27. Pertengkaran

165 20 10
                                    

"Felix?" panggil gue saat menemukan dia ditaman kompleks kami. Felix mendongak tapi tidak membalas sapaan gue. Gue menghela nafas dan melanjutkan langkah kaki gue hingga sampai di ayunan.

Gue duduk diayunan lainnya. Menatap kesamping, kearah Felix yang mengayun ayunannya dengan lesu.

"Lo ada masalah? Kaka lo?" tanya gue dan Felix masih diam aja. Gue mengela nafas dan ikut mengayunkan ayunan gue pelan.

"Atau Anyelir?" nama itu akhirnya keluar dari mulut gue. Nama yang dua minggu ini sangat tidak ingin gue keluarkan dari mulut gue.

"Lo kenapa dorong dia?" tanya Felix dan gue terdiam. Yah, mereka mungkin nggak akan percaya sama gue mau sebanyak apapun gue membela diri. Rasanya pahit banget harus nerima kenyataan itu.

"Lo kenapa gak ngasih pembelaan diri?" tanya Felix lagi dan gue mengangkat kepala, menatapnya yang ternyata sedang melihat kearah gue juga. Gue tersenyum miris, mengumpulkan kekuatan untuk berbicara.

"Emang perlu ya? Kalian juga gak bakal percaya" lirih gue. Gue gak mau menyakiti hati gue lebih banyak lagi, kalau gue gak mengatakan apapun mereka menganggap gue mendorong Anyelir. Tapi emang kalo gue menjelaskan semunya akan mengubah keadaan? Ngga kan. Mereka bakal ngiranya gue membela diri dan gue akan terlihat semakin jahat.

Terus? Gue semakin sakit hati karena ternyata mereka nggak percaya sama gue.

"Lo memandang kita sejahat itu ya?" ucapnya dan gue menundukkan kepala gue lagi. Gue bisa menangkap nada marah disana.

Gue ingin ngga punya prasangka buruk itu, tapi gue gak bisa lix. Gue tau gue jahat karena punya itu, tapi otak gue selalu mengatakan untuk berprasangka buruk. Sekalipun enggak, otak gue selalu mengingatkan gue untuk nggak berharap.

Gue gak ingin mengingatnya, tapi sikap kalian selalu aja menyakiti gue.

"lix, gimana cara gue mandang kalian, tau cara kalian mandang gue gak penting. Gue udah berusaha untuk ngejelasin tapi apa? Hyunjin malah ngomong jahatnya gue keliatan ya sekarang? iya gue tau gue menyedihkan setelah kalian lebih memilih untuk main sama Anyelir daripada sama gue, tapi gue bisa apa lix?"

"Jadi kita main sama Anyelir salah kita gitu ri? Lo aja gak mau nyamperin kita kan? Karena kita gak nyamperin lu, jadi lu lebih memilih untuk main sama Jeno dan yang lain kan" gue terdiam. Tahukah Felix kalau kata katanya itu menyakiti gue?

Bukannya kalian yang meninggalkan gue?

Bukannya gue udah berusaha sebanyak itu ya lix? Kalian yang selalu menyisihkan gue dalam pembicaraan kalian, gak peduli sebanyak apa gue berusaha untuk bergabung. Kalian ninggalin gue padahal kalian yang ngajak gue pergi. Kalian gak inget sama janji temu yang kalian buat ke gue, dan membiarkan gue sendirian menunggu kalian kayak orang bodoh. Kalian yang melupakan eksistensi gue ketika ada Anyelir.

Tapi gue tetep berusaha gabung, gak peduli rasanya menyedihkan karena disisihkan. Gak peduli kalau gue harus sakit hati yang penting gue bisa sama kalian. Gapapa gue harus menunggu berjam-jam atau harus disakiti lebih dahulu agar bisa bertemu kalian.

Tapi apalagi yang harus gue korbankan lix?

Gue sudah berusaha mengorbankan semua yang gue punya. Tapi sampai gue gak punya hal yang bisa gue korbankan lagi, keadaan gak kembali seperti semula. Gak peduli gue udah sesakit apapun keadaan gak semakin membaik lix.

Gue harus apa?

"lix"

"Bukan kita yang ninggalin lo ri, lo yang ninggalin kita. Jangan jadiin Anye alasan untuk pembenaran diri lo, agar diri lo seperti korban dan kita yang jahat" ucap Felix lalu bangkit.

"Jangan kayak pengecut dan terima semua konsekuensi dari perbuatan lo" ucapnya. Gue menatap matanya, dan merasa miris saat bisa membaca perasaan dan emosi yang dia tunjukkan dari netranya itu.

Kenapa gue harus sangat mengenal lo sih sampe gue paham arti dari pandangan lo itu?

"Sehina itu ya gue dimata lo lix?" pertanyaan itu akhirnya terucap. Felix tersenyum, senyuman yang rasanya menusuk hati gue, sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan gue sendirian.

---

15.05.2020

Pit A Pat 📌Hyunjin Stray Kids📌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang