35 [Liquid quick]

1.3K 107 18
                                    

Layaknya habis meneguk Felix felicis, para penyihir putih yang terkumpul dalam koloni itu tertawa gembira ditengah pendar purnama yang bersinar. Bagaimana tidak, setelah dibukanya kitab suci heredis, mereka seolah-olah mendapat sebuah jalan keluar untuk mengalahkan tirani penguasa Elder yang hampir menyusahkan seluruh penghuni bumi tengah.

"Sebaiknya kalian tidak tertawa dulu, karena belum tentu benar ramalan yang dilakukan Peverell." Wister, si penyihir putih itu tampak meragukan ramalan yang dilakukan temannya perihal si-pemilik yang dicurigai masih hidup, pasalnya sangat tidak masuk akal meski hal-hal mustahil yang sulit dihubungkan dengan akal pikiran terjadi. Karena memang bumi tengah sebuah tempat yang penuh akan keajaiban.

"Jangan meragukan ramalan ku! Aku bukan peramal biasa Wister!" Peverell maju, penyihir putih wanita itu menghampiri wister sambil menunjukkan bola putihnya yang mengkilap, ingin sekali membuktikan bahwa si-pemilik masih hidup.

"Baiklah sebagai bentuk pembuktian ramalan ku, aku sendiri yang akan mencarinya, akan ku dapatkan pangeran itu agar bisa ku tuntun melawan Penguasa Elder." Sekian detik berikutnya, Peverell menghilang. Wister hanya bisa tersenyum lebar melihatnya.

"Semoga berhasil peverell…"

*

Sebuah piramida kehidupan kembali berjalan normal di Green forest, tempat hijau penuh kesejukan yang kembali dirasakan melalui hirupan udara para peri ber-ras Elder. Jubah putih hingga hentakan tapal kuda yang melaju tanpa batas itu mengitari pepohonan sambil mencari-cari rumah mereka yang hampir dilupakan tempatnya, maklum sudah satu dasawarsa terakhir mereka tidak kesini bahkan untuk sekedar mengecek rumah asal mereka sebab hanya tak ingin kenangan Indah mengusik kehidupan mereka yang mendadak berubah buruk. Namun kini mereka sudah bertekad apapun yang terjadi semua akan kembali seperti semula dan mereka akan tetap bersama.

"Sepertinya ini rumah kita." Adrian berhenti di depan rumah yang tampak kumuh tak terawat, banyak akar liar merambat disana, juga debu yang menumpuk hingga kayu yang hampir lapuk.

"Ya, dan kita harus membersihkannya dulu." Medha menyahut.

"Malas sekali rasanya, kita baru saja tiba dari perjalanan jauh yang menguras tenaga dan masih harus dihadapkan dengan kegiatan bersih-bersih." Xenon tampak mengeluh pada saudaranya yang lain. Memang tak dapat dipungkiri Xenon adalah saudara mereka yang paling pemalas.

"Ah baiklah, daripada aku terus mendengarkan rengekan mu yang tak berfaedah, lebih baik kau istirahat di pohon itu dan bawa Shinra  bersama mu." Medha menyahut hingga disambut kalimat protes Rex akan ketidakadilan yang ia terima.

"Tidak bisa, itu tidak adil."

"Diamlah bodoh, kau itu kakaknya, biarkan saja dua yang termuda berisitirahat." Oliver menoyor kepala Rex dengan pelan, bermaksud menyadarkannya.

"Ah kalian ini memang tak pernah bersikap adil pada ku."

Selanjutnya mereka mulai bergotong royong membersihkan tempat tinggal mereka, walaupun tidak kembali seperti semula, namun kali ini rumah itu tampak layak untuk ditinggali.

Adrian yang hendak masuk tampak dicegat oleh Medha.

"Kau tak ingin menjemput Selena? Dia pasti sedang mengkhawatirkan mu." Ucapnya pada sang kakak.

"Benar juga, baiklah kalau begitu aku akan mengajak Shinra besok kesana, aku yakin bocah itu merindukan Rivendell." Adrian menyahut sambil memanggil Shinra yang sedang berbincang bersama Xenon.

Hari itu mereka lanjutkan dengan beristirahat, tubuh mereka sudah terlampau lelah karena perjalanan beberapa pal menuju ke Green forest.

**

Prajurit Elder yang baru saja sampai di Istana tampak berbaris dengan lesu sebab sudah menebak apa yang akan terjadi nantinya. Legolas akan marah dan mereka bisa jadi akan mendapat hukuman. Kendati demikian, mereka juga sudah menyiapkan berbagai kalimat pembelaan terkait hal yang sudah terjadi. Terutama saat pasukan Teratora yang tersisa menghadang mereka hingga pasukan tersisa setengah setelah terlibat perlawanan yang cukup sengit. Tak bisa dipungkiri kalau pasukan Teratora cukup handal dalam konteks berperang hingga memanfaatkan situasi dengan senjata yang seadanya.

Sekonyong-konyong terdengar suara Legolas yang menggelegar dari sudut ruangan, tirani elder itu tampak berjalan tergesa-gesa dengan jubah putih panjangnya yang menyapu lantai sambil mengomeli pasukannya yang tidak becus saat diberikan sebuah tugas. Sejujurnya Legolas hampir mirip perempuan karena handal sekali dalam mengomel.

"BUKAN KAH SUDAH KUBILANG BAHWA AKU TIDAK MEMPERBOLEHKAN KALIAN PULANG JIKA TIDAK MENANGKAP MEREKA!"

"Ampun paduka, kami benar-benar berusaha keras mengejar mereka, namun kami kehilangan jejak karena sempat dihadang pasukan Teratora yang tersisa di Uruk-hai." Seorang prajurit maju sambil melakukan upaya pembelaan, namun apa yang didapat selanjutnya ialah prajurit tersebut malah meregang nyawa ditempat sebab Legolas melemparkan pedangnya hingga tepat mengenai abdomen prajurit malang tersebut.

"Adante, cepat hukum para prajurit ini. Aku tidak suka sekali prajurit yang selalu melawan." Titah Legolas pada tangan kanannya.

Sungguh Legolas adalah Raja Elder terkejam sepanjang sejarah pemerintahan kerajaan Elder.

***

Keadaan Rivendell tampak sunyi dan tenang seperti biasa, seorang pelayan tampak berjalan tergesa-gesa di koridor istana yang panjang, ditangannya tampak nampan dengan cangkir beriak yang berisi teh krisan. Tujuannya saat ini ialah ke kamar sang Putri, tinggal beberapa meter tugasnya selesai, ia tinggal menaruh cangkir tersebut di hadapan Putri Selena, namun mengapa tangan pelayan tersebut tremor hingga terus menerus menghela nafas layaknya mendapat tugas membunuh seseorang. Tampak gugup hingga matanya berkaca-kaca. Mili sekon kemudian pintu kayu berukir itu terbuka menampilkan sosok sang Putri yang tampak cantik dalam balutan gaun berwarna langit. Ia tersenyum sekilas, menampilkan tatanan gigi putihnya yang rapih, sosok Putri yang ramah bagi kebanyakan orang.

"Kenapa tidak lekas masuk? Aku sedari tadi menunggu teh krisan pesanan ku." Ucapnya lembut, merefleksikan diri melalui sikap dan cara bicaranya. Selena memanglah putri yang sempurna.

"Ma-maaf tuan Putri, ini pertama kalinya saya bekerja disini." Pelayan tersebut menjawab sembari menunduk, tak berani menatap mata Indah Selena lantaran ia akan merasa sangat bersalah saat menatapnya. Bagaimana mungkin ada orang sejahat dia.

"Baiklah, aku maklumi, sekarang masuklah dan taruh cangkir itu di nakas. Aku akan keluar sebentar mencari sesuatu." Pelayan tersebut mengangguk dan masuk melaksanakan tugasnya.

Setelah dirasa Selena pergi, ia keluar kamar dan berlari ke dapur umum. Disana seorang prajurit menyiapkan buntalan kain berisi baju-bajunya dan sekantong koin emas pada pelayan tersebut agar segera pergi dari Istana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crystal HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang