"Salah lo.. siapa suruh ngebentak pake Suara keras?" Kata Rox. Sementara Aslan kemudian menoleh kaget, bukan hanya Karena jawaban Rox tapi juga Karena Rox ditarik paksa dengan keras ke depan. Semua Mata tertuju pada 2 perempuan itu.
"Elnara Roxelena" Kata Kakak kelas itu membaca name tag Rox.
"Lo Ngerti Gak sopan Santun? Kalo Ada yang ngomong di depan.. lo Dengerin!" teriak Kakak kelas itu tepat di telinga Rox, Sementara Rox menunduk.
Aslan mencoba melihat apa yang terjadi di depan sana. Dia menengadahkan kepalanya untuk lebih jelas melihat apa yang akan terjadi pada Rox.
"IYA!! jangan bilang lo gabawa?"
"Bawa kak.." kemudian Rox berlari ke belakang mengitari lapangan yang luas menuju ke arah tumpukan tas.
Ehh buset barang apa gak yang gak dia bawa? Gue kurang lengkap gitu ngasih info nya?
Pikiran Aslan buyar ketika sekumpulan kakak kelas perempuannya yang menjadi pemimpin barisan dan oenjaga barisan belakang maju ke depan.
"Diem!!" kemudian kakak kelas itu menjambak rambut Rox ke depan. Semua siswa terkejut, sementara Rox mencoba melepaskan diri.
Aslan mulai keluar dari barisan dan masuk ke barisan kelas lain.
"Iket rambutnya tolol!!" kata Disha setelah selesai menggunting rambut Rox.
"Apa?! mau marah rambutnya dipotong?" kata Disha kemudian membuang rambut Rox ke tanah.
"Kak.. bukannya udah ada peraturan tentang penghapusan perpeloncoan ya?" kata Rox dengan suara yang tidak begitu keras tapi terdengar oleh seisi lapangan yang luas nan sunyi itu.plaakkkk!!!
suara tamparan keras seakan mengalahkan suara mobil yang lalu lalang diluar sana. Semua siswa terkejut, tak terkecuali Aslan.
"Kurang ajar ya lo!! udah gamasuk kemaren ngomong gabisa dijaga lagi!!" kata Disha kemudian mendorong kepala Rox. Sementara Rox hanya terdiam.
"Ngomong lo sekali lagi gua.."
"Kenapa kakak marah banget saya singgung masalah aturan perpeloncoan? Kontennya sensitif ya kak?" tanya Rox kembali.
Sejujurnya, Aslan bangga dengan pertanyaan Rox kepada Disha itu. Pertanyaan kreatif dan mematikan. Tapi kebanggaanya itu tertutupi oleh rasa khawatir akan apa yang terjadi pada perempuan yang semalam baru ia kenal itu.
"Anjir bener bener ya lo!!!" kemudian Disha mulai meninju ulu hati Rox dan menampar wajahnya sekali lagi.
Aslan tak berpikir panjang, dia kemudian melangkah keluar dari barisan menuju tengah lapang. Beberapa kakak kelas laki laki yang menyadari kehadiran Aslan kemudian mencoba menahan Aslan, namun mereka kalah tenaga.
Sementara Darstan hanya melihat Aslan melangkah menuju Disha tanpa mencoba menahan adik kelasnya itu.
Disha masih menendangi Rox yang terduduk di tanah. Dia kemudian mencoba menjangkau wajah Rox yang ditutupi oleh tangan Rox sendiri.
Aslan menarik tangan Disha dan mendorong tubuh kakak kelasnya itu menjauh dari Roxelena.
Perlahan Rox menengadah, dan melepaskan tangan dari wajahnya.
Aslan berjalan menghampiri Rox dan membantunya berdiri.
Disha hendak menghampiri namun Darstan menahannya."Udah Dish.. lo emang keterlaluan." kata Darstan.
"Roxelena benar. Aturan pemerintah emang jelas udah ada tentang penghapusan perpeloncoan. Tapi kalaupun sekolah ini masih pake cara 'jadul' saya hormati. Cuma aja yang kak Disha lakuin tadi itu tidak mendidik. Adapun intimidasi dalam proses Ospek, itu hanya intimidasi verbal aja kak. Tidak dengan fisik, ini keterlaluan. Namanya Bullying. Di negara manapun udah ada demo 'antibully'. Kalo sekolah ini masih pake tradisi bullying, wahh jadul banget kak. Patut dipertanyakan predikat 'favoritnya' patut dipertanyakan juga akan jadi apa siswa keluaran sekolah ini. Pinter tapi gaada akhlak." kata Aslan.
Banyak siswa tersenyum dalam diam mengagumi bagaimana cara laki laki itu berargumentasi, tak terkecuali kakak kelasnya, Darstan Zathrian.
"Udah.. maaf untuk yang tadi, kita akuin kita salah. Disha gakkan bertugas selama seminggu ini. Tapi bukan berarti proses MPLS ini gak berlangsung. Kalian berdua lari keliling lapangan basket 10 kali. Paham?" kata Darstan.
"Zevkle.. " kata Rox. Aslan menoleh pada perempuan itu.
"Artinya, dengan senang hati.. " Kata Rox tersenyum Santai. Aslan tersenyum tipis melihat wajah Rox yang sedang tersenyum kepada Darstan.
"Dengan senang hati.." kata Aslan kemudian memegang tangan Rox dan berlari menuju lapangan basket, diikuti oleh beberapa kakak kelas lainnya.
Sementara Darstan kemudian menggantikan Disha dan melaksanakan proses MPLS.************
"Aslan.." Rox Mencoba mengimbangi langkah Aslan yang besar. Namun Aslan tidak mempedulikan Rox.
"Aslan.. Bisa tolong pelan pelan jalannya?" Kata Rox yang mulai kelelahan.
"Aslan!!" Kata Rox. Aslan kemudian berhenti berjalan Dan berbalik badan.
"Apa?" Kata Aslan. Rox berjalan mendekat.
"Sorry.." Kata Rox.
"Untuk?" Tanya Aslan.
"Lo Jadi ikut Lari gara gara gue, Maaf.."
"Lari? Gak masalah Gua mah.. Gua Suka Lari. Kalopun itu hukuman, ya Gua Terima Karena tadi Gua ngalawan ke Kakak kelas, bahkan ngedorong Kakak kelas cewek. Itu resiko Gua, Dan semua itu buat lo.
Tapi yang Gua gasuka apa? Lo yang dibelain, tapi timbal baliknya apa? Lo Boong!" Kata Aslan.
"Bohong?"
"Iya! Tadi malem lo bilang lo kecelakaan di perjalanan menuju ke sekolah Makanya lo bolos. Makanya Gua kasih Tau apa yang Harus lo Bawa. Tapi tadi apa? Giliran ditanya Sama si Disha lo bilang demam. Gila lu! Tau Gitu tadi malem sekalian aja Gua berlaku kayak anak lain! Nyesel Gua ngebantuin lo!" Kata Aslan. Sementara Roxelena terdiam.
"Diem kan lo? Pembohong! Udahlah awas! Gausah buang buang waktu Istirahat gue." kata Aslan.
Dan ketika dia berbalik, Darstan sedang berdiri tak jauh darinya. Dia memainkan tusuk gigi yang ada di mulutnya.
Rox menatap takut kepada dua laki laki itu. Sementara Aslan kemudian berjalan melewati Darstan tanpa sedikitpun rasa takut, dan lagi..
Darstan membiarkan adik kelasnya itu.
