Chapter 9. Pindahan

7.4K 209 2
                                    

Paginya, kami masih stay di hotel tempat resepsi semalam. Saat ini jam sudah menunjukan pukul 06:35 WIB waktunya untuk bersarapan mengisi perut yang mulai kelaparan. Rencananya, selepas selesai sarapan aku dan Mas Rian tentunya berencana untuk langsung pindah ke rumah Pak Rian setelah perdebatan semalam yang lumayan membuat otakku terasah karenanya. Jadi, memang semalaman kami semua menginap di hotel ini yang kebetulan pemiliknya adalah Papa mertuaku sendiri, ayahnya Mas Rian.

"Selamat makan semuanya" ucap Bunda mengawali membuatku tersenyum senang.

"Selamat makannnnnn" teriakku seketika membuat mereka semua menertawakanku terutama Mas Rian yang juga ikut menertawakannya, sontak saja ku hadiahi tatapan tajam ku ke arahnya membuatnya langsung terdiam begitu saja tetapi tidak yang lain, justru mereka semakin tertawa setelah melihat Mas Rian yang langsung kicep karena ku.

Sukurin tuh, lagian kenapa sih ini mulut nyambar aja sih iya tau lapar ya lapar tapi tolong dong kerja samanya ckckck bikin malu diri sendiri kan jadinya

"Hehehe maaf" lanjutku lirih, setelahnya suasana menjadi hening, tak ada suara lain yang terdengar selain suara geseran sendok yang mengenai piring. Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian sarapan kami selesai.

"Oh iya Rian, jadi langsung pindahannya?" tanya Ayah tiba-tiba, aku yang mendengarnya refleks menoleh ke arah Mas Rian dan Ayah bergantian.

Hayo loh semoga nggak jadi aamiin, masa iya secepat ini sih hadeh

"Iya yah, abis ini kita langsung ke rumah kita nggak apa-apa kan ya?" balas Mas Rian menjawab yang langsung menoleh ke arahku seolah meminta persetujuan yang ku balas anggukan pasrah.

"Ya nggak masalah dong kamu kan sekarang udah punya keluarga sendiri" lanjut Ayah.

Sebenarnya kalau aku sih setuju nggak setuju, otomatis tinggal berdua doang kan pasti sepi apalagi kalo Mas Rian ke kampus aku harus ngapain? baru juga kemaren selesain study huftt

"Ma, Bun aku tetep boleh kan main ke rumah?" tanyaku yang malah di tertawakan oleh mereka semua, membuatku menautkan alis heran menatap penuh tanya ke arah mereka. Ada yang salah?

"Haha aduh, menantu Bunda ada-ada aja deh ya boleh dong sayang."

"Kamu ini ya jelas boleh dong sayang siapa lagi kalau bukan kalian, anak Mama sama Bunda kan cuma kalian berdua nggak ada lagi" sela Mama di tengah-tengah ucapan Bunda yang masih tertawa.

Eh iya juga ya, aduh stress kali ya aku tuh. Ya gimana dong ya lagian kok aku polos banget sih asal ngomong gitu aja memalukan

"Haha sudah-sudah Rian, Papa minta kamu jaga Aprill baik-baik ya jangan sampai kamu sakitin dia. Anak Papa ya cuma dia, satu-satunya yang paling bandel tapi juga paling cengeng jangan pernah bentak dia kalau pun kamu lagi emosi apalagi kalau ada masalah selesain baik-baik oke nak" ucap Papa panjang kali lebar menasihati.

"Iya Pa siap, serahkan tugas ini kepada Rian pastinya hahaha."

[Skip]>>

Kamar hotel

25 menit lagi mungkin aku bakal jadi yang sebenar-benarnya seorang istri.

Ckckck emang dari semalem nggak apa gimana ya? tau ah pusing.

Saat ini aku bersama Mas Rian sedang bersantai-santai di kamar hotel sembari nunggu kedatangan sopir yang akan menjemput kami pulang nantinya. Ku rebahkan diriku di atas ranjang berukuran king size yang memenuhi kamar ini, ku perhatikan lurus pandanganku ke arah Mas Rian yang sedang sibuk memainkan layar tipisnya di atas sofa di sudut kamar sana.

My Husband, My Dosen [TERBIT] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang