[XIV] Just One Fact But Managed To Drop Everything

653 87 16
                                    

[ 아 · 이 · 린 ]
|
|

Telah 2 hari Irene beristirahat total dan tidak sedikitpun menyentuh berkas perusahaan hanya untuk memeriksanya. Merasa jauh lebih baik, Irene pikir ini waktunya kembali menjalani kenyataan.

"Kak Joohyun sudah mau berkerja?"

Pertanyaan nan terlontar begitu lancar dari mulut Yeri menjadikan Irene menghentikan kegiatan menuang air panas berisikan bubuk kopi kedalam mug putihnya, menatap Yeri yang sedang berada di sisi meja makan memainkan tab, mengelola cafe nya dari jauh.

Irene kira dengan memberikan senyum lembut dapat menenangkan adiknya. Tapi Irene tidak tahu bila senyuman itu justru diam - diam menumbuhkan rasa gelisah semakin besar dalam diri Yeri.

"Aku sudah membaik. Kau sudah makan?"

Yeri mengangguk antusias sebelum bangkit berjalan dan berhenti tepat di hadapan Irene, membuka lengannya lebar - lebar.

"Peluk aku."

Irene mendengus geli. Antara lucu dan rindu. Sudah lama sekali Irene tidak melihat sisi manja Yeri karena kedewasaan telah semakin berkembang di pikiran gadis itu. Mengambil sedikit udara, Irene maju menarik tubuh Yeri, melingkarkan kedua tangan di pinggang Yeri seraya menepuk punggungnya pelan - pelan.

"Utututu, kau merindukanku ya?"

Senyum yang tadi Yeri gunakan untuk membalas Irene, menghilang begitu saja kala kakaknya tidak dapat melihat ekspresinya. Berubah menjadi raut cemas, Yeri menutup matanya, menekan punggung Irene kuat - kuat agar tidak ada lagi jarak diantara mereka.

"Tentu saja. Aku mengambil cuti dua bulan untuk kak Joohyun hanya untuk ditinggal bekerja? Tidak bisakah kakak juga beristirahat saja? Kita bermain dulu."

Sudut bibir Irene perlahan ikut menurun saat otaknya mengerti apa yang dimaksud Yeri. Irene pun melepas pelukan mereka lantas bergerak mengacak rambut Yeri dengan cengiran lebarnya.

"Tidak bisa. Perusahaan masih membutuhkan pemimpin. Jika ada waktu aku akan bermain dengan kalian, hmm?"

Usai mengatakan hal tersebut, Irene mengangkat mug nya, menyesap isi di dalamnya sedikit demi sedikit disusul gestur mengambil roti selai buatan Wendy sebelum berangkat tadi di meja makan.

Setelah selesai melakukan semua ritual paginya, Irene meraih tas kerja di sofa, menoleh sebentar untuk berpamitan pada Yeri sebelum akhirnya melangkah menuju pintu keluar.

Greb.

Namun sebuah tangan besar tiba - tiba mercekal erat pergelangan Irene sehingga perempuan itu harus lagi - lagi menghentikan langkahnya. Didapatinya Joy sedang menatap Irene lekat - lekat dengan alis melengkung kebawah, khawatir.

Tidak ada yang tahu ucapan Irene di makam selain Joy, karena hal itu pula setelahnya Irene dapat merasakan Joy semakin posesif karena takut Irene akan benar - benar merealisasikan ucapannya. Irene selalu tahu bila Joy paling emosional diantara yang lain. Disentuh dengan hal sensitif sedikit saja, Joy akan menangis. Terbukti cengkeramannya sekarang semakin erat, menyiratkan perintah supaya Irene tetap berada di rumah.

Mendengar apa yang Joy tengah pikirkan saat ini, Irene berubah menggenggam tangan Joy, meremasnya lembut.

"Aku masih akan tetap di alam yang sama. Kita tidak akan berpisah, hmm?"

"Janji?"

Irene terdiam kala Joy mengangkat jari kelingkingnya, menunggu Irene untuk menautkan jarinya disana. Memikirkan sudah berapa janji yang telah Ia langgar, Irene semakin ragu hanya untuk mengucap kebohongan. Namun mengumpulkan keberanian berdusta, Irene menyambutnya dengan jari kelingking Irene sementara tangan lain menyilangkan jari telunjuk dan jari tengah di belakang punggungnya.

Red Velvet Fraternity 5 : IRENE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang