Carbonara Ramyeon

25 6 4
                                    

Caution ya
Cerita ini berlatar belakang di tahun ini, TETAPI tidak mengikutsertakan kejadian pandemi yang tengah melanda dunia saat ini. Sekali lagi, ini cuma cerita fiksi, author pribadi sedikit kesulitan kalau sampai melibatkan kejadian yang tengah menimpa dunia ini, jadi anggaplah di dalam cerita ini sama sama tahun 2020 tapi versi damainya, without covid-19.

Stay safe ya semua. Untuk sementara dirumah aja dulu baca Chit Chat di wattpad, itung itung sebagai hiburan dan membantu mengapresiasi sebuah karya walau hanya dari rumah.

Happy reading!










Kosong. Mark menatap bangunan Dormitorynya dengan tatapan gusar. Di dalam sana ramai, tapi entah mengapa di satu sudut hatinya merasa kosong.

Mark sedang tidak ingin berpura pura. Bicara dan bercanda seolah tidak terjadi apa apa. Mungkin member yang lain merasa tidak terjadi apa apa, tapi lain hal yang seorang Mark Lee rasakan.

Mark tersenyum kecut. Sepertinya presensinya memang dianggap tidak terlalu penting di sana. Seharian tidak pulang ke dorm dan menonaktifkan ponsel, ternyata tidak ada satupun yang mencoba menghubunginya.

Sekedar berbasa basi menanyakan keberadaanya pun tidak. Apa ini definisi sebuah keluarga?

Oh tidak.

Mark salah.

Barusan memang managernya meneleponnya, menanyakan keberadaannya saat ini. Tapi Mark tahu, itu bukan sebuah pertanyaan basa basi yang merujuk pada sebuah tindakan peduli. Tidak. Mark tahu managernya menghubunginya hanya karena sebuah pekerjaan bukan peduli dengan dirinya.

Sekali lagi Mark tertawa sarkas. Miris melihat hidupnya. Ia adalah member terkaya, tapi eksistensinya seolah ada hanya ketika para member lain sedang membutuhkan bantuannya. Ia member paling multitalent, tapi yang lain hanya menganggapnya serakah yang hanya peduli pada popularitas dan kesenangan pribadinya.

Kenapa? Kenapa seolah apapun yang ia peroleh memang tidak akan ada yang meliriknya. Kenapa ketika semua hal sudah Mark miliki, orang lain justru tetap menganggapnya angin lalu? Apa sebegini dosanya menjadi multitalent?

Bukan. Bukannya Mark sombong dan butuh pengakuan banyak orang. Tapi setidaknya, ia butuh apresiasi dari orang orang yang sudah ia anggap keluarga. Apresiasi atas pencapaian bukan nyinyiran.

Apa mereka tidak bisa hanya sekedar berbasa basi memuji Mark? Mengatakan bahwa dirinya sudah baik, sejauh apa yang dia lakukan memang tindakan yang benar.

Iya. Hanya itu.

Mark hanya butuh basa basi yang terdengar menyegarkan ditelinganya, bukan hal sebaliknya.

Mark menoleh, terdistraksi oleh dering ponselnya yang ia letakan di dashboard.

Pesan masuk dari managernya yang menyuruhnya segera datang karena hal penting yang ingin dibicarakan.

Mark menghela nafas pelan. Paling paling hanya omelan yang Mark dapat karena tidak pulang dan tidak ada kabar seharian. Mark sudah kenyang dengan hal itu, Mark sudah muak.

Mark turun dari mobilnya. Berjalan perlahan menuju pintu masuk dorm. Dapat Mark saksikan, betapa intens tatapan mata para member dan manager menatapnya yang baru saja masuk.

Mark mengernyit. Suasana di dalam benar benar hening, padahal ada Haechan--Si Happy virus dalam grup.

"Waeyo?*"

Chit ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang