[ Epilog ] The Real Rest Is Already Waiting

1.3K 87 43
                                    

[ 아 · 이 · 린 ]
|
|

Dor!

Pyar!

Dua suara yang terdengar jelas persis seperti mimpinya malam itu. Bunyi beruntun ini pulalah yang mengundang rasa takut Wendy untuk menoleh. Karena Ia sudah tahu apa yang akan Ia pandang begitu tubuhnya berbalik. Kedua tangannya yang semakin pucat dan mendingin tak ingin melepaskan cengkeraman erat dari baju Chanyeol bagian bahu.

Tapi semua usahanya gagal.

Kala sebuah suara selanjutnya nan menandakan bahwa senjata di genggaman Irene terjatuh bebas, Wendy dengan cepat menoleh. Matanya memanas bersama aliran air mata semakin deras.

Sementara para lelaki langsung mendekati jendela—sang sumber suara—untuk memperhatikan sebuah lubang kecil seukuran ibu jari di sisi Irene, Wendy berlari menuju tubuh kakaknya yang melemas kala luka terpampang jelas di ceruk lehernya disusul membludaknya cairan merah dari sana yang tak memberi tanda - tanda akan berhenti. Menguras seluruh cairan dalam tubuh Irene tanpa rasa kasihan.

Beriringan dengan isakan keras berharap semua hanya mimpi, Wendy menangkap Irene dan terduduk di lantai dingin meletakkan perlahan tubuh bergetar hebat itu diatas pangkuan lalu tanpa ragu atau jijik sedikitpun, Wendy menekan lubang di leher Irene yang terus saja mengucurkan darah.

"Ada orang diatap gedung itu. Aku akan mengejarnya, kalian panggil polisi dan ambulans!"

Wendy bahkan sudah tidak peduli bunyi portal terbuka yang Chanyeol gunakan untuk menangkap penembak Irene di gedung seberang, mengesampingkan resiko dengan membuka fakta mengenai kekuatan di depan orang lain. Fokus dari mata buram akibat cairan yang tak bosan mendesak keluar dari netra Wendy hanya bisa tertuju pada wajah sayu kakaknya nan begitu kesulitan bernafas.

"Bodoh! Bagaimana bisa kak Joohyun melakukan ini?! Aku... aku tidak bisa hidup tanpa kakak."

Mengeratkan dekapannya ketika guncangan tubuh Irene semakin hebat, hati Wendy rasanya sudah tak memiliki bentuk. Belum lagi hawa dingin tiba - tiba menyapa wajahnya ketika tangan Irene yang masih bersih membelai permukaan halus paras adiknya berintensi menghapus jejak air mata, getaran di tangan Irene semakin terasa.

"Mimpimu diciptakan karena sebuah alasan. Mungkin ini yang terbaik bagiku. Bagi kita semua."

"Berhenti, Kak! Jangan pernah menilai segala kejadian dari sudut pandangmu sendiri. Kehilanganmu adalah luka yang paling besar diatas semua peristiwa yang menyakitkan ini, kau seharusnya tahu, Kak! Aku bahkan belum sempat meminta maaf dan membayar semua kesalahanku padamu, bagaimana bisa kau mengambil keputusan konyol ini?!"

Isakan Wendy semakin keras. Darah Irene pun sudah semakin habis karena dikeluarkan terlalu banyak. Lantas ketika Irene beralih menarik tangan Wendy yang masih setia menekan leher bekas tertembak untuk digenggam erat, Wendy tahu Irene semakin mendekati akhirnya.

"Semua akan baik - baik saja dari sekarang, hmm?"

"Kau tidak mengerti, Kak! Bukan... ini bukan... aku... kami tidak bisa! Bahkan untuk membayangkan menjalani hari dengan tahu kau tidak berada di dunia yang sama telah membuatku sangat takut. Sekarang semuanya sungguh terjadi, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya!!"

Wendy tak habis pikir, bisa - bisanya Irene tersenyum di saat - saat seperti ini.

"Kau bisa. Kalian pasti bisa. Aku mempercayai kalian bukan tanpa alasan."

Kali ini Wendy bungkam dan hanya menutup matanya erat - erat, menempelkan bibirnya di kening Irene lantas menyandarkan wajah di kepala kakaknya.

"Sekarang, selamat tinggal. Aku mohon berbahagialah ya?"

"Tidak bisakah... tidak bisakah kak Joohyun bertahan sedikit lagi? Kita akan bahagia bersama - sama, kak."

Tidak mendengar suara lagi, Wendy tahu bila Irene yang sudah begitu kelelahan telah mulai melangkah menuju tempat istirahat sesungguhnya nan tak akan bisa diganggu oleh apapun lagi. Bersamaan dengan nafas terakhir terhembus dari hidung Irene sebelum tangan kakaknya jatuh lemas begitu saja, Wendy menarik tubuhnya kedalam pelukan erat tak memperdulikan darah akan mengotori seluruh bajunya.

Aku... tidak tahu harus menjalani hidup seperti apa, Kak.

• SELESAI •

Hahaha, aku membuat kalian ambyar nggak nih aowkawokk :v

Maaf pendek teman - teman. Tapi kalo epilog aku nggak suka panjang - panjang awokawokkk

Makasih buat yang bertahan dari awal punya Seulgi sampe di akhir banget ini. Nggak ada kalian mungkin cerita bakal berhenti di jalan soalnya aku nggak ada minat. Tapi pas liat komen - komenan kalian aku berasa pengen publish terus. Dan jadilah cerita ini sampe selesai. Maaf juga kalo ending nggak sesuai perkiraan dan agak gajelas.

Pokok ya luv luv buat kalian ❤❤

Regards
- C

Red Velvet Fraternity 5 : IRENE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang