File No. 8

519 62 5
                                    

Begitu pintu itu tertutup, lutut Seungyoun lemas tiada tenaga. Untuk sekian detik, dia mematung disana setelah menghadapi apa yang menjadi momoknya selama bertahun-tahun.

Seungwoo tidak merespon kalimat pengukuhan terakhir dari Seungyoun, lamun air muka Seungwoo sarat keraguan ketika melepas kepergiannya.

Kalau bukan karena teretas oleh pintu kaca, mungkin punggung Seungyoun sudah bolong, dibor oleh tatapan Seungwoo.

Sekarang harus bagaimana?

Seungwoo kepalang tahu siapa dia. Seungyoun pun rasa-rasanya sudah kehilangan muka. Apalagi saat Seungwoo menyebut apa yang menjadi aibnya.

Ketika pikiran pemuda itu mengawang, pintu dari ruangan sebelah terbuka lebar. Jinhyuk muncul dengan wajah malas-malasan. Iris memindai sekitar hingga akhirnya bersabung pandang dengan Seungyoun.

“Oh, Seungyoun. Kamu nganggur ya? Sini, bantu saya antarkan ini ke Byungchan,” tukas Jinhyuk tanpa sungkan menyorongkan tote bag.

”.......kata siapa saya nganggur, Pak Lee?”

“Kata saya barusan.” Dia menjawab kilat. Petir saja kalah cepat.

“Saya banyak kerjaan, kok.” kelit Seungyoun melipat tangan di depan dada, jelas tidak mau dituduh memakan gaji buta.

“Kalau banyak kerjaan ngapain terbengong-bengong di depan pintu Seungwoo?”

“Saya gak bengong. Cuma tadi...” Seungyoun menegakkan badan. Mata jelalatan mencari alasan. Ketika matanya bersarang pada kotak jam tangan, Seungyoun segera meralat,”Saya disuruh nganterin ini ke Bapak.” Kotak hadiah dalam genggaman pun buru-buru diacungkan ke Jinhyuk.

“Apa itu?”

“Jam tangan.”

“Owalah, saya sudah dapat. Ngapain kasih saya lagi?”

Seungyoun mengerjap-ngerjap bingung. “Lho? Tadi Pak Han sendiri kok yang bilang. Suruh kasihkan ke Pak Jinhyuk aja, gitu.”

Jinhyuk tiba-tiba tertawa.”Orang semalam dia ngasih duluan ke saya. Katanya mumpung ketemu.”

Oke. Gaje betul bosnya itu. Bikin sush idup orang aja!

“Terus ini gimana?”

“Ya, gak tahu. Buat kamu kali itu. Cuma gengsi aja bilangnya. Bosmu kan suka gitu.”

“Gak mungkin lah, Pak.”

“Ya udah sih... Kalau gak percaya. Nih, ah bantu saya aja.” Jinhyuk mendorong tote bag ke dada Seungyoun. Saking kuatnya sampai Seungyoun hampir terhuyung ke belakang. Untung saja gerak reflek Seungyoun masih sangat bagus sehingga tas jinjing itu dipeluk erat sebelum terjun bebas ke lantai keramik.

“Terimakasih ya,” ucap Jinhyuk menepuk-nepuk bahu Seungyoun sebelum melenggang, memasuki ruangannya kembali.

Bibir Seungyoun mencebik.

Begini lah hidup seorang kacung.

Kenapa menjadi bawahan terkesan sangat menyedihkan?

Meski dengan hati yang kurang lapang, Seungyoun menyeret langkah-langkah beratnya menuju lift. Ditengok pula sekilas apa yang ada di dalam tas. Ternyata cuma sekumpulan katalog lama bergambarkan produk asing. Dari segi bentuk dan kualitas jelas berbeda. Merk? apalagi. Sepertinya ini dari perusahaan pesaing yang produknya tak kalah booming.

Perhatian Seungyoun kini beralih ke kotak jam tangan tadi. Ia memutar bola matanya malas. “Terus ini mau diapakan?”

Dikembalikan ke bos?

The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang