16. Kecemasan

319 53 5
                                    

Ada dimana masanya gue hanya terlalu lelah, hingga cuma bisa duduk, diam, tanpa peduli dengan internal jokes mereka yang ngga gue mengerti. Dan mereka pun sepertinya tidak peduli dengan keberadaan gue.

Menghela nafas sekali lagi, mendadak merasa miris. Kenapa perasaan terasingkan itu datang dari orang orang yang selama ini gue anggep deket?

Kenapa ada perasaan canggung dari sekelompok orang yang gue habiskan bertahun tahun untuk bersama mereka?

Gue menelungkupkan kepala diatas meja. Memikirkan masalah-masalah yang mendadak datang. Anyelir dan mereka yang menjauhi gue, keluarga gue yang diujung tanduk, perasaan gue untuk Hyunjin, perasaan Felix untuk gue, ka Lucas, dan nilai nilai gue yang turun.

Rasanya kepala gue mau meledak karena terlalu banyak memikirkan masalah kecil yang tiba tiba menjadi besar, dan teguran dari wali kelas gue setengah jam lalu saat diruang gurupun membuat gue semakin pusing. Gimana gue mau mikirin nilai gue yang turun kalo gue ada masalah yang lebih mendesak?

Masalah yang menjadi akar kenapa gue gak bsia belajar dengan tenang dan fokus? Gimana gue mau belajar kalo gue selalu ketakutan dan paranoid? Takut akan banyak hal?

Kepala gue benar benar terasa penuh.

"Diem aja ri?" tanya Anyelir. Membuat atensi semua orang beralih kepada gue.

Salahkah kalo gue ngga suka dia? Dia berbicara lembut dan menyenangkan dengan mereka berempat, tapi dengan sengaja membawa topik yang gak gue tau. Ketika gue ngajak ngobrol saat hanya berdua dia pura pura sibuk sama hpnya atau menjawab gue seadanya. Dan suka bertanya seakan memberi kode menegaskan kalau gue bukan bagian mereka, dengan nada mengejeknya yang tersembunyi.

Ngga tau perasaan gue doang atau apa. Tapi gue bisa merasakan kalo Anyelir tidak menyukai gue tanpa gue tahu apa alasannya. Padahal salah gue apa sih? Kita bahkan baru kenal saat dia pindah.

"Gak, gue gapapa." ucap gue dan mereka melanjutkan pembahasan topik yang gak gue ngerti sama sekali, cafe yang baru buka, yang dua hari lalu mereka kunjungi tanpa gue.

Gue memijat pangkal hidung gue, berharap rasa pening dan pusing itu menghilang walau hanya sedikit.

"Lo kenapa?" tanya Jisung dan gue menatapnya lemah.

"Pusing, Gue ditegur gara gara nilai gue turun" ucap gue. Jisung mengusap kepala gue lembut, memberikan rasa hangat dan nyaman. Seengganya Jisung gak berubah. Ah, dia masih sama seperti dulu.

Terima kasih banyak, sung.

"Gara gara masalah lo?" tanya Jisung dan gue mengangguk.

"Dan masalah lainnya." ucap gue dan Jisung tertawa pelan.

"Kalo lo mau cerita sama gue, nanti ngomong aja." ucap Jisung. Gue menganggukkan kepala setuju, nanti pasti gue cerita.

Tapi gue ngga tau, kalo kesempatan itu sudah datang terlalu banyak, dan kesempatan itu tinggal sedikit.

Dan hingga akhirnya, gue melewatkan semuanya. Lalu harus merelakan tanpa alasan.

---

Dengan berkurangnya itensitas pertengkaran itu mendadak membuat gue makin pusing. Ya tuhan, harus darimana gue menyelesaikan semua ini?

Apalagi gue paham, ini seperti tenang sebelum badai. Badai sebentar lagi datang, mereka akan bertengkar hebat dan hanya butuh beberapa minggu hingga mereka memutuskan untuk cerai.

Dengan kemungkinan terburuk hak asuh gue jatuh ketangan mama dan kita harus balik ke Aussie. Gue memang ingin hak asuh gue jatuh ditangan mama, karena gue belum tujuh belas tahun kalau mereka memutuskan untuk cerai tahun ini.

Tapi pindah ke Aussie bukan pilihan yang menyenangkan bagi gue. Meninggalkan Hyunjin, Felix, Jisung, Seungmin, Eunbin, Nancy, Xiyeon, bahkan mereka yang baru datang dalam kehidupan gue seperti Ka Lucas, ka Yuqi, Renjun, Jaemin, Jeno dan Haechan bukanlah hal yang gue inginkan.

Mereka temen temen gue yang berharga. Yang gak mungkin tergantikan begitu saja.

Gue melirik kamar abang yang kosong. Dia udah lama ngga pulang, memilih untuk tinggal di kontrakan bersama teman temannya. Kadang gue pikir dia pasti juga kayak gue, stress dengan ini semua. Tapi ngga bisa ya dia disini buat bareng gue? Gue butuh seseorang selain gue dirumah ini.

Rumah ini rasanya sepi dan dingin karena cuma gue yang tinggal disini. Rasanya begitu hampa karena semuanya memilih pergi meninggalkan rumah ini dan gue.

Ingin rasanya gue kabur dari rumah. Tapi kalo gue ngga ada siapa yang ngurus rumah? Siapa yang bakal nyambut mereka saat mereka pulang?

Karena dengan bodohnya gue masih punya harapan itu, harapan kalau semuanya akan baik baik saja. Harapan kalau pada akhirnya mereka akan kembali bersama seperti dulu. Walau gue sangat tahu kenyataannya seperti apa.

Harapan gue ngga mungkin terjadi.

Tapi, setidaknya gue masih boleh untuk terus berharap kan?

Berharap semuanya akan kembali baik baik saja, seperti dulu. Saat orang tua gue belum berantem dan Anyelir belum datang

----

23.02.2019

Pit A Pat 📌Hyunjin Stray Kids📌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang