4

2.1K 327 59
                                    

Sebuah minibus melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, adegan klise ban kempes mewarnai perjalanan mereka. Pak Zetsu sang supir bahkan berkali-kali memastikan kondisi minibus baik-baik saja sebelum menyusuri jalanan Konoha.

Akhirnya, mereka meminta sang supir untuk sedikit cepat atau berakhir menunggu kereta selanjutnya. Ban minibus itu berdecit keras, para penghuni terutama laki-laki bergegas keluar lalu mengeluarkan barang-barang dari bagasi.

"Makasih pak." Seru Naruto sembari berlari menuju stasiun.

Pak Zetsu menggelengkan kepala pelan, ekor matanya melirik Sasuke yang selesai mengenakan tas carrier nya. "Hati-hati tuan muda," Perasaannya tak enak sungguh. "kalau ada masalah di sana segera hubungi rumah."

Sasuke mengangguk pelan. "Hn. Hati-hati juga." Ia bergegas menyusul teman-temannya yang sudah di garis depan. Bibirnya membentuk kurva tipis ketika melihat Sakura ikut berlari bersama mereka.

"Ayo buruan, 5 menit lagi kereta jalan." Teriak Kiba. Pemuda itu sedikit merutuki sistem kereta Jepang dalam kondisi mendesak seperti ini.

Mereka terus berlari, beban berat di punggung dan tangan masing-masing seakan mati rasa. Sepatu mereka bergesekan cepat dengan lantai stasiun. Sedikit beruntung kawanan itu berangkat melalui peron empat. Helaan napas kasar keluar dari bibir masing-masing, sebagian gadis bersandar di tiang peron empat menunggu giliran masuk kereta. Tepat sekali, tidak ada istilah ngaret di sistem perkeretaapian jepang.

Butuh waktu sekitar 2 jam 15 menit, sekali pemberhentian di Okayama station sebelum benar-benar sampai di kota Takamatsu. Namun, itu lebih dari cukup untuk mengembalikan ATP mereka.

Pemandangan yang disuguhkan membuat bola mata mereka merasakan gravitasi yang sangat kuat. Aroma khas hamparan hijau berebut melewati indra pencium mereka. Aliran sungai yang menenangkan dipadu dengan birunya langit cukup membuat mereka untuk menarik kedua sudut bibirnya. Ah, ketenangan yang sulit didapat di tengah hiruk piruk Tokyo dengan segala kemegahannya.

Manik hitam Sasuke bergulir ke arah gadis di seberang kursinya yang tengah tertawa pelan dengan teman pirangnya. Ia dapat melihat manik hijaunya berbinar menikmati keindahan yang disuguhkan Pulau Shikoku.

Akhir tahun kedua tingkat SMA merupakan terakhir kalinya ia melihat Sakura tertawa di dekatnya. Sasuke tersenyum tipis, meskipun bukan karena dirinya namun ia tetap bersyukur.

"Hhoek."

Sakura spontan menoleh mencari siapakah gerangan yang dilanda ombak kereta. Otak dan hatinya sepakat berkata oh ketika emerald nya menemukan objeknya.

"Kau tak apa?" Tanya Sasuke pelan.

Hinata menggeleng lemah. "Eum tidak, hanya sedikit pusing," Gadis itu menyamankan posisi duduknya. "mungkin belum terbiasa naik kereta jarak jauh." Tambahnya pelan.

"Lihat deh Ra, ikemen kampus Waseda." Kata Ino sedikit keras. "Kakkoi ne."

Dahi Sasuke mengerut samar. "Istirahatlah, aku akan membangunkan mu ketika sampai."

Hinata mengangguk lemah. "Terima kasih Sasuke-kun."

Sasuke kembali melirik Sakura yang tengah direcoki racun oleh sahabatnya. Sasuke menghela napas pelan, diam-diam ia selalu berharap memiliki kesempatan untuk kembali seperti dulu.

***


Sakura tak berhenti berbinar mengagumi salah satu keindahan Tuhan. Hamparan hijau luas di Lembah Iya Pulau Shikoku membuat hatinya sedikit tergelitik. "Sugoi." Bisiknya pelan.

Isyarat[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang