File No. 7

520 65 1
                                    

"Jam berapa modelnya datang?"

"Satu jam yang lalu, Pak."

"Di lantai dua?"

"Benar."

Seungwoo melirik arlojinya selagi menunggu lift bergerak ke lantai empat. Waktu masih menunjukkan pukul 11.17 , sekitar jam satuan dia ada meeting dengan kolega. Rencananya, saat sampai di dalam ruangan, Seungwoo akan berleha-leha sejenak memanfaatkan waktu senggangnya.

Kegiatan selama di China membuat sekujur badan Seungwoo kaku. Baik Ayah maupun Han Hyukjae tidak membiarkan dirinya rileks sebentar. Sepanjang hari yang diurusi hanyalah pekerjaan, belum lagi jamuan makan malam dengan teman-teman lama Ayah yang memakan waktu berjam-jam hingga larut malam. Berbincang ini itu, tanpa kenal jeda.

Seungwoo seperti lukisan di pameran seni, dipajang tapi cuma dilirik sekilas.

"Ah... Jihyo, jangan lupa antarkan kopi ke ruanganㅡ"

Bukan bunyi DING dari lift yang membuat kalimat Seungwoo menggantung, melainkan sosok Seungyoun yang berdiri mematung di depan pintu. Dia tidak jadi masuk, tiba-tiba menjauh dan berbelok ke kanan seperti pengendara motor yang kepergok razia polisi lalu lintas.

Ujung mata Seungwoo mengekori pergerakan Seungyoun. Dia tidak beranjak selangkah pun dari tempatnya berdiri.

Seungwoo tidak mengerti. Sekarang, setiap kali matanya fokus mengamati Seungyoun ada desir aneh yang menyelusup. Perasaan yang tidak bisa Seungwoo jabarkan secara mendetail.

"Pak...?"

Seungwoo mengatupkan rahang rapat-rapat saat pintu lift tertutup kembali. Dengan satu dengusan napas kasar dia menoleh. "Bisa gak kamu minta tolong ke Pak Kang untuk membawakan barang-barang saya yang tertinggal di bagasi mobil?"

"Siap, Pak." Jihyo mengangguk patuh.

Merujuk pada layar kecil yang terpampang di atas lift, anak panah merah sudah bergerak di sebelah angka empat. Seungwoo merapikan stelan jasnya yang sedikit kusut sebelum akhirnya keluar dari sana.

***

Suasana di divisi keuangan cukup kondusif. Meski satu dua orang kelihatan pura-pura sibuk kerja padahal aslinya menganggur.

Seungwoo memang tidak pernah menangkap basah karyawan yang menyeleweng di jam kerja akan tetapi dia diam-diam sering memergoki mereka yang tengah asik bermain game.

Ketika tungkainya melangkah melewati bilik-bilik karyawan, satu persatu dari mereka yang berselisih jalan selalu membungkuk, memberi salam.

Seungwoo menyetop lajunya di kubikel Daniel. Satu tangan bersandar santai pada sekat, menghentikan jerit mesin pencetak faktur.

Daniel yang naif, terpekur di kursinya sambil menunggu muntahan kalimat dari Seungwoo.

"Kalau Seungyoun datang, suruh untuk segera menghadap saya."

"Siap, Bos!"

Sudah cukup main kucing-kucingannya. Apakah waktu seminggu tidak jua melenyapkan kecanggungan diantara mereka?

Hidung Seungwoo mengerut begitu memasuki ruangannya, membayangkan ekspresi gugup Seungyoun setiap kali bertatap muka. Awalnya lucu, lama-lama jadi mengganggu.

Seungwoo merasa dirinya dianggap hantu yang kalau memperlihatkan wujud, semua ketar-ketir berhamburan, ketakutan.

Memang wajahnya seseram itu apa?

Tak selang dari lima menit, suara ketukan pintu menyita perhatiannya.

"Permisi?"

Seungyoun melongok dari balik pintu. Kepala dibiarkan menggantung saat menunggu Seungwoo mempersilahkannya masuk.

The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang