Pagi ini wajah penuh lebam milik Vesta nampak lebih cerah dari biasanya. Seseorang yang menyebut dirinya sebagai napas kehidupan itu membuat suasana hatinya gembira. Bagaimanapun Vesta tetap gadis normal yang mendambakan sebuah perhatian dan kehangatan. Walau logikanya selalu berusaha untuk menepis tapi apa daya hatinya tak bisa berdusta. Entah bagaimana ia menggambarkan perasaannya, karena ia seolah dalam apitan Deimos dan Eleos. Nano nano deh
Vesta meletakkan beberapa potong roti sisa semalam di samping Visti yang masih terlelap. Ia tak ingin membuat kucing kecilnya kelaparan lagi seperti kemarin.Sungguh ia merasa bersalah seakan membuat Visti tersiksa.
Hari ini Vesta mengikat rambut panjangnya yang biasa tergerai bebas. Mengambil tas sekolahnya dan bergegas pergi berangkat ke sekolah. Ah dia terlalu rajin bagiku, lihatlah dirgantara masih nampak gelap dan arka juga nampaknya masih malu menampakkan diri. Vesta harus berangkat sepagi itu agar tak terlambat datang sekolah karna ia hanya berjalan kaki. Jangan katakan ia tak punya uang hanya sekedar untuk naik kendaraan umum. Punya! Tentu dia cukup punya uang. Yah sebatas cukup karna ia lebih memilih berhemat, jika bisa dilakukan dengan jalan kaki kenapa tidak? Dia tak seberuntung remaja lainnya. Bisa hidup sampai detik ini ia sudah bersyukur,eh…entah bersyukur atau mengeluh? Karna doanya setiap hari adalah mati.
°°
“Caca…godain abang dungss” suara lantang itu menggema di koridor sekolah saat seorang gadis dengan rambut ponytail dan kacamata berlalu
.
“Godain teroos anak orang An, ntar sawan di bogem bapaknya lo” Yak pagi ini Ankaa, Rigel dan 3 lelaki lainnya sedang berdiri di koridor menunggu kedatangan seseorang.“Sirik ae lu tusuk cilok”
“Anak dajal emang lo,sini gue tampol biar kagak tuman” Rigel, lelaki itu hendak beranjak menghampiri Ankaa lebih dulu dihalangi oleh lelaki bertopi di sisi kanannya.
“Jangan bikin malu” ujarnya singkat
Rigel mendengus kala menatap Ankaa yang menjulurkan lidah ke arahnya.
“Dah ah mau nyamperin baby caca yang ucul. Males bi ji ti sama human baperan. Pai fans” Ankaa berlalu sembari melambaikan tangan kepada Rigel.
Jangan tanyakan bagaimana reaksi Rigel karna lelaki itu tengah melepas sepatunya hendak melemparkan kepada Ankaa. Sungguh ia benar-benar kesal dengan ucapan alay Ankaa ditambah ekspresi konyol Ankaa yang menjulingkan kedua matanya.
“Caca…kok manis banget sih?Kamu ngemilin gula ya kalo di rumah?” Ankaa memulai aksinya melayangkan gombalan gembel miliknya pada Bianca Gandari atau yang sering disapa Caca. Ankaa sudah lebih dari 4 bulan mendekati gadis ini namun nyatanya tak ada sedikitpun kemajuan
“Emang iya?” pertanyaan Caca membuat Ankaa mengerutkan dahinya. Lah ditanya kok balik nanya
“Emang iya apanya sayang?”
“Emang iya aku manis?” gadis itu memperjelas pertanyaanya
‘Ajegile aku kamu asik aw aw…tapi terlalu mainstream. Ntar kalo aing jadian sama Caca manggilnya urang maneh aja’ batin Ankaa bersorak
KAMU SEDANG MEMBACA
VECTOR {HIATUS}
Teen FictionRendam Brama Dalam Samudera Nikmati Siksa dan Nantikan Sirnanya -VECTOR Bukan tentang sebuah besaran yang memiliki nilai dan arah Tapi mereka yang bertekat namun terjerat Tentang Dia yang gigih menjadi bayangan... Dia yang tak lelah berada di belaka...