-Rindu Yang Terobati-Saat itu Sean dan Avian berbeda haluan. Sean memilih bertahan di gerbang dan berusaha menyerang mereka demi keluar dari Ujung timur yang terkutuk. Sedangkan Avian memilih kembali masuk kedalam. Menjauh dari gerbang dan tidak ingin ikut membantu temannya yang selama ini selalu menemaninya. Ia lebih memilih ke gubuk yang mereka bangun hingga tanpa sadar tertidur. Melupakan sesuatu yang penting hingga dipagi harinya ia menemukan temannya itu tak kembali. Terpaksa ia harus menyeret tubuhnya kembali ke gerbang dan menemukan Sean yang sudah tewas dengan berbagai tusukan pedang ditubuhnya. Tak jauh darinya banyak pasukan gugur dan tersisa sedikit hingga memilih kabur agar lepas dari amukan Sean semalam. Hancur sudah hati Avian. Tidak ada lagi yang menemaninya di tempat terkutuk ini. Seharusnya semalam ia membantu sahabatnya atau barangkali membujuknya agar menghentikan pertarungannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Percuma saja Sean tak akan kembali. Tubuh itu sudah terpisah dari jiwanya.
Ia membawa jasad temannya dan menguburkannya di samping gubuk mereka. Air matanya tak berhenti mengalir, sakit sekali rasanya ditinggalkan untuk kesekian kalinya. Apalagi Sean saat itu sedang dalam keadaan marah padanya dan belum memaafkan dirinya.
"Maafkan aku sungguh." Kalimat itu terucap saat perlahan tubuhnya menjauh dari makam Sean. Avian sudah memutuskan mencari kakaknya, meninggalkan Ujung timur dengan semua kesakitannya. Tanpa ia tau bahwa kakaknya juga tengah mencarinya.
*
Ke-enam saudara Quendi beserta Ellea tengah melajukan kudanya dengan cepat. Mereka tengah dikejar waktu agar cepat sampai ditempat tujuan. Rasanya benar-benar tak sabar untuk memastikan bahwa Shinra berada disana. Setelah tujuh jam perjalanan, mereka memilih beristirahat dibawah pohon yang rindang. Kuda-kuda mereka ikat dibatang kokoh pohon dan mereka memilih menyandarkan punggungnya. Membuka bekal yang telah disediakan Selena untuk disantap kala lapar. Semuanya berjalan seperti biasa sebelum mereka dikejutkan dengan datangnya gerombolan prajurit Elder yang lari tunggang langgang bagai dikejar sesuatu yang menakutkan di belakang. Terpaksa Xenon yang penasaran segera menghampiri mereka.
"Kenapa kalian berlarian seperti itu? Ada apa dibelakang sana?" Ia memegang bahu prajurit itu. Berusaha meredam ketakutan yang mereka alami.
"Serigala, ah tidak. Manusia serigala itu tengah mengamuk. Habis semua teman kami." Ucap prajurit tersebut sedikit parau.
Seketika itu kening Xenon mengerut. "Memangnya dari mana kalian?" Rex menyusul Xenon. Berusaha menggali informasi dari para prajurit itu.
"Dari Ujung timur. Meskipun sudah sedikit jauh dari sana, tapi kami masih merasa takut." Sontak saja Rex dan Xenon terkesiap. Ujung timur adalah tempat Shinra berada. Ini menjadi kesempatan bagus bagi mereka untuk mengulik berbagai informasi dari prajurit tersebut. Dan mereka bilang bahwa ada dua orang disana yang mereka temui. Yang satu adalah seorang werewolf dan satunya lagi seorang pemuda. Menurut mereka, sebelum pertarungan itu terjadi, kedua orang itu sempat berdebat cukup lama hingga si pemuda pergi meninggalkan werewolf tersebut sendirian.
Adrian dan keluarganya menduga bahwa si-pemuda tersebut adalah Shinra, adiknya. Mereka yang tak mau membuang kesempatan segera berkemas dan melaju lebih cepat ke Ujung timur. Hingga sekitar tiga jam mereka sampai dan langsung dihadapkan suasana gerbang Ujung timur yang penuh mayat berserakan. Bau anyir darah bahkan tercium begitu kuat hingga membuat mereka tak tahan serta lebih memilih memasuki tempat itu lebih dalam. Namun mereka tak menyadari bahwa sejak mereka berada di gerbang, seseorang tengah mengikuti dengan nafas yang sedikit tak teratur.
Hingga……
"AGLAIA, AKU AKAN MEMBUNUH MU SIALAN!" Dia berlari dan menyerang Aglaia yang berada di belakang. Hingga membuat para Quendi di depannya menoleh dan terkejut secara bersamaan.
"Shinra!"
"MATI KAU PENGHIANAT!"
"Pangeran hentikan!"
Mereka mencoba memisahkan kedua orang itu. Seseorang yang mengikuti mereka sedari tadi adalah Shinra yang selama ini berganti nama menjadi Avian, tinggal di Ujung timur hingga keberadaannya tak tercium siapapun. Xenon dan Adrian mencoba menarik Shinra sedangkan Rex dan Medha mencoba melepaskan tangan Shinra yang mencekik kuat leher Aglaia.
Hingga selang beberapa detik kemudian mereka bisa dipisahkan. Xenon segera memeluk tubuh yang selama ini ia rindukan. Menyesap aroma sang adik dalam-dalam hingga rasa rindu yang sebelumnya mencuat itu terkubur rapat, sebab Shinra masih hidup dan saat ini berada dalam pelukannya. Rasanya seperti mimpi, saat dirinya begitu lelah menahan rindu selama ini. Hingga dipertemukan kembali pada Shinra oleh skenario yang tak terduga.
"Shinra, terimakasih telah kembali." Adrian mengusak rambut legam sang adik. Air matanya tak henti menetes.
Ia begitu bahagia hari ini, kendati tak bisa dipungkiri ada rasa khawatir yang ikut menyeruak di hatinya, terkait dengan tatapan tajam Shinra serta usahanya yang menggebu-gebu untuk membunuh Aglaia.Namun saat hendak ikut mendekap Shinra, ia harus dikagetkan saat adiknya itu tiba-tiba tak sadarkan diri dipelukan Xenon. Matanya tertutup rapat tanpa celah sedikitpun serta nafasnya yang terasa berat, membuat semua yang ada disana merasa khawatir.
"Kak Adrian, Shinra kenapa?" Oliver berlari mendekat diikuti Ellea yang hendak memeriksa keadaannya.
Xenon dan Adrian pun membaringkan tubuh Shinra di rerumputan hijau, sedangkan Aglaia masih ditenangkan oleh Medha. Ia tau kakaknya itu tengah ditempa oleh rasa kekecewaan sebab Shinranya terlihat begitu membencinya.
"Shinra tidak sadarkan diri. Aku tidak tau mengapa, tapi ada aliran energi aneh yang menguasai tubuhnya." Ellea tampak serius berbicara.
"Apakah dia akan baik-baik saja?" Rex lekas bertanya pada Ellea.
"Aku benar-benar tidak tau tentang itu. Tapi tubuh pangeran Shinra merespon dengan baik. Tubuhnya tampak terlatih untuk beradaptasi." Jelas Ellea lebih lanjut.
"Shinra membenci ku." Aglaia tak kuasa menahan tangisnya, ia bahkan sama sekali tak memperdulikan lehernya yang masih terasa sakit sebab cengkraman tangan adiknya yang begitu erat.
"Kita tunggu Shinra sadar kembali. Aku akan membantu mu membujuknya." Adrian menepuk pelan bahu sang adik dan memilih duduk disamping Aglaia. Sedangkan yang lainnya masih mengerubungi Shinra yang tak sadarkan diri.
"Lihatlah Rex, adik kita kembali." Xenon berucap penuh haru sambil mengelus pipi Shinra.
"Dia tampak lebih maskulin sekarang, lihatlah otot-otot ditubuhnya." Respon Rex sambil menatap tubuh pangeran Shinra yang terlihat lebih tinggi dan tegap.
"Tapi wajahnya tetap sama, masih seperti bayi, menggemaskan sekali." Medha menyahut sambil bersedekap dada.
"Kak Medha, apa kau pikir Shinra akan kembali seperti semula?" Rex mengangkat wajahnya, memandang sang kakak dari bawah.
"Menurut mu? Kau lihat sendiri bukan, bagaimana Shinra yang sangat ingin membunuh Aglaia." jawab Medha.
"Itu pasti karena kak Aglaia yang menculik Shinra hingga dia harus berakhir di meja bundar Elder."
"Memang penghianat itu pantas mati. Kalaupun nanti Shinra meminta bantuan ku untuk membunuh Aglaia aku akan siap melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crystal Heart
عشوائيBagaimana jadinya jika seorang pangeran hadir disebuah keluarga Quendi? Tanpa mereka ketahui akan makna implisit yang diberikan sang Raja akan maksud tujuannya. Para Quendi itu dituntut untuk tau secara sendirinya akan teka-teki yang muncul secara p...