-21-

236K 16.8K 867
                                    

Aku sempat kepikiran kenapasih aku buat cerita kayak gini lagi? Gak kreatif banget. Kenapa di awal kemarin gak Kiana aja yang punya anak? Biar agak beda gitu, trus kenapa Gia gak jadi Gio aja, anak cowok gitu. Baru kepikirannya sekarang.

Yaudahlah ya nasi dah jadi bubur. Nikmatin aja, yang penting senang.

Kiana emang anaknya masih plinplan belum bisa sepenuhnya manggil Mas ke Pak Sat. Karena yang ada dimatanya masih Pak Sat sang dosen. Jadi selama penjabaran masih menggunakan Pak Satria, artinya Kiana akan terus labil dengan panggilan Pak dan Masnya.

Dan lagi, kontennya masih itu-itu aja. Aku pernah bilang anggap beberapa part yang gaje dan 'itu itu aja' ini jadi part pemanjang cerita KIASA.

KIASA mulai sepi wkwkwk.

❄❄❄

Pagi harinya aku terbangun tepat pukul lima subuh. Aku menggeser lengan Pak Satria yang masih melingkar di pinggangku, aneh kenapa gak lepas-lepas sih?!

Pak Satria yang sepertinya terusik malah semakin mengencangkan pelukannya yang membuatku sesak.

"Mas..." Panggilku, mari menurut saja. Aku akan membiasakan diri mulai sekarang.

"Hm?" Gumamnya.

"Subuhan dulu," ajakku sembari kembali melepaskan diri dari pelukannya. Yes berhasil!

Aku berdiri merenggangkan tubuhku, percayalah tidur sambil dipeluk itu gak senikmat yang kalian bayangkan. Tubuh jadi kaku karena bertahan di satu posisi selama berjam-jam.

Pak Satria bangun dari tidurnya dan masuk ke kamar mandi, begitu pula denganku setelahnya.

Sepuluh menit berlalu setelah menunaikan ibadah subuh, aku sudah berniat tidur kembali tapi gagal karena Pak Satria yang bertingkah.

"Ayo ke bawah." Ajaknya begitu tubuhku berbaring.

"Ngapain?" Tanyaku. Aku masih ingin tidur mumpung libur.

"Menghirup udara pagi, sekalian kamu masakin saya sarapan." Jelasnya.

"Masih terlalu pagi untuk sarapan." Tolakku lagi.

"Ikut atau saya cium kamu lagi?" Aku segera duduk dari tidurku dan menatapnya kesal. Ancaman macam apa itu?

"Ganti celananya pakai yang panjang." Suruhnya lalu jalan keluar kamar.

Aku mengambil celana panjang dari lemari dan menggantinya dengan cepat. Menyisir sedikit rambutku yang acak-acakan dan memastikan tidak ada something di pangkal mataku.

"Mau kemana?" Aku tau maksud menghirup udara pagi darinya tidak mungkin hanya duduk di taman luar rumah.

"Jalan-jalan saja keliling komplek." Katanya.

Aku mengikutinya yang sudah keluar rumah terlebih dahulu. Berjalan dari depan pintu ke depan pagar rumah saja sudah membuatku lelah, apalagi keliling komplek? Bukan apa-apa, tapi aku adalah salah satu orang yang masuk ke dalam komunitas rebahan for life.

"Mau kemana sih, Pak?" Kataku begitu tiba di depan pagar rumah.

"Sekali lagi saya cium!" Bukannya menjawab malah mengancam.

"Iya-iya! Mau kemana ini?" Aku kesal.

"Jalan saja, nanti ketemu tukang sayur belanja buat sarapan pagi ini." Aku mengangguk paham.

Rumah-rumah di lingkungan ini memiliki ukuran yang terhitung sangat besar, aku tidak yakin kehidupan sosial disini berjalan lancar.

Beberapa orang mulai keluar dari setiap rumah yang sepertinya hendak pergi bekerja. Beberapa lagi masih dalam keadaan sunyi seperti tidak berpenghuni.

KIASA [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang