Hai gais aku up nih<3
Untuk part ini aku kasih saran sih kalian harus siapin tisu, atau kain yang bisa buat hapus air mata kalian :'(
Aku nulis part ini pakai hati banget lo :'( Sampai sampai aku bisa ngerasain apa yang dirasain Langit
Aku harap kalian juga bisa ngerasain yang dirasain Langit ya :'(
Selamat terbawa perasaan :-(
Happy Reading
Hari ini Langit memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Apa yang dikatakan teman-temannya itu memang benar, sampai kapan pun ia tak akan pernah bisa menghindari masalah.
Langit memasukkan motornya ke dalam garasi, melepas helm kemudian berjalan menuju pintu rumahnya, belum sempat membuka pintu rumah, Langit sudah mendengar teriakan seseorang dari dalam rumah. Dia masih diam, mencoba menahan amarahnya dan mengontrol emosi.
"Pergi kamu dari rumah saya! Kamu bukan anak saya! Anak saya sudah mati!" ucap seorang wanita paru baya penuh emosi.
"Ma, Bintang sama bang Langit juga anak Mama," balas Bintang.
"Kamu bukan anak saya! Anak saya sudah mati dan yang bunuh anak saya adalah kakak kamu!" sahut Mama yang semakin tak terkontrol emosinya.
"Bang Langit gak mungkin bunuh Bulan Ma, bang Langit itu sayang sama Bulan. Bulan meninggal karena kecelakaan," jelas Bintang.
"Tidak, Bulan tidak akan mati kalau kakak kamu nggak sibuk sendiri, dia penyebab Bulan anakku mati dan nyawa harus dibayar dengan nyawa!" ucap Mama makin emosi.
PYARRRRR!
Mama melempar piring ke arah Bintang, untung saja Bintang berhasil mengelak.
BRAKKK!
Langit membuka pintu rumah dengan kasar, membuat bunyi mengema di ruangan itu. Dulu Langit sangat senang pulang ke rumah, namun sejak Bulan meninggal rumah ini menjadi sangat menyiksa dan menyakitkan.
Rumah sebesar ini ditempati oleh Langit, Bintang, Mama, Papa dan juga Bulan sebelum dia meninggal juga asisten rumah tangga dan sopir di rumahnya.
"Stop Ma! Kapan Mama bisa ikhlasin kepergian Bulan?" tanya Langit yang benar-benar tidak bisa melihat Mamanya seperti ini terus.
"Udah hampir satu tahun Bulan ninggalin kita Ma, sampai kapan Mama kaya gini? Kasihan Papa Ma, Bintang juga masih butuh Mama," ucap Langit lagi.
"Ini semua terjadi karena kamu Langit, kalau kamu gak sibuk sama pertengkaran itu Bulan gak mungkin meninggal. Dasar pembunuhan!!" jawab Mama.
"Harus berapa kali Langit jelasin ke Mama, Langit bukan pembunuh, Ma," balas Langit dengan tetap menahan amarahnya ia tau siapa yang sedang dihadapinya ini.
"Jangan panggil saya Mama, kamu bukan anak saya, saya tidak pernah melahirkan seorang anak pembunuhan!" teriak Mama sambil menunjuk Langit.
Ma, Langit sayang Mama, Mama boleh bilang Langit pembunuh tapi jangan bilang kalau Mama bukan Mama Langit, batin Langit
"Kita masih anak Mama, jangan kaya gini Ma, Bintang mohon," ucap Bintang yang sudah mengeluarkan air matanya, Langit yang melihat Bintang menangis, hatinya teriris ia sudah melukai semua orang dirumah ini.
"Ma, jangan ngomong gitu lagi," balas Langit .
"Sudah saya bilang, jangan panggil saya Mama! Saya bukan Mama kamu lagi sejak kamu bunuh anak saya!!!" teriak Mama sambil berjalan menaiki tangga dan meninggalkan Langit dan Bintang di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sebastian Bratadirkasa
Fiksi Remaja"Aku tidak pernah menyesal kita saling bertemu, yang ku sesali hanya rasa yang sangat besar di waktu sesingkat ini."- Aretta Queensha Kesyawari. "Bertemu denganmu adalah takdir, menjadi temanmu adalah pilihan, tapi jatuh cinta denganmu benar-benar d...