Jeno's guitar End

387 49 6
                                    

"Lo—gapapa?"


Aku terkejut bukan karena mengetahui kalau dia hantu, kuakui aku cukup terbiasa hal-hal seperti ini sebelumnya—kasus Jessie.
Aku mendekatinya karena aku ingin memastikan apa yang kulihat saat ini.

Awalnya kulihat anak laki-laki berkulit pucat dan beberapa luka goresan yang mengkerut—seperti terlalu berendam lama di dalam air.
Bermain-main dipinggir danau, melempar kerikil dengan wajah tertunduk.

Haechan tidak melihat apa yang barusan kulihat dan mungkin—tetap sama. Aku meyakini dia arwah yang sama seperti Jessie maupun Na Jaemin sebelumnya.

Namun, perlahan semakin dia mendekat kearahku, tubuhnya yang kecil berubah menjadi remaja— sepantaran Jisung.

Suara tapak kaki yang basah, memercikan air disekitarku. Mendekatiku perlahan, tanganya menjulur kearahku, berusaha meraihku, hingga akhirnya—


"Noona"



"Noona?" Aku menatap Jisung berdiri tepat dihadapanku.

"Kau kemana saja sih? Kupikir kau diculik lagi menghilang gitu saja— kupikir akan terulang lagi—" Jisung menarik ingusnya sesunggukan, air matanya membasahi kedua pipinya, menunduk untuk bisa bertatapan denganku.

"Adikmu cengeng juga ya," komentar haechan. Seketika Jisung mengelap air matanya dengan kaos yang dikenakanya. Namun dia tetap menangis membelakangiku.

"Aigoo, mianhae, aku tidak menyangka kamu bakalan nangis kayak gini." Aku memeluk Jisung dari belakang. Berusaha membuatnya tenang. Namun malah semakin menjadi.

Melihat Jisung menangis seperti ini entah mengapa pikiranku mengarah ke anak laki-laki di danau tadi.

Melempar batu kerikil dengan wajah murung—bermain air dengan ranting kayu. Menatap villa dekat danau tanpa henti. Seperti menunggu kedatangan seseorang.

"Seoul-ssi," Aku melihat haechan di depan pintu pagar dengan sepedahnya.
Btw sejak kapan dia mengubah namaku menjadi nama ibukota sih?

"Masih pagi bikin orang kesel aja." Aku menatap arloji di tanganku terkejut melihat angka jam tertera 06.45.

"Chan buru berangkat hampir telat nih!" Aku menaiki sepedanya.

"Siapa yang suruh berangkat jam segini? Udah gue chat juga gak dibales."

"Sorry biasanya chatan dari lo kebanyakan gak penting."

"Ohh, gitu ya? Turun kalo gitu gue ngambek."

"Udah buru jalan lo gamau telat kan?"

"Ya tapi—ya iya sih. Let's go!" Haechan mengayuh pedalnya dengan kecepatan penuh.

"Noona!" Aku melihat jisung berlarian saat kutengok arah belakang. "Pengkhianat—aku ditinggal sendirian." Suara Jisung terdengar jelas walaupun ngos-ngosan saat berteriak.

Sesampainya di parkiran sepedah, aku menatap satu persatu sepeda yang terparkir—saat Haechan sibuk mengunci sepedahnya.

"Jeno udah dateng duluan gausah khawatir." Ucap Haechan.

"Sok tau banget jadi manusia."

"Abis lo ketara banget kalau suka sama Jeno."

"Diam. Nanti jadi gosip lagi." Aku membungkam mulut haechan sepanjang jalan agar tidak lagi sembarangan bicara. Dia tidak mengerti seberapa menakutkan fangirling disekolah ini. Bahkan ada pula sasaeng.

"Semalem lo gak diceramahin kan?" Raut wajahnya terlihat serius menatapku agak cemas—tapi juga tenang nada bicaranya.

"Biasa Ibu suka ngomel. Tapi ini lebih parah dari biasanya. Udah gitu belum ada dua puluh empat jam gue diculik udah sembarangan aja keluar rumah."

He is The Student Handsome(Ghost) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang