-12-

210K 17.5K 963
                                    

Tandai typo dan kejanggalan.

Alurnya sedikit lambat ya. Nanti acara lamaran besarnya di part 14.

Sabar oke?

❄❄❄

Pak Satria benar-benar menjemputku di hari sabtu pagi. Pukul sepuluh dia tiba di depan kos menunggu aku yang masih dilanda keraguan.

Udah dua bulan gak pulang, masa iya tiba-tiba pulang bawa lelaki dewasa sih?!

Setelah diteror Pak Satria melalui ponsel, dia menelfonku sedari tadi tapi aku abaikan, aku akhirnya memberanikan diri keluar.

Mobilnya kini terparkir indah di depan gerbang kos. Apasih.

Aku masuk dengan meredam kegugupan yang ada. "Lama banget kamu!"

"Yaelah Pak, lima belas menit doang nunggunya." Balasku, tapi wajahnya masih menekuk. Ambekan banget ni dosen.

"Gia gak ikut, Pak?" Aku mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Tidak, dia sedang berkunjung ke rumah Bunda saya." Aku mengangguk paham.

Lama keheningan terjadi. Aku sedari tadi hanya menatap jalanan. Ingin menangis rasanya, semua terlalu cepat. Aku jadi pusing tidak tau mana yang benar dan salah.

"Pak, ini seriusan?"

"Kamu mau saya putar balik?" Dia malah balik bertanya. Aku tidak bisa menjawab.

"Kamu yang bilang kemarin, kamu mau sama saya. Yasudah, saya hanya bersikap layaknya seorang pria sejati." Jawabannya lucu sekali tapi aku tidak bisa tertawa saat ini.

"Iyasih," hanya itu responku.

"Jika kamu berpikir saya main-main maka jawabannya tidak. Jika kamu bisa diajak serius, saya bisa lebih serius." Baiklah, mungkin dengan begini aku juga bisa mengurangi beban orang tuaku.

"Sekarang coba ceritakan tentang keluarga kamu."

"Ayah dan Ibu dulunya dagang, tapi setelah ayah mulai sakit-sakitan usahanya berhenti tepat saat saya masuk kuliah. Dan sekarang, kakak perempuan saya dan suaminya yang mencukupi kebutuhan kami." Ya begitulah, setidaknya kami bersyukur dengan kebaikan Mbak Indah, kakak-ku memiliki pekerjaan yang baik dan suami yang cukup mapan walaupun tidak sekaya Pak Satria. Maaf ya Mbak Indah aku sombong.

"Trus Kakak kamu tinggal dimana?"

"Bogor juga, nanti paling ada dia kalau Bapak mau kenalan."

Pak Satria mengangguk singkat, kini aku sibuk mengarahkan jalan padanya. Kami sudah memasuki kawasan Bogor Kota.

Aku menghela nafas saat jarak semakin dekat. Pasti Ayah akan terkejut karena aku hanya bilang akan pulang bukan akan ada lelaki yang ingin bertemu dengannya.

Setibanya kami di rumah yang sederhana dengan tiga kamar dan halaman yang tidak luas sama sekali, aku turun bersama Pak Satria. Masuk ke dalam rumah disambut dengan wajah kaget keluargaku.

"Assalamualaikum,"

Setidaknya dengan wajah kagetnya ayah masih ingat aku putrinya dan masih menyambutku dengan hangat.

"Siapa, Dek?" Tanya Ibu yang mulai penasaran.

Kami duduk di ruang tamu yang seadanya, lalu aku memperkenalkan Pak Satria pada keluargaku. Benar saja semuanya sedang berkumpul, termasuk Mas Ibram suami Mbak Indah.

"Pak Satria, dosenku Yah." Mengapa jadi aneh begini? Aku membawa pulang dosenku ke rumah?

"Ada perlu apa ya, Pak? Anak saya bermasalah?" Pak Satria memberi tatapan menuntut padaku yang terbaca "Kamu tidak memberi tau orang tuamu maksud kedatangan saya?!" Yang aku balas dengan cengiran.

KIASA [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang