Haiiii
Lagi apa kalian?
Nih, aku kasih temen pake chapter kesebelas dari reviens.
Semoga kalian suka ya..
Jangan lupa vote dan komen juga!
Supaya aku makin semangat
SELAMAT MEMBACA❤
▪︎▪︎▪︎
Sudah hampir satu mingguan ini hidup Abel tidak tenang. Hidup bersebelahan dengan mantan. Astaga. Oke, mungkin ini terdengar lebay. Mungkin bagi sebagian orang, ini terdengar sangat lebay. Tapi bagi Abel ini benar-benar tidak wajar. Bagaimana bisa?
Setiap Abel duduk di balkon, ia selalu tidak sengaja bertatapan dengan Raka yang juga tengah duduk di balkon kamarnya. Saat Abel ingin pergi keluar, ia benar-benar tidak tenang karena malas bertemu dengan Raka. Saat Abel pergi sekolah, ia selalu berusaha pergi setelah Raka pergi.
Tidak tenang, tidak nyaman, benar-benar tidak enak.
"Gimana rasanya seminggu hidup bersebelahan sama mantan?" Celetuk Lana yang ternyata sudah kembali dengan 2 mangkuk bakso di tangannya. Tentu saja satu untuk Abel dan satu lagi untuk dirinya sendiri.
"Makasi.." Ucap Abel begitu mangkuk mendarat sempurna di hadapannya.
"Jadi gimana rasanya?" Ulang Lana sembari menuang kecap ke dalam mangkuk baksonya.
"Gak enak sumpah. Gak nyaman banget. Gue jadi males keluar ke balkon, padahal kan lo tau itu tempat favorit gue. Dan gue juga jadi males keluar rumah. Anjir banget gak sih? Padahal sebenernya hidup ue bisa berjalan kayak biasa aja. Tapi gak bisa." Jawab Abel yang tidak mengerti dengan dirinya sendiri.
"Lagi juga, lo ya biasa aja. Santai. Dia aja santai kan?"
"Gak bisa, Na. Susah. Gue tuh setiap ngeliat dia bawaannya antara emosi sama sakit ndiri."
Lana terkekeh singkat, "Itu mah lo-nya aja yang emang susah lupain dia." Iyakah? Abel tidak tau ada apa dengan dirinya.
"Ya makanya gue gak mau ketemu sama dia. Supaya gue bisa lupain dia." Ujar Abel sembari mengaduk baksonya yang sudah ia campur dengan sambal.
"Move on tuh ya biasa aja. Kalau cara lo kayak gitu, lo malah bikin diri lo semakin sulit lupain dia. Karena lo-nya emang setiap saat mikirin dia. Mau keluar mikir dia ada di depan gak. Mau ke balkon, mikir dia di balkon gak." Abel berpikir sejenak. Ia terdiam menelaah satu per satu kalimat Lana. Dan, ya. Memang semuanya benar.
"Jadi, santai aja. Anggep aja dia bukan tetangga lo." Lanjut Lana sembari menyuapkan bakso ke dalam mulutnya.
"Eh, iya. Masalah yang lo bilang gue harus coba buka hati, kayaknya gue mulai nyaman sama Ethan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reviens[HIATUS]
JugendliteraturSemua berawal saat hari itu. Hari yang Abel anggap benar-benar sial. Hari di mana ia benar-benar merasa bodoh. Bisa-bisanya ia menunggu dan berusaha mempertahankan seseorang yang bahkan sudah tidak ingin lagi bersamanya. Semua rasa sakit dan semua l...