"Pulang sekolah ikut denganku yuk?" Mingyu menoleh ke arah Tzuyu dengan cengirannya. Perempuan itu diam membisu, seperti hari-hari biasa.
"Aku akan menganggap diammu adalah setuju."
Tzuyu menoleh. "Kau akan menyesal berteman denganku, Kim Mingyu." katanya, yang sama sekali tidak nyambung dengan ucapan Mingyu sebelumnya.
"Kenapa aku harus menyesal?"
Tzuyu kembali memalingkan wajah. "Aku tidak seperti yang kau lihat."
"Tentu, aku sudah menduga itu. Justru hal itu yang membuatku ingin berteman dengamu."
Tzuyu tersenyum miring. "Kau penasaran denganku. Ada waktunya rasa penasaranmu akan terjawab. Setelah itu kau akan meninggalkanku. Karena sejak awal, kau mendekatiku hanya karena penasaran."
Perempuan itu kembali menoleh. "Kenapa diam? Ucapanku benar ya?"
Mingyu mengerutkan alis.
Tzuyu bangkit berdiri. "Jika memang seperti itu, lebih baik kau menjauh dari sekarang. Aku tidak mau kau pergi ketika aku sudah berharap."
Setelah itu Mingyu kembali ditinggal sendirian.
Laki-laki itu termenung. Tumben, Tzuyu banyak bicara. Bahkan Mingyu sendiri hanya bisa diam mendengarkan. Hanya saja, sekali bicara panjang, ucapannya sungguh mengena.
>>•<<
Entah apa yang merasuki Tzuyu. Ia merasa sedikit bersalah melihat lebam di dahi Mingyu. Lagipula, suruh siapa laki-laki itu berani mencubit pipinya tanpa permisi?
Tzuyu mendengus. Ia memasukkan plaster yang dibelinya pada loker milik Mingyu. Ia tentu tidak memegang kunci loker Mingyu, maka plaster itu masuk lewat celah dibawah loker.
Anggap saja ini terakhir kalinya ia berurusan dengan Kim Mingyu. Plaster ini anggaplah sebagai permintaan maaf. Setelah itu Tzuyu tidak perlu pusing karena Mingyu yang terus mengusiknya.
Tzuyu kira ucapannya tadi cukup jelas. Ia menyuruh Mingyu mundur.
"Sedang apa?"
Tzuyu terkesiap. Sontak merapikan rambutnya yang sama sekali tidak berantakan.
Mingyu tertawa sambil bergerak membuka lokernya. Tzuyu melotot, kaget. Ternyata Mingyu sudah pakai plaster. Ah pasti laki-laki itu pergi ke uks. Kenapa Tzuyu tidak berpikir kesana?
Sebelum Mingyu berpikir macam-macam, Tzuyu segera mengambil plasternya dan berniat pergi. Tapi pergerakan Mingyu lebih cepat. Plaster itu kini ada ditangan si tinggi itu.
"Untukku?"
"Kembalikan!" Tzuyu mengulurkan telapak tangannya.
Mingyu menaikan sebelah alisnya sambil tertawa. Tanpa babibu, plaster yang menempel di dahinya segera ia lepas. Diganti dengan plaster pemberian Tzuyu.
Mingyu menampilkan cengirannya. "Chou Tzuyu memberiku sesuatu, sayang sekali jika tidak dipakai."
"Bagaimana dengan itu?" Tzuyu menunjuk tempat sampah, dimana Mingyu membuang plaster sebelumnya.
Mingyu menaikkan bahunya. "Aku tidak mau itu."
Tzuyu menggelengkan kepalanya dan hendak pergi, tapi lagi-lagi usahanya gagal. Kali ini lantaran Mingyu mencekal lengannya.
"Pertama, aku ingin meluruskan sesuatu. Aku berkata jujur, jadi dengarkan ucapanku baik-baik. Niat awalku mendekatimu memang karena aku penasaran dengan sosokmu, Chou Tzuyu. Tapi aku menyadari hal itu sudah tidak lagi penting. Aku ingin menjadi salah satu tokoh dalam ceritamu, tanpa memikirkan niatku sebelumnya."
Tzuyu setia mendengar.
"Kedua, aku ingin menjawab pertanyaanmu."
Kali ini, Tzuyu menautkan alisnya. Ia lupa pernah melontarkan sebuah pertanyaan, dan belum dijawab.
"Mengapa aku hadir dalam hidupmu? Entahlah, aku pindah sekolah kemari, aku tidak pernah berpikir akan bertemu denganmu. Aku beritahu sesuatu, di dunia ini tidak ada yang kebetulan, Tzuyu-ya."
Raut Mingyu mulai terlihat serius.
"Aku bertemu denganmu, kita berada dalam satu kelas, dan semua yang terjadi antara Chou Tzuyu dan Kim Mingyu, kau harus percaya itu adalah takdir. Tuhan menghadirkan Kim Mingyu dalam hidupmu, atau menghadirkan Chou Tzuyu dalam hidupku, itu pasti bukan tanpa alasan. Aku percaya pasti ada pelajaran yang bisa kau dan aku dapatkan dari pertemuan ini."
"Dan aku punya satu permintaan."
Tzuyu menautkan alis, lagi.
"Meski kau tidak mengharapkan kehadiranku, aku minta kau tidak menyesali pertemuan ini. Ini takdir, kau harus bisa membaca pesan cinta dari Tuhan lewat pertemuan ini."
Tzuyu melepaskan tangannya dari cekalan Mingyu. "Kau perlu tahu, aku tidak pernah menyesali pertemuan ini."
Tzuyu tersenyum miring. "Justru aku yakin, kau yang nanti akan menyesal, Kim Mingyu. Lihat saja, ini hanya masalah waktu. Setelah kau tahu semuanya, aku ragu kau masih bisa bersikap seperti ini padaku."
"Semuanya apa maksudmu?"
"Nanti kau juga akan tahu."
Tzuyu berbalik pergi meninggalkan Mingyu. Kali ini, Mingyu tidak mencegah. Membiarkan Tzuyu pergi seperti biasa.
>>TBC<<
Pendapat kalian tentang cerita ini? 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
At The End [Mintzu]
FanficDatang karena penasaran, lalu pergi setelah dapat jawaban.