9. Sebuah Pengorbanan

86 25 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Mendapat pernyataan cinta dari Kenzo, Emi masih bisa menerimanya. Namun, ketika pemuda itu meminta Emi menjadi kekasihnya. Emi tidak bisa. Perjanjian gadis itu dengan Gege adalah alasannya.

Kecanggungan diantara Emi dan Kenzo, tak terasa sudah sebulan lebih berlalu. Tak ada komunikasi intensif. Ketika itu, keduanya saling sibuk dengan kegitan belajar masing-masing untuk menghadapi ujian akhir semester yang baru berakhir jumat kemarin.

Emi mengembuskan napas panjang. Berjalan pelan di sepanjang koridor.  “Juli, agustus, september, oktober, november,” Emi menghitung dalam hati.

Sudah lima bulan. Kebersamaannya dengan Kenzo. Apakah akan berakhir seperti ini, hanya karena sebuah kecanggungan.

Ia memasuki perpustakaan. Mengisi  daftar hadir. Lalu melangkah memasuki bilik-bilik tinggi rak buku. Tak ada yang ingin ia baca sebenarnya. Tujuan Emi kesini hanya untuk menyendiri.

Nihil kegiatan pembelajaran. Seminggu ini, hanya akan ada Class meeting. Dan Emi sama sekali tak tertarik untuk bergabung. Saat hendak mengambil langkah. Sebuah tepukan mengambil alih perhatian. Emi berbalik. Sosok Kenzo berdiri tepat di hadapannya.

“Aku mau bicara. Ayo ikut aku.”

Emi menghempaskan tangan Kenzo. Ia menolak menurut kali ini. “Di sini saja.”

“Baik, terserah.” Kenzo meraih kedua bahu Emi dan memegangnya erat-erat.

“Kamu harus mau menjadi kekasihku, Emi. Harus. Aku tidak akan membiarkanmu menolakku. Ya, Kamu adalah pacarku sekarang.” Emi mengernyitkan dahi tak mengerti. Ada apa dengan Kenzo. Kenapa dia tiba-tiba begini.

Emi menggeleng. Mencoba melepaskan cengkraman Kezo, namun sulit rasanya. “Tidak Ken, aku tidak mau menjadi pacarmu. Tidak akan pernah.”

Mata Kenzo memerah. Tiba-tiba pemuda itu menarik kuat rambutnya. Sakit, sangat sakit.

“Teriaklah Emi, kamu akan tanggung rasa malu itu sendiri.” Kenzo terkekeh kecil setelah berbisik di telinganya.

Aaww... Ken. Tolong lepaskan, ini sakit,” lirih Emi. Kenzo jelas tidak memedulikannya.

“Apa karena si brengsek itu kamu menolakku, Emi?”

Emi tak menjawab. Gadis itu malah menitikkan air mata. Kenzo sangat menakutkan jika sedang dalam amarah.

Pemuda itu melepaskan rambut Emi. Kedua telapaknya beralih pada sisi wajah gadisnya. Mata elang Kenzo menatap dalam, dengan wajah yang kian mendekat. Bibir tipis pemuda itu menempel sekilas pada kedua mata Emi secara bergantian.

Kenzo mengusap pipi basah Emi. Lalu beralih mengelus rambur hitam lurus gadisnya. “Aku akan balaskan air matamu Emi.”

Kenzo mendekap dalam-dalam tubuh kecil itu. “Aku tak akan membiarkanmu dimiliki orang lain. Tidak akan Emi,” bisik Kenzo lalu nelepaskan pelukan.

Hanya ada sisa isakkan kecil Emi yang terdengar. Mereka berdua saling memandang. Entah apa yang keduanya pikirkan.

“Aku mencintaimu,” ucap pemuda itu lalu beranjak dari perpustakaan.

Meninggalkan Emi dengan segala luka di hatinya. Emi mencintai pemuda itu, namun Emi juga takut padanya. Bagi Emi, Kenzo seperti api. Yang bisa membuatnya nyaman dan terluka karenanya. Egoiskah Emi jika ia hanya menginginkan segala kehangatan Kenzo, tanpa ingin merasakan terbakar karena panas yang dimilikinya.

രരര

“Tenang aja, Ken. Gue belum nembak Emi. Dia masih jomlo.”

MikenzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang