"Mingyu-ya! Setidaknya makan roti ini di bus!"
Yang diteriaki terlihat sibuk memakai sepatunya di luar rumah. "Ani, eomma! Aku akan ketinggalan bus! Aku berangkat!"
Setelah kedua sepatunya sudah terpasang nyaman, pria tinggi itu berlari sekuat tenaga sampai pakaian sekolahnya ikut bergerak-gerak.
Semakin cepat ia berlari, rasanya semakin cepat pula waktu berjalan. Di belokan terakhir, ia bisa melihat bus yang sudah akan bergerak maju. Ia melotot dan mempercepat laju langkahnya. Satu tangannya terangkat ke udara. "Jamkham... " ia menarik nafas. "...jamkhaman!!"
Kim Mingyu berhasil sampai sebelum bus itu meninggalkannya. Dengan nafas terengah ia masuk kedalam. Semua penumpang memperhatikannya yang tampak lelah dan tidak bisa bernafas dengan benar.
Pria itu berjalan sambil mencari kursi kosong. Kemudian matanya menangkap satu kursi kosong di dekat jendela. Mingyu menelan salivanya yang kering karena sejak tadi mulutnya terbuka untuk mengatur nafas. "Jeogiyo, bisakah kau bergeser?"
Tidak ada respon selama beberapa detik. Mingyu menepuk bahu siswi yang duduk dibangku ujung itu, membiarkan bangku dekat jendela kosong begitu saja. "Jeo.. "
"Duduk saja disana." balasnya tanpa melirik Mingyu.
"Disampingmu?"
"Ne."
Mingyu menelan salivanya lagi. "Kalau begitu permisi." ia bersusah payah masuk kedalam sana dengan tubuhnya yang tinggi itu. Masalahnya, siswi ini tidak mau memiringkan tubuhnya untuk mempermudah Mingyu masuk, atau berdiri sebentar. Mungkin yang lebih mudahnya sih, bergeser dan membiarkan Mingyu duduk di tempat asal wanita itu. Tapi siswi ini malah menyulitkannya.
Mingyu tidak bersuara selagi ia mengatur nafasnya. Lalu setelah ia tidak merasa lelah lagi, ia mengulurkan tangannya pada siswi cantik itu.
"Kim Mingyu imnida. Kita berada di sekolah yang sama, sepertinya." Mingyu melirik pakaian siswi itu yang sama persis dengan pakaiannya. "Aku baru saja pindah kemari."
Tanpa menoleh, siswi itu menerima uluran tangan Mingyu. "Ne." lalu menariknya kembali.
"Namamu?" tanya Mingyu.
Karena tidak menjawab, Mingyu berinisiatif mengalihkan topik. Ia melirik sebuah novel fantasi yang berada di pangkuan siswi itu. "Kau suka membaca novel ya?"
"Ne."
"Adikku juga menyukai novel fantasi. Aku membaca novelnya, beberapa. Aku mungkin bisa memberimu beberapa rekomendasi novel yang bagus."
Siswi itu masih menatap lurus ke depan. Entah apa yang ia lihat sampai mata dan juga tubuhnya tidak bergerak sedikitpun. Dan kabar buruknya bagi Mingyu, siswi ini terlihat anggun dengan ketenangan yang ia lihatkan itu. Meski ia agak sulit diajak berbicara. Hal itu membuat Mingyu penasaran.
"Tidak perlu, terima kasih." balasnya kemudian. Gaya bahasanya formal, dan nada bicaranya datar untuk kalimat apapun.
"Baiklah." Mingyu mulai memutar otaknya mencari topik baru. Lalu pandangannya jatuh pada jepitan biru muda yang siswi itu pakai di atas telinganya. "Jepit rambutmu cantik. Sama sepertimu."
"Ne. Kamsahabnida."
Jawaban siswi itu selalu membuat perbincangan tidak berlanjut. Mingyu untuk ketiga kalinya berpikir lagi akan topik yang mungkin akan membuat obrolan mereka menjadi lebih panjang.
Saat mulutnya hendak mengucapkan sesuatu, siswi itu mendahuluinya. "Jika aku memberitahu namaku, apa kau akan diam?" Untuk pertama kalinya, siswi itu menoleh pada Mingyu. Ekspresinya tidak berubah sama sekali, tetapi ia cantik. Sangat cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
At The End [Mintzu]
FanfictionDatang karena penasaran, lalu pergi setelah dapat jawaban.