak melakukannya. Karena ia masih sayang dengan harga dirinya.

"Kali ini apa alasan lo telat?"

Geemika atau Gege, gadis dengan kacamata yang bertengger di hidungnya bertanya skeptis. Datar. Tanpa ekspresi mungkin, Emi tidak bisa memastikannya. Sebab gadis itu sedang berkutat dengan buku literatur Inggris favoritnya.

Emi menyimpan totebag di loker bawah meja. Menaruh tas di bangku lalu duduk manis di sana sambil berkata, "Genta, dia yang salah."

"Eh?" Alis terangkat milik Gege, memberi sinyal pada Emi bahwa ia harus menjelaskan lebih banyak.

"Gini, gue cuma telat 5 menit doang. Dan ketos sok disiplin itu ngegiring gue ke barisan kelas sepuluh yang juga telat."

Satu sumpah serapah terlontar dari bibir Emi. Membuat Gege kali ini menutup buku, memusatkan seluruh perhatian pada teman karibnya ini. Tidak biasanya Emi menyumpah begitu.

"Dihukum apa lo sampe marah segitunya?"

Emi mendelik mengingat kejadian tadi. "Si Gentong itu—"

"Hahaha ... Parah lo Mi. Hahaha ...." Gege memotong ucapan Emi dengan gelak tawa. Juga tangannya yang heboh memukul-mukul kecil lengan kiri Emi.

"Cih, ngapain ketawa, Ge?"

Otomatis tawa itu kian mereda melihat raut tak enak di wajah sawo matang temannya. Ia berdehem kecil, membenarkan letak kacamata. Dan menyilahkan Emi kembali bercerita.

"Dia jadiin gue bahan percontohan, bahan gibahan di depan anak kelas sepuluh. Kampreeet!" Emi menggebrak meja, "Gak puas sampe di situ, si Gentong aer nyuruh gue jalan jongkok duluan di depan adek kelas. Kan anjir!"

Terkekeh kecil lagi, Gege lalu menyahut. "Lo serem ya, Mi, kalo lagi marah."

Emi melengos ke arah lain. Gege ini jelas sudah tau tabiat jeleknya. Dan seperti biasa, Gege selalu bisa membuat orang lain merasa diingatkan dengan keburukannya meski hanya bermodalkan kalimat penuh fakta yang sederhana itu.

"Maafin sodara gue ya, Mi. Dari dulu, jadi ketos itu udah salah satu dari impian dia. Lo maklumin ya, kalo dia emang patuh banget ama aturan. Bahkan tegaan."

Dari bawah bulu matanya, Emi melihat ke arah Gege. Dia tersenyum kecil juga mengangguk. "Gue juga minta maaf ya, ngatain sodara lo tadi." Oh, Emi benar-benar tidak tega melihat Gege meminta maaf padanya atas nama si gentong itu.

FYI, Gege dan Genta ini saudara kembar. Gege lahir 20 menit lebih cepat dibandingkan Genta. Dulu semasa SMP, Emi satu kelas dengan Genta. Sedangkan Gege, hanya tetangga kelas yang saling tau tanpa saling menyapa.

"Iya gapapa, Mi. Terserah lo aja deh mau ngatain dia apa. Emang rada ngeselin sih anaknya. Lagian si Genta keterlaluan banget sama lo."

Tepat setelah Gege menyelesaikan kalimatnya. Reni dan Fira, teman Emi yang lain berlari dari ambang pintu dengan tergesa-gesa. "Wuii semua, Pak Han dateng. Otw ke sini."

MikenzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang