6| Rasa Bersalah

5.7K 360 1
                                    

            Alan terkapar dengan posisi meringkuk di lantai basah kamar mandi, sementara dari tempat berdiri--di ambang pintu, aku menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Alan, jangan bercanda ya! Bangun!" kataku sambil berkacak pinggang.

Aku sangat hafal tabiat Alan. Pria ini sangat jahil dan suka mengerjai orang, tetapi kali ini aku tidak akan termakan tipuannya.

"Alan kamu ada-ada saja deh, kalau mau mengerjaiku jangan seperti ini. Mana tiduran di lantai kamar mandi, itu baju kamu basah, Alan." Aku merengut saat tahu sebagian pakaian yang melekat di tubuh Alan telah basah. Sementara pria itu masih membatu di tempat.

Benar-benar pria ini, jika sudah niat mengerjai pasti tidak mau gagal! Aku melangkah ke dalam kamar mandi, meraih shower. Mengarahkannya ke wajah Alan dan siap menguyur pria itu dengan air.

"Alan, aku serius. Dalan hitungan ke tiga kamu tidak bangun, aku guyur beneran nih," ancamku. Alan tetap geming, membuat decak kesal meluncur begitu saja dari bibir ini.

Aku mulai menghitung dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Satu ... dua ...."

Aku menggantung ucapan, menatap wajah  Alan yang memejamkan mata, lekat. Baru menyadari sesuatu, bahwa wajah Alan memucat. Bahkan bibir yang biasanya tampak merah alami itu sedikit membiru.

Kuletakan shower dengan asal. Lalu duduk bertekuk lutut di sebelah Alan, kutepuk pelan pipi pria itu beberapa kali. Dia masih tak memberikan reaksi apa pun. Sontak, panik menyerangku ketika merasakan kulit Alan dingin saat tersentuh telapak tangan.

"Alan! Alan! Bangun ....," lirihku. Susah payah kupindahkan kepala Alan ke pangkuan agar tak terbaring di lantai yang dingin.

"Bangun, jangan bercanda! Bangun!" Kuguncangkan bahu Alan dengan kencang. Aku hanya ingin dia sadar, membuka mata, lalu tersenyum jahil kepadaku. Tak akan keberatan jika Alan hanya pura-pura pingsan dan mengerjaiku, asal jangan pingsan sungguhan. Aku sangat ketakutan.

Terasa rinai mengalir dari pelupuk mataku. Menetes melewati pipi, bahkan menetes jatuh membasahi wajah Alan.

Aku ketakutan setengah mati, sangat ketakutan hingga tak tahu harus melakukan apa.

Rumah Sakit. Aku harus membawa Alan ke rumah sakit.

Dengan susah payah kubopong tubuh Alan keluar dari kamar mandi. Berlari ke kamar untuk mengambil selimut, lalu membentangkannya sebagai alas untuk tubuh Alan berbaring.

"Bertahanlah ... aku mohon," cicitku dengan suara parau sambil membelai rambut Alan yang basah.

Dengan bertelanjang kaki, aku berlari keluar dari kompleks ke jalan besar. Mencari Taxi. Masa bodoh dengan tatapan beberapa tetangga dan orang-orang di sekitar, yang memberikan tatapan aneh. Seolah beranggapan bahwa aku wanita gila. Masih kususuri jalanan ramai dengan kegelisahan tak terbendung. Sesekali kepala menoleh ke kanan dan kiri. Hingga akhirnya sebuah Taxi berhasil dihentikan. Aku langsung meminta sang sopir untuk mengantarkanku ke rumah.

Sesampainya di rumah, sopir taxi itu harus membantuku membopong tubuh Alan masuk ke dalam mobil. Lalu melesat menuju rumah sakit terdekat.

Alan tak kunjung sadarkan diri meskipun berbagai usaha telah kulakukan untuk membuatnya sadarkan diri. Sementara telapak tangannya dingin, saat jemari tangaku yang gemetar menggenggam erat.

.

     Aku terduduk lesu di salah satu bangku panjang koridor rumah sakit. Di dalam ruangan, Alan tengah dirawat. Berbagai macam selang penunjang kehidupan menempel di tubuh pria itu. Membuat sesuatu di dalam dada serasa diremas oleh rasa bersalah.

MANTAN SUAMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang