4|Mawar Merah Atau Lily Putih?

6.3K 429 4
                                    


              Aku menyeka sekitar mata yang basah setelah menangis entah berapa lama di balik pintu. Mengatur napas dan meredam sesak di dada, lalu bangkit berdiri.

Derau hujan di luar rumah membuat langkahku berhenti saat akan berjalan menuju kamar. Sesaat  hanya terpaku di tempat sambil memandangi jendela tertutup gorden.

Entah apa yang membawa langkahku hingga berjalan mendekati jendela. Lalu mengintip ke luar lewat gorden yang setengah tersibak.

Kosong. Rinai hujan yang jatuh dari langit membasahi rumput dan bunga-bunga yang kutanam di halaman depan. Tanpa sosok pria tinggi berdiri di sana seraya menatap penuh harap pada pintu yang tertutup rapat.

Alan telah pergi.

Dan setelah itu, dia tak pernah datang lagi.

.
               Suasana dapur mulai sibuk. Para koki--termasuk aku tengah bergelut dengan alat memasak. Harum bumbu masakan menguar dari panci di atas kompor.  Sementara di luar sana, meja mulai terisi oleh pelanggan. Pelayan hilir-mudik untuk mengorder menu.

"Dua porsi cah kangkung spesial, Koki Lia ini bagianmu." Kepala Koki menitah.

"Baik." Aku menyahut. Lalu mulai mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dan mengolahnya dengan cekatan.

Cah kangkung.

Alan.

Aku tercekat untuk sekian detik. Tiba-tiba saja teringat pria itu, mungkinkah dia yang memesan menu ini? Jika iya, kuharap dia tidak bertindak konyol dengan memanggil koki yang memasak pesananya, lalu membuatku berdiri dalam waktu yang lama hanya untuk menjawab pertanyaan yang tak penting.

Seperti. "Mari kita rujuk, mau ya?"

Setelah plating, pelayan segera membawa menu cah kangkung keluar dapur. Sementara di sini aku masih berdiri menunggu. Menunggu dipanggil oleh si pelanggan--jika itu Alan.

Pintu dapur berkali terbuka dan tertutup, para pelayan hilir-mudik mengorder menu. Namun, tak satu pun pelayan mengatakan bahwa ada seorang pelanggan yang ingin menemui koki yang memasak cah kangkung. Bagus. Itu artinya Alan tidak datang ke sini. Atau dia ada, tetapi tidak ingin menemuiku, lagi?

Jam istirahat para koki dimulai setelah restoran mulai lengang. Para pelanggang satu persatu meninggalkan meja kadang dengan sisa makanan di piring atau bersih sama sekali.

Kusempatkan menemui salah satu pelayan untuk bertanya sesuatu, walau terlihat dia tengah sibuk membersihkan sisa piring di meja.

Wanita itu tengah sibuk mencuci piring kotor di wastafel dan berdiri memunggungi. Aku kenal dia dan hubungan kami cukup dekat sebagai teman kerja.

"Fani," panggilku pelan. Dia lantas menoleh, sedikit terkejut raut wajahnya saat melihat siapa yang menemuinya.

"Ya, ada yang bisa saya bantu, Koki Lia?" Fani bertanya. Aku berjalan mendekat, lalu menepuk lengannya sedikit keras.

"Panggil Lia saja!" kataku. Fani terlihat mencebik.

"Ya Lia, ada apa?" ulangnya.

"Kau ingat siapa yang memesan menu cah kangkung tadi siang?" tanyaku setengah berbisik.

Fani mengerutkan kening, tampak tengah berpikir.

"Yang memesan menu itu 'kan banyak," balasnya.

Aku menghela napas. Memang banyak, hingga setiap yang memesan menu tersebut kupikir adalah Alan.

"Kau ingat pria yang tempo hari memanggilku setelah memesan cah kangkung?"

"Pria  yang mana? Pria kan banyak."

MANTAN SUAMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang