Saat guru sejarah menyuruh para muridnya untuk membentuk kelompok beranggotakan dua orang, Tzuyu langsung pasang earphone. Perempuan itu tidak suka berkelompok- kelompok. Biasanya dia tidak akan dapat kelompok, dan pada akhirnya guru sendiri yang memasukkan Tzuyu ke dalam kelompok lain.
Setelah dapat kelompok pun, Tzuyu tidak pernah ikut diskusi. Ia hanya mendengarkan teman-temannya berdiskusi, kemudian Tzuyu dapat tugas menulis hasil.Itu biasanya. Tzuyu lupa bahwa sekarang ada satu orang yang berusaha menerobos masuk kedalam hidupnya. Kim Mingyu.
Lihat saja, sebentar lagi dia pasti akan berulah.
"Mian, aku sudah punya pasangan kelompok." Samar-samar Tzuyu mendengar suara si tinggi itu.
"Jjinja?"
"Ah, nuguya?"
Dan teman-teman di kelasnya terdengar kecewa.
Tzuyu yakin sekali Mingyu sedang menunjukkan cengirannya. Dan bukan kepedean, tapi Tzuyu yakin sekali namanya akan disebut sebentar lagi.
"Chou Tzuyu." Benar, bukan?
Mendengar namanya disebut, siswi-siswi semakin tampak kecewa. Dan si tinggi itu tanpa perasaan bersalah atau kecurigaan apapun, menggeser kursinya di samping Tzuyu.
"Anyeong." sapa Mingyu.
"Apa aku bilang setuju?"
Mingyu mengerjapkan mata. "Apa?"
"Apa aku bilang aku mau satu kelompok denganmu?" Tzuyu menoleh.
"Tidak."
"Geuraeseo?" (Lalu)
"Mwo?"
Tzuyu menatap Mingyu datar. "Ani. Dwaesseo." (lupakan)
Setelah semua dapat kelompok, guru sejarah itu menjelaskan tentang materi dan tugas yang akan dikerjakan. Semua murid tampak serius mendengarkan, termasuk Mingyu, dan kecuali Tzuyu.
Mingyu melirik Tzuyu. Melihat perempuan itu sedang mencoret kertas putih didepannya, Mingyu bertanya. "Kau sedang apa?"
"Bukan apa-apa." jawabnya tenang. Mingyu menggelengkan kepala, baru saja hendak kembali memperhatikan guru saat Tzuyu menggeser kertas coretannya pada Mingyu.
Mingyu menoleh keheranan. "Kau menyuruhku membuang ini?"
"Lihat, ini adalah hidupku." Tzuyu menarik sebelah sudut bibirnya. Ekspresi yang tidak biasa ia tunjukkan. "Berantakan. Kusut. Kacau."
Mingyu terpaku sesaat. Mencoba menerka- nerka apa yang sedang Tzuyu pikirkan. Namun ia tidak mendapatkan apapun. Beberapa detik kemudian, sebelum Tzuyu kembali hanyut dalam lamunan, Mingyu mengambil penghapus milik Tzuyu. "Kalau begitu, penghapus ini adalah aku. Kim Mingyu."
Tzuyu hanya bisa diam melihat Mingyu menghapus coretan yang dibuatnya beberapa menit lalu. "Kenapa kau menghapusnya? Itu hidupku." balasnya, masih tenang.
Mingyu menggeleng. "Ani. Aku hanya membersihkan semua hal menyakitkan dalam hidupmu."
Setelah itu Mingyu mengambil bolpoin. Tzuyu tersenyum kecil, untuk pertama kalinya. "Lalu bolpoin itu, dia siapa?"
"Kim Mingyu." Jawabnya bangga. Mengundang kerutan pada dahi Tzuyu.
"Kau bilang kau adalah penghapus."
"Aku akan mengambil dua peran dalam hidupmu."
Mingyu menulis nama Tzuyu di kertas tadi yang kini sudah bersih. Tak lupa, sebuah gambar hati diakhir nama itu. "Sekarang aku punya tugas penting."
Tzuyu memandangi Mingyu, menunggu ia melanjutkan ucapannya.
"Mengisi hidup Chou Tzuyu dengan hal-hal baik. Aku akan memastikan, tidak ada yang bisa menghapus apa yang aku tulis."
Tzuyu larut dalam sorot mata Mingyu. Sementara laki-laki itu hanya menebarkan senyumnya. "Detik ini, Kim Mingyu resmi masuk ke dalam kehidupan Chou Tzuyu. Kau tidak akan sendirian lagi dalam ceritamu."
Tzuyu masih diam.
"Jika aku menulis sesuatu yang menyakitimu, kau boleh mematahkan Kim Mingyu, dan mencari bolpoin baru."
Mingyu menunjukkan cengirannya. "Tapi aku pastikan itu tidak akan terjadi."
"Mingyu-ya, kenapa kau harus hadir dalam kehidupanku?"
Mingyu baru hendak menjawab, tapi seperti biasa, Tzuyu sudah berdiri dan keluar kelas setelah memberi alasan ke toilet pada guru didepan.
Chou Tzuyu hobi sekali meninggalkan Mingyu sendirian.
>>TBC<<
KAMU SEDANG MEMBACA
At The End [Mintzu]
FanfictionDatang karena penasaran, lalu pergi setelah dapat jawaban.