-01-

286K 18.3K 808
                                    

Tandai typo dan kejanggalan ya!

❄❄❄

Kalau kalian berpikir aku asisten dosen maka jawabannya tidak, kalau kalian berpikir aku ketua kelas maka jawabannya tidak, kalau kalian pikir aku penanggung jawab mata kuliah maka jawabannya tidak, kalau kalian berpikir aku kekasih Pak Satria maka jawabannya "Maunya sih gitu," hehe.

Awal mula aku menjadi babunya Pak Satria karena aku yang bermasalah. Mahasiswi bermasalah di pertemuan pertama. Saat pertemuan pertama mata kuliahnya, aku dengan cantiknya asik bermain ponsel karena merasa jenuh dengan perkuliahan yang hanya berisi kontrak kuliah. Setelahnya dia menandaiku dan berkata akan terus memantauku, jika aku berulah lagi maka aku akan dapat nilai akhir abjad ke lima alias E. Ya mana mau, ini semester terakhir dan hanya karena mata kuliahnya yang sialnya ada tiga sks aku harus mengulang di semester depan? Oh tidak bisa, aku ingin segera menggunakan toga.

Tapi apa aku membencinya? Tidak, setelah kejadian itu aku malah semakin senang dengannya. Seolah hanya namaku yang dia hapal, dia jadi selalu menyinggungku entah dalam hal menyindir atau sekedar mengetes pemahamanku dalam mata kuliahnya. Lebih-lebih ya paling jadi kaki tangan dia, disuruh ambil ini itu, mengabari ini itu, persis babunya lah.
Kenapa bisa suka Pak Satria?

Tidak tau, sebenarnya tidak terlalu serius. Aku tu suka banget akhir-akhir ini baca novel tentang mahasiswa dan dosen. Walaupun aku tidak yakin itu nyata, tapi Pak Satria seolah jadi orang yang bersedia di khayalkan dengan cerita-cerita itu. Visualisasinya begitu kuat sehingga aku makin lama makin tertarik dengannya.

Kabarnya sih Pak Satria jomblo, karena kata anak-anak dosen di sini setiap ada acara Pak Satria gak pernah bawa gandengan. Jadi ya aku semakin senang dan sedikit terang-terangan menyukainya. Walaupun mungkin dia masih belum tau.

Sekedar suka apa salahnya? Kalau lebih beruntung namanya.

Aku juga tidak tau pastinya bagaimana kehidupan dosenku itu, karena seperti yang kita tau dosen muda belum punya pasangan tu langka, mentok-mentok ya duda. Jangan-jangan benar Pak Satria duda? Omg, apa aku bakal tetap suka dia kalau dia duda?

Aku mengetuk pintu di depanku, lalu masuk ke dalam. Disana pria tampan yang menjadi kekaguman seluruh mahasiswa jomblo sedang sibuk dengan laptopnya yang harganya bisa beli motor. Susah emang kalau udah lihat orang kaya, bawaannya suka iri.

"Pak," sapaku lalu duduk di sofa yang ada dalam ruangannya. Wajarin aja ruang dosen begini, ini kampus elit memang, aku saja kuliah di sini karena beasiswa jika tidak? Mana mungkin.

Hebat kan? Otak pas-pasan tapi dapat beasiswa, rejeki namanya dari aku yang tidak pernah lelah berjuang.

Pak Satria masih sibuk dengan laptopnya, aku jadi jengah sendiri, dia menyuruhku kemari tapi malah mengacuhkanku.

"Pak, saya ada kelas sebentar lagi." Aku ingat, satu kelas lagi untuk hari ini. Dia masih diam, aku melirik jam tanganku melihat angka yang menunjukkan lima belas menit lagi pukul satu siang yang artinya kelas akan dimulai.

Kenapa sih ini?! Kenapa aku malah diabaikan?

"Pak, saya pergi ya. Kelasnya udah mau mulai," aku berdiri hendak melangkah keluar sebelum suaranya meninterupsi.

"Kamu terlambat menemui saya!" Oalah ngambek toh kiranya, ada-ada saja bapak ini. Sudah bangkotan masih saja ambekan.

"Saya lagi makan, Pak. Kan sudah saya bilang." Loh he?! Bisa gak sih kasih kelonggaran dikit, ini tadi baru ketemu loh? Aku tinggal makan sebentar aja udah kangen nguruh ke ruangannya lagi. Aku tau aku cantik.

Aku terkekeh dengan pemikiranku, dia menatapku tajam seolah tau aku menertawakannya. "Saya pamit, Pak. Kalau ada perlu chat saja, saya selalu siap sedia untuk Bapak!"

"Tunggu," aku menoleh, ayolah jangan drama lagi aku sudah hampir telat ini.

"Bantu saya koreksi ini!" Loh he?!

Aku melihat setumpuk kertas yang sudah dia siapkan, enak saja, siapa dia memerintahku?!

Dia dosenmu Ana.

Aku menepuk jidat, "Pak, saya udah telat. Pamit ya, Pak!" Aku berlari meninggalkan ruangannya.

Satu, aku menolak perintahnya.

Dua, aku benar-benar sudah telat.

❄❄❄

Ternyata kegigihan Pak Satria kali ini tidak hanya berakhir saat aku kabur tadi. Dia mengirimiku pesan mengatakan kalau aku harus ke ruangannya lagi atau nilaiku akan bermasalah.

Kalau untuk yang satu ini, emang gak ada enak-enaknya dekat sama dosen, dikit-dikit nilai kamu nanti begini dan begitu.

Aku menekuk wajahku begitu masuk ke ruangannya, ada kakak tingkat yang tadi berada di kantin kalau tidak salah namanya Jessy. Orangnya memang cantik dan asik, tapi tidak tau mengapa setiap bertemu denganku wajahnya berubah masam. Kini dia menatapku sebal, pasalnya aku masuk tanpa sopan santun, mengetuk pintu pun tidak sangkin kesalnya. Aku langsung duduk di sofa seperti biasa menunggu manusia satu itu selesai bimbingan.

Eh bukannya dia bilang di rumah Pak Satria? Yah ketahuan deh kalau bohong.

"Masih lama gak Pak?" Suaraku meninterupsi kegiatan mereka, pasalnya aku takut jika terlalu sore tidak akan ada angkutan umum lagi. Lalu, bagaimana aku bisa pulang?

"Lo bisa diam gak sih? Gue lagi bimbingan, kalau gak mau nunggu keluar sana!" Bukannya Pak Satria yang menjawab tapi malah si Jessy kampret.

"Sebentar lagi," ah itu dia suara tegas kesukaanku. Aku tersenyum meskipun sempat kesal dengan si iblis cantik yang satu itu. Ih geli bilang dia cantik, cantikan juga aku.

Benar saja, tidak sampai sepuluh menit Pak Satria sudah mengakhiri bimbingannya walaupun Jessy sempat mengulur-ngulur bertanya tidak jelas.

Sedari tadi aku mendengar perbincangan mereka, ternyata ngurus skripsi sesulit itu ya? Aku melihat banyak coretan di kertas yang dibawa Jessy. Dia memandangku tajam saat keluar dari ruangan Pak Satria.

"Jadi Pak?" Dia menaikkan alisnya seolah bertanya 'Apa?'.

"Ada apa memanggil saya, untuk hari ini saja Bapak sudah menyuruh saya kemari sebanyak tiga kali. Bapak rindu sama saya?"

"Ngomong apa kamu ini! Koreksi!" Katanya lagi.

"Pak, tugas saya tu udah banyak. Jangan ditambah lagi dong." Kesal! Yang benar saja?! Kan bisa suruh asisten dia aja yang ngoreksi.

"Hanya kali ini Kiana, jadwal saya sedang padat-padatnya." Pintanya lagi.

"Tapi Pak..."

"Saya tidak punya asisten seperti dosen lainnya, yasudah kamu saja kalau begitu." Ingatkan aku kalau aku menyukai pri di hadapanku saat ini. Takutnya khilaf dan menimpuk kepalanya dengan kertas yang sudah dia letakkan di tanganku. Aku melongo dengan tingkahnya, menyadari makin hari intensitasku menjadi babu semakin banyak.

Aku memberengut kesal tapi akhirnya menerima titahnya. Dia tersenyum penuh kemenangan membuatku sedikit tertegun karena baru kali ini melihat senyumnya.

Dia melirik jam di tangannya melihat angka yang menunjukkan pukul lima sore. "Baiklah, ayo pulang!" Katanya, ayo-ayo apaan dia mah enak aku yang susah sekarang, terpaksa harus memesan ojol jika begini. Yang harusnya hemat lima ribu malah gagal. Sialan kau, Pak!

Aku keluar mengekorinya sambil memeluk tumpukan kertas yang tadi dia berikan.

Keluar menuju gerbang sama saja melewati parkiran, jadi saat aku diam dan berjalan lurus, Pak Satria dari arah kanan membuka pintu mobil bagian penumpang.

"Ayo masuk, saya antar!"

❄❄❄

Note:
Halo sobat ChickLit setanah air. Untuk permulaan aku update dua part deh. Aku harap kalian enjoy sama cerita ini.

Salam hangat, tetap dirumah aja.
❤❤❤

KIASA [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang