⚛DUA⚛

1.7K 248 43
                                    

"Bangsat!" umpat seorang lelaki di atas motor sport hitam. Napasnya sedikit tersengal dengan dada yang bergemuruh.

Pandangannya mengikuti sebuah civic hitam yang melaju kencang.

Beberapa langkah kaki terdengar mendekat. Dan benar, empat remaja mengerubungi dirinya. Salah satunya mencengkram erat kerah jaket miliknya. Hingga ia terbatuk-batuk dibuatnya.

"Lo ngapain anjing," ucapnya terputus-putus sambil berusaha memberontak.

"Aduh shh," ringisan terdengar dari mulut orang yang tadi mencengkram kerah jaket lelaki yang duduk diatas motor sport hitam itu.

"Goblok, lo ngapain cok?! Mau bunuh temen sendiri?" ucap seorang lelaki bertopi.

"Gue itu khawatir sama kunyuk ini. Takutnya tadi mobil bangsat itu beneran nabrak dia. Namanya juga refleks saking cemasnya gue sama dia," kilah lelaki berambut coklat itu.

"Tapi gak gitu juga oncom! Lo khawatirnya kaya mau ngajakin tawuran."

"Bacot semua elah. Diem napa," lerai lelaki jangkung bermata sipit.

"Lo gapapa kan bro?" sambungnya menanyakan keadaan temannya.

"Santai aja, gapapa cuma agak kaget aja." Ia rasa cuma sedikit terkejut, mungkin bila telat sedikit ia meminggirkan laju motornya ia yakin telah menyatu dengan aspal dilindas mobil yang dikendarai bajingan tadi.

Mengacuhkan perdebatan teman-temannya matanya menatap sebuah objek. Sosok berambut panjang berjalan terseok-seok di ujung jalan. Mencoba menajamkan pandangannya, ia mampu memandang wajah pucat yang dihiasi lebam-lebam itu. Ah menarik, matanya berhasil menangkap senyuman kecil dari bibir tipis gadis yang sedang mengelus makhluk berbulu di dekapannya.

"I find you" ucapnya dengan senyum andalannya. Tanpa berpamitan ia menancap gas meninggalkan teman-temannya yang ternganga dibuatnya.

"Lah-lah anjir, gak tau diri emang dia. Temen laknat, dicemasin malah ninggalin."

"Sama sekali gak berubah, dah yok susul dia aja." Kaki-kaki jenjang itu meninggalkan jalanan aspal yang memancarkan uap gas.

Sementara disebrang jalan sana, tangan pucat yang dihiasi lebam itu terus mengelus si manis berbulu dalam dekapannya. Dengan keadaan basah kuyup ia berhasil membawa raganya ke sebuah bangunan sederhana tempatnya hidup selama belasan taun ini. Kaki jenjangnya yang telanjang dengan sedikit pincang berjalan ke depan pintu. Belum sampai si gadis memegang knop pintu, dari arah dalam terlebih dulu melakukannya.

Kalo boleh jujur ia lebih baik dipandang ratusan mata di tanah merah ketimbang sepasang mata yang menatapnya penuh kebencian dan angkara murka. Seorang wanita cerminan dirinya versi lebih berumur berdiri di hadapannya. Seluruh raganya kini merasa gentar.

"Masih inget rumah kamu?! Tengah malam begini baru pulang?! Mau jadi wanita malam?! Brengsek! Selain pembunuh kamu juga pelacur!" Tiap kata yang terlontar begitu tak pantas untuk didengar. Bagaimana bila makhluk yang harusnya bersikap lemah lembut malah berkelakuan layaknya makhluk tak terpelajar. Terkutuk kau wanita biadab

"Maaf Ma, Arghh sssshh." Belum sampai sang gadis menyelesaikan ucapannya, tarikan kuat di rambut membuatnya merintih kesakitan. Seakan tak cukup dengan sebuah jambakan sekarang tamparan kembali ia dapatkan. Luka di sudut bibirnya yang sebelumnya belum mengering kini menganga bertambah lebar.

"Hikss am- mpun ma," rintihnya tak berdaya.

Tanpa aba-aba, si pelaku mendorong sekuat tenaga hingga si gadis terjerembab ke lantai. Oke nyonya pertunjukan yang memukau. Seakan tak memiliki belah kasih dan hati nurani, wanita paruh baya itu memasuki rumah dan membanting pintu dengan kencang. Hawa  kemurkaan yang terasa begitu menyesak. Ah ku harap angin-angin yang berlalu bukan jelmaan dari Lissa yang membawa seluruh kemarahannya menyelimuti manusia.

VECTOR {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang