2. Sari Kedelai

156 37 0
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍“Bu, Emi berangkat dulu. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam... hati-hati, Nak!”

Emi tersenyum pada sang bunda di bawah sorot redup lampu halaman. Dengan perlahan, ia mengayuh sepeda phoenix violet milik bossnya. Meninggalkan Kampung Kemanggisan, untuk mengantarkan sari kedelai pada pelanggan yang ada di Komplek Taman Meruya Ilir.

Suara gemelenting botol kaca menjadi alunan di tengah kesunyiannya. Ia mengayuh lebih cepat lagi. Sebenarnya hari ini dia terlambat 30 menit  dari jam biasa. Sekarang sudah jam setengah enam. Butuh waktu 15 untuk memasuki area komplek tersebut.

Dari satu rumah mewah ke runah mewah lainnya. Empat puluh botol sari kedelai di box boncengan sudah berganti dengan botol kosong. Hanya tinggal 10 botol. Dan itu pun rumah yang dihampiri Emi saling bersebrangan. Gadis dengan hoodie hijau pucat bersorak girang, sebentar lagi pekerjaannya yang satu ini selesai.

“Pak, permisi.”

Seakan sudah hapal dengan gadis remaja ini. Seorang pria paruh baya berseragam security hitam, menerima keresek hitam berisi lima botol susu. Ia lantas mengulurkan uang pada Emi.

“Oh, iya. Ini botol yang kosong.”

Emi sedikit membungkukkan badan, mendekap erat botol yang ada di tangannya. “Terima kasih, Pak.”

“Hati-hati di jalan, Nak!”

Emi tersenyum mengangguk, berjalan mundur ke dekat sepedanya terparkir. Tak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya, tiba-tiba senyumnya memudar saat dirasa ia menabrak sesuatu.

Kalian tahu apa yang gadis berkulit sawo itu takutkan? Ia akan terkena masalah besar karena telah memecahkan botol-botol susu sebanyak itu. Hanya karena kelakuan bodohnya berjalan menghadap belakang. Oh, Ya Tuhan!

Namun kenyataannya, sampai tiga detik berlalu. Tak ada tanda-tanda suara benda terjatuh. Sedikit lega dan penasaran. Tentu gadis itu langsung balik kanan.

“Hai Emi.”

Kenzo

Gadis yang disebut namanya menunduk, menatap kedua kakinya yang beralaskan sandal swallow biru. Haruskan di hari sabtu seperti ini, dirinya bertemu si mata Elang albino ini lagi? Emi benci dengan kehadiran mata itu di empat hari belakangan ini, ah ralat lima hari ini di hidupnya.

“Ternyata, kamu yang mengantar sari kedelainya?”

Tidakkah pemuda itu tahu, bahwa seharusnya ia tak perlu berbasa-basi menanyakan hal yang jawabannya sudah bisa dia lihat sendiri. Emi diam saja. Ia berbelok ke sisi lain untuk menata botol susu kosongnya di box boncengan.

Setelah memastikan box sudah terikat kuat pada sepeda. Emi langsung bersiap untuk mengayuh sepedahnya. “Hati-hati di jalan. Jangan menabrak lagi!”

Emi diam saja dan memilih mengayuh sepedanya berbalik ke arah awal. Melalui sudut mata lebarnya, ia menagkap lagi tatapan tajam dan wajah datar Kenzo. Hah! Kali ini laki-laki itu menatap apa? Si Jepang heran dengan pekerjaannya. Terserah saja, Emi bukanlah anak konglomerat seperti kenzo yang bisa berleha-leha menghabiskan uang orang tua.

Emi memarkirkan sepeda di halaman rumah. Tepat ketika itu, Mba Nima baru juga menyelesaikan tugasnya sebagai pengantar susu. Emi langsung membantu perempuan 20 tahun itu mengangkat box untuk dibawa masuk ke dalam. Begitu pula dengan box miliknya.

“Bu... Emi pulang, ya.”

“Iya Nak, makan dulu ya baru mengerjakan yang lain. Jangan terlalu dipaksakan kalau memang sudah lelah.”

MikenzoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang