File No. 1

1.6K 123 2
                                    


Udara di Februari masih sangat dingin, meski sudah menginjak musim semi. Seungyoun melangkah gontai setelah keluar dari kendaraan beroda empat. Merapatkan blazer yang membalut tubuh sambil menjinjing tas kerjanya. Sebelah tangan menggenggam satu kantung tas berisi oleh-oleh.

Hari pertama setelah tiga bulan absen mengunjungi kantor. Bukan berarti dia menjadi pengangguran selama itu. Seungyoun dimutasi ke jepang untuk menghandle kantor cabang. Ternyata tidak banyak yang berubah. Kecuali wajah-wajah asing yang lalu lalang di sekitar lobi.

Dengar-dengar dua minggu setelah Seungyoun terbang, perusahaan tempatnya bekerja memasang lowongan untuk lulusan baru. Mungkin juga termasuk lowongan staff penggantinya. Sebab mustahil jika job desk Seungyoun di-back-up sendiri oleh Kim Wooseok. Anak itu sudah overload. Nanti bisa depresi mendadak.

“Seungyoun!”

Gerakannya terhenti. Seungyoun menyeringai ketika mendapati seorang gadis di balik meja resepsionis melambai kegirangan.

“Oh! Kak Seolhyun!”

Dengan kecepatan kilat, gadis berparas manis itu sudah membawa Seungyoun ke dalam pelukannya.

“Ya Tuhan! Rasanya kayak bertahun-tahun gak ketemu kamu!” seru Seolhyun memindai penampilan Seungyoun dari ujung kaki hingga ujung kepala bahkan sampai memutar badan Seungyoun,“Kamu gemukan? Pipimu kenapa bisa nyembul begini?”

Seungyoun merintih kesakitan saat kedua pipinya dicubit keras-keras.

“Masa? Perasaan selama disana, porsi makanku biasa aja,“gumam Seungyoun menangkup kedua pipinya sendiri,“Harus diet nih?”

Seolhyun menggeleng kencang. “Jangan lah! Udah trademark.”

“Maksudnya?”

“Dari sekian banyak manusia yang berada di kantor ini, pipimu doang yang bisa dikenali. Bahkan ketika kamu berdiri di tengah lautan manusia, aku bisa dengan mudah nemuin kamu.”

Seungyoun spontan tertawa renyah. Entah Seolhyun sedang mengejek atau sebaliknya. Namun, bagi Seungyoun yang tadi itu cukup menghibur.

“Ngomong-ngomong... itu buat aku?”

Pede sekali. Tidak sepenuhnya meleset juga. Seungyoun merogoh tas dan mengeluarkan satu souvenir dari negeri sakura untuk diberikan pada Seolhyun.

“Wah... makasih, Youn!”

Seungyoun mengangguk. “Aku duluan ya, kak?”

“Oke! Selamat bekerja kembali!”

Tak berapa jauh dari jaraknya melangkah, Seungyoun masih bisa mendengar Seolhyun memberi salam pada Pak Bos. Namun, Seungyoun enggan menilik sebentar. Jamnya sudah mepet, nanti malah ditanya-tanya kalau Seungyoun menyapa. Sambil menunggu lift terbuka, Seungyoun berbincang sebentar dengan rekan kerja divisi lain.

Di depan pintu lift ada sekiranya enam orang menunggu. Begitu bunyi 'Ding', mereka bergegas masuk seolah jika tidak cepat-cepat mereka akan ketinggalan. Adegan ini mirip penumpang kereta api cepat di Jepang. Bedanya, mereka tidak bisa memaksa orang-orang masuk berjubel di dalamnya. Lift tidak akan mau jalan alias mogok.

Seungyoun berdiri paling belakang mengecek ponselnya yang tadi sempat bergetar dalam saku kemeja. Pesan tersebut dari Daniel, memintanya agar tidak terlambat atau hadir sebelum bos datang. Seungyoun tidak lantas membalas pesan itu karena sesuatu menyita perhatiannya.

Tepat ketika pintu lift nyaris tertutup, sebuah tangan menyeloroh, menahannya. Pintu kembali terbuka lebar dan menampakan seseorang dengan paras yang luar biasa. Anehnya, diantara banyaknya manusia di dalam box ini, tatapan mereka yang sempat bersirobok. Namun, terputus karena yang lain tiba-tiba membungkuk-hormat. Dan lelaki itu segera membelakanginya.

The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang