-11-

229K 16.5K 799
                                    

Tandai typo dan kejanggalan.

❄❄❄

Spesial Pak Sat POV

Bekerja menjadi dosen sambil mengurus perusahaan bukan hal yang mudah sebenarnya, tapi seperti yang pernah saya bilang ke Kiana, saya senang berbagi ilmu.

Terutama pada jiwa muda yang saya yakini masih punya semangat menggelora, membantu mereka membentuk dan mambangun diri menjadi wirausahawan mungkin menjadi salah satu hobi saya di kampus ini.

Banyak mahasiswa yang datang konsultasi bertanya bagaimana jika mereka mencoba begini dan begitu. Saya akan dengan senang hati mendengar ide mereka dan memberi nasihat singkat.

Di umur tiga puluh tahun ini, memang saya memiliki pencapaian yang cukup tinggi. Perusahaan properti yang saya punya adalah hasil kerja keras dari saya dan Satrio. Bisa berada di titik ini pastinya tidak mudah, awalnya kami merintis bersama namun akhirnya saya membiarkan perusahaan ini dipegang oleh Satrio dan saya hanya menjadi dosen di beberapa universitas serta membantu Papa di restorannya. Hanya mengurus keuangan. Iya, saya bukan anak konglomerat yang sudah diwarisi tahta oleh orang tuanya, hanya Papa dan restorannya yang mulai berkembang.

Tapi semenjak Satrio dan istrinya pergi, meninggalkan satu malaikat kecil yang selalu ingin saya lindungi. Saya mulai mengambil alih perusahaan kembali, tepatnya di umur dua puluh enam tahun. Satrio memang berani untuk menikah muda, dia menemukan seseorang yang tepat diumurnya yang masih dua puluh tahun dan menikah tepat pada ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Saya ingat, Nilam, Maminya Gia hadir disaat saya dan Satrio masih merintis, dia menemani dan menguatkan Satrio kala kami hampir saja jatuh. Wanita yang luar biasa.

Saya sempat kacau karena kehilangan Satrio di hidup saya dan di perusahaan. Namun, di pikiran saya, perusahaan ini harus tetap ada untuk menghidupi Gia. Akhirnya, saya bangkit dan mengambil kendali penuh.

Kegiatan menjadi dosen tidak lagi bisa dilakukan sebanyak seperti biasanya, saya pilih mengambil satu mata kuliah dan menjadi dosen pembimbing di satu universitas swasta yang tidak terlalu mengikat. Kegiatan di restoran Papa juga sepenuhnya terhenti.

Boleh saya bercerita sedikit tentang Gia? Tapi saya tidak perlu persetujuan kalian.

Saya ingat, saat itu Satrio dalam perjalanan dari Bandung menuju Jakarta. Saya tidak tau persis apa yang sebenarnya terjadi, tapi yang jelas saya dikabari pukul dua malam jika Satrio dan Nilam mengalami kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit.

Bergegas, secepat kilat saya mengendarai mobil menuju rumah sakit tersebut. Sedikit saja kesalahan malam itu, mungkin saya akan berakhir sama dengan Satrio. Jika saja saya tidak bisa mengendalikan kecepatan mobil yang saya kendarai.

Begitu saya tiba, satu pukulan menghantam tepat di relung hati saya. Satrio meninggal dunia tepat saat saya baru saja melangkahkan kaki masuk ke rumah sakit.

Sebagai anak kembar yang sejatinya selalu bersama, hal seperti ini pasti menghancurkan saya. Saya menangis, kehilangan teman sejanin saya. Dua puluh enam tahun hidup kami selalu bersama dan hari ini kami dipisahkan.

Saya melihat Bunda yang kini menangis di pelukan Papa. Tidak ada bedanya, lelaki pertama di keluarga inipun mengeluarkan air mata.

Rena yang saat itu baru berusia tujuh belas tahun menangis kuat kehilangan sosok abangnya. Rena sangat dekat dengan Satrio karena Satrio selalu memanjakannya. Jarak kami yang cukup jauh sedikit membuatku malah terlihat seperti ayahnya. Jika Satrio yang memanjakannya, maka saya yang mendidiknya.

Karena tidak tahan melihatnya meraung, sayapun mendekat, mendekap tubuhnya yang sangat jarang saya peluk. Disana kami hancur bersama untuk kali pertama merasakan kehilangan terbesar.

KIASA [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang