File No. 12

491 61 8
                                    


Seungwoo memandang sejurus pintu kaca yang tertutup rapat. Setelah Minju ㅡ dalam kondisi sangat marah ㅡ berhambur keluar ruangan, dia berbalik menjatuhkan dirinya di kursi putar. Jari-jemari menyatu saling mengisi ruas, diketuk-ketukan ke dagu dalam gerakan cukup konstan.

Begini kah akhir dari hubungan mereka?

Mungkin benar apa yang dikatakan Minju. Tudingan-tudingannya mengenai perlakuan tidak masuk akal Seungwoo terhadap Seungyoun.

“Kalau gak suka, ngapain dulu kamu selalu bantuin dia? Nolongin dia. Merhatiin dia. Temen juga bukan. Kamu sadar gak sih? Biasanya kamu cuek ke yang lain.

Kalimat terakhir Minju terus-menerus terngiang di telinga.

Seungwoo menghembuskan napas, berat. Dia berniat melupakan masalahnya sejenak dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Sejumlah email baru telah masuk ke inbox. Dia menemukan satu email asing yang menyita perhatian. Biasanya Seungwoo takkan sudi menggubris email tersebut. Namun, kali ini terasa berbeda. Mendadak ada dorongan kuat dalam dirinya untuk tidak mengabaikan email itu.

Seungwoo menekan klik-kiri pada mouse lalu mengunduh lampiran file.

Ketika file berhasil terunduh, jendela pada windows otomatis terbuka.

Betapa terkejutnya Seungwoo melihat apa yang tersaji di depan mata. Rahang menguat. Kedua alis mengerut tak percaya. Matanya sibuk mencari-cari cela. Berjuta kali berharap ini tidak nyata. Hanya kreatifitas tangan-tangan jahil yang suka merekayasa.

Sayangnya, semakin lama ditelisik semakin Seungwoo sadar bahwa dia yang tak mau menerima.

Dada Seungwoo bergemuruh. Dia berusaha meredam, tapi semakin diredam semakin sakit rasanya.

Melewati tombol intercom, Seungwoo meminta Seungyoun untuk menghadap. Dia ingin tahu bagaimana reaksi pemuda itu. Ingin tahu kejadian yang sesungguhnya.

Seungyoun mengetuk daun pintu. Tidak sampai menunggu direspon, dia sudah mempersilakan diri masuk terlebih dahulu.

“Pak Han manggil saya?”

Seungwoo tidak menjawab. Dia justru menyerang Seungyoun dengan tatapan menusuk.

Menyadari reaksi Seungwoo, sedikit banyak menimbulkan rasa sungkan di hati Seungyoun. Oke, dia udah tahu

Kendatipun begitu, Seungyoun tetap bersikap tenang bak air dalam wadah. Dia telah menyiapkan hati untuk dicecar pertanyaan menyudutkan sekali pun.

“Kamu tahu kenapa saya minta kamu kemari?”

Seungyoun menelan ludah, tangan bergerak-gerak di balik pinggang. “Gak tahu.”

“Memang kamu orangnya begini, ya?”

“Begini gimana maksud, Bapak?”

“Careless.”

“Saya gak ngerti.”

“Gak usah pura-pura bodoh. Kamu dapet emailnya kan?”

Seungyoun menarik napas, kesal, sebal, ingin sekali menyeret kaki keluar dari ruangan ini. “Dapet.”

“Gak takut kamu?”

“Takut.” Jawab Seungyoun jujur tapi sebisa mungkin membiarkan wajahnya terlihat apatis.

“Seneng kamu nyium-nyium orang? Enak?”

Detak jantung Seungyoun meleset sekian detik. Tersinggung.

Baru kemarin dia merasa Seungwoo tak seburuk yang diduga, sekarang, persis dihadapannya, gambarannya tetang sosok Seungwoo yang baik, lebur bersama angin.

The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang