Gael Aland ● 10

2.3K 184 2
                                    

Banyu tertawa keras saat Devid mulai berjalan terbata-bata untuk meraih kaca matanya yang baru saja di ambil oleh Yaksa. Mata Devid sudah sepenuhnya buram. Hanya bisa melihat warna, tak jelas dengan apa yang kini ada di depannya. Tangannya kembali bergerak dan terus memohon agar Yaksa mengembalikan kacamatanya.

"Aku nggak bisa lihat Yaksa." Devid sudah ingin menangis sekarang. Apalagi saat merasakan kepalanya mulai berputar-putar. Detik berikutnya dia sudah terjatuh saat Banyu menendang lututnya dengan keras.

Sebagian anak di kelas itu tertawa, dan sebagian lagi prihatin dengan nasib Devid. Berharap agar Laurie cepat kembali dan membantu cowok malang itu. Yaksa dengan sisa tawanya, mendekat ke kursinya masih dengan kaca mata Devid di tangannya.

Gael yang menyaksikan itu sejak tadi hanya diam. Di mana-mana terjadi pembulian, pikirnya. Hati kecilnya ingin memarahi Banyu dan memintanya untuk melepaskan Devid. Tapi sisi hatinya yang lain beranggapan bahwa seharusnya Devid bisa melawan Banyu dan Yaksa. Badan cowok itu tidak kalah besarnya dengan keduanya.

Ah, apa itu anak di rumahnya dikasih makan bubur tiap hari makanya jadi lembek? Gael Menoleh ke arah jendela untuk menatap langit yang hari ini sangat cerah.

"Gue merasa culun banget cuma dengan megang kaca mata ini." Yaksa terkekeh.

Gael menoleh dan tangannya terulur merebut benda itu begitu saja dari tangan Yaksa. Rasa penasaran membuatnya memakai kaca mata itu, ingin tahu apa yang akan dia rasakan jika melihat melalui kaca lensa.

Laurie kembali dari toilet saat bel pergantian kelas berbunyi. Sepertinya semalam dia salah makan. Kepalanya masih mengingat-ingat saat menyusuri lorong menuju kelas. Berdiri di depan pintu kelas, cewek itu mendapati Devid yang memohon sambil terduduk di lantai. Suara cowok itu terdengar setengah menangis. Laurie yakin Banyu telah menyembunyikan kaca mata milk Devid saat cewek itu melihat benda itu tidak menyangkut di pangkal hidungnya.

Tak mendapati benda yang dia cari di tangan Banyu yang masih terkekeh berdiri memunggunginya, kepala Laurie berputar ke kursi Yaksa. Dan dia melihat Gael sedang sibuk memegang kaca mata Devid sambil mencoba mengarahkannya ke depan matanya dan bergerak kanan kiri.

Langkah kaki Laurie yang mantap membawanya ke hadapan Gael. Cowok itu sedikit terkejut saat mendapati wajah berang Laurie yang terlihat lebih besar lewat kaca mata di tangannya. Dan begitu saja, tangan Laurie merebut benda itu dari tangan Gael. Menatap cowok itu dengan kemarahan luar biasa.

"Lo!" Kepala Laurie berputar ke arah Banyu, lalu kembali menatap Gael yang masih diam di tempatnya. "Dan lo, sama-sama banci!"

Gael tersentak, tapi dengan cepat dia mengendalikan diri. Sekalinya cewek yang berani melakukan ini padanya dan itu membuat Gael cukup menghargainya. Gael mengangkat bokong untuk bangkit, berdiri tepat di hadapan Laurie dengan senyum miringnya.

Laurie tahu seperti apa cowok di hadapannya ini. Dia yakin Banyu tak ada apa-apanya dari Gael. Dan senyum itu, membuatnya merinding.

Bagaimana tatapan membunuh itu dimiliki seseorang?

Perlahan Laurie menelan ludahnya, tapi tetap dengan keberanian luar biasa masih membalas mata Gael.

"Gue banci?" Gael kembali menarik ujung bibirnya. Kini kelas itu sepenuhnya hening. Hanya terdengar suara kehebohan dari kelas lain. Semua mata memperhatikan keduanya.

"Tapi lo harus ngantri kalo mau lihat isi dalam celana gue buat mastiin."

Perlahan tapi pasti kelas itu itu dipenuhi tawa. Gael tersenyum miring, lagi. Detik berikutnya cowok itu berlalu melewati Laurie. Tak lupa lengannya bertabrakan kecil dengan lengan gadis yang sudah menutup matanya kesal itu.

Laurie berbalik dan dengan sengaja mengeluarkan kekehan penuh cemoohnya. "Bahkan lo kencing lurus aja, gue ragu!"

Gael yang sudah mencapai pintu, menghentikan langkahnya. Bibirnya tertarik lebar untuk ucapan kasar itu. Kepalanya berputar tanpa membalik badan. "Lo tahu, lo adalah orang pertama yang meragukan kelaki-lakian gue. Apa lo punya waktu malam ini?" Sebelah alis Gael naik. Dan ekspresi Laurie yang siap menampar wajah Gael membuat cowok itu menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar.

Kurang ajar! Kini Laurie lebih tahu cowok seperti apa Gael.

Begitupun Gael, kini dia tahu apa yang membuat Banyu terus menganggu cewek itu. Menyenangkan, pikirnya.

**********************************

Jangan lupa vote dan komen yaw. Sesederhana itu gue sudah merasa dihargai =)

Gael Aland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang