Prolog

620 54 0
                                    

Gadis berambut panjang itu tidak pernah membayangkan ia akan mengalami hari yang begitu menyakitkan. Selama ini ia selalu mendapat banyak cinta dari orang-orang disekelilingnya, baru hari ini Yewon justru medapatkan kepahitan dari salah seorang yang dicintainya.

Gadis itu menangis sesenggukan disebuah bangku taman yang menghadap tepat ke Sungai Han yang membentang. Ia sama sekali tidak mempedulikan orang-orang yang berlalu lalang dan melihat heran kearahnya yang tengah menangis, ia benar-benar seolah merasa jatuh terhempas dan merasakan sakit diulu hati dan hanya tangis yang mampu meredakannya. Sampai suara dering telepon genggam menarik atensinya yang masih berusaha menenangkan diri menghapus air mata yang tak berhenti mengalir. Sembari sebelah tangan merogoh tas selempangnya ia merapikan rambutnya yang berantakan ditiup angin.

Setelah melihat siapa yang melakukan panggilan tanpa menunggu dering kedua Yewon langsung mengangkatnya.

"Y-yeoboseyo (halo)," menjawab dengan sedikit tergagap Yewon berusaha menenangkan dirinya.

"Yeoboseyo umji-yaa, apa kabarmu? Sudah lama tidak mendengar suaramu," seseorang menjawab diseberang sana dengan suara ramah dan lembut menyapanya.

"O-op-opppaaaaa, hiks," Yewon tak lagi bisa memendung lagi tangisan yang sempat ditahannya ketika manjawab panggilan pria tersebut.

"W-wae(kenapa) umji-ya? Mengapa menangis? Apa yang terjadi padamu?," pria diseberang sana terdengar sangat khawatir .

"Op-oppa(panggilan kepada pria yang lebi tua) bolehkah aku kesana? A-aku akan menceritakan semuanya disana, s-sekarang aku tidak bisa menceritakannya padamu o-oppa," Yewon sedikit terbata disela-sela bicaranya karena menahan dirinya yang masih tersedu dalam tangis.

"Tentu saja umji-ya, atau apa perlu aku yang ke Seoul sekarang juga?" pria diseberang sana kembali bertanya khawatir.

"T-tidak oppa, aku saja yang kesana," tangisnya mulai reda

"Baiklah, kapan kau akan kemari?"

"Mungkin besok lusa oppa,"

"Baiklah, aku tunggu Umji-ya" terdengar bunyi tut tut beberapa kali menandakan pria itu telah mematikan sambungan telepon seluler mereka.

Sudah hampir tiga puluh menit lamanya Yewon duduk dibangku taman seorang diri meski kini tangisnya sudah tidak terdengar lagi, namun air mata masih sesekali mengalir di kedua belah pipi chubby-nya. Ia harus bisa melewati ini semua, biar ini menjadi pengalaman berharga bagi Yewon. Lebih baik ia meninggalkan Seoul untuk sementara dan mengunjungi Park Jimin sepupunya. Ia yakin disana Jimin akan mampu menghibur dan menenangkannya.

💜💜💜

17 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang