"Pak Yoo."
Pemuda manis berseragam lengkap yang duduk di bangku belakang sambil melipat kaki itu tersenyum, memulai percakapan dengan memanggil pria berkemeja hitam yang tengah menyetir di bangku depan.
Pria itu balas tersenyum melalui pantulan spion sembari bertanya, "Kenapa, den?"
Na Jaemin menyempatkan diri untuk melirik kembali totebag yang ia bawa. Tas berwarna putih dengan tulisan merah menyala yang membentang di seluruh bagian itu memuat berbagai hal yang mungkin diperlukannya. Di balik buku-buku tebal yang ia pakai untuk mencatat materi yang diajarkan oleh bimbingan belajar si tua, terdapat beberapa potong pakaian berwarna hitam yang ia sembunyikan. Jaemin pun tetap waspada agar sang supir tidak mengetahui gagasan licik-nya dengan terus memeluk tas tersebut selama perjalanan menuju tempat bimbingan belajar.
"Em, itu." Jaemin memainkan rambutnya, berusaha menutupi kegugupan yang ia alami. "Mama pergi dinas lagi mulai hari ini?"
Pak Yoo mengangguk. "Betul, den. Nyonya baru mengambil penerbangan ke Los Angeles tadi pagi bersama sekretarisnya," jawab pria tersebut. "Anu, maaf, den. Nyonya tidak menitipkan pesan apapun ke saya."
Sebuah nada penyesalan mampu terdengar ketika Pak Yoo mengucapkan kalimat terakhir. Jaemin mendengus dalam hati, terus terang merasa tidak begitu peduli jika sang Ibu menitipkan pesan kepadanya melalui Pak Yoo. Ia sudah terbiasa menetap sendirian didalam kediaman dengan para pelayan yang membicarakannya dalam diam.
"Bukan masalah, Pak." Jaemin menjawab sembari tersenyum hangat. "Mama pulang kapan, ya?"
Sang supir mengangkat bahu, tidak begitu tahu-menahu mengenai hal tersebut. "Saya kurang tahu. Coba ditanyakan ke sekretaris Nyonya saja."
Sang primadona hanya membulatkan mulut dan berterimakasih setelahnya. Tentu saja pemuda manis itu tidak akan bertanya kepada sektetaris pribadi Yoona. Pria bermarga Seo itu selalu berselisih dengannya. Sang ibu sering kali menitipkan Jaemin kepada sekretarisnya sewaktu ia masih berusia lima hingga tujuh tahun dan selalu berakhir dengan Jaemin yang dibiarkan berkeliaran di sepenjuru kantor sementara pria berusia kepala tiga itu kembali mengerjakan tugasnya.
Bahkan 'ngasih makan gue aja enggak, batin Jaemin ketika mengingatnya.
Bangunan berdinding kelabu dengan Geranium yang menggantung sebagai hiasan mulai terlihat lima menit kemudian. Jika dilihat oleh orang awam, bimbingan belajar milik si tua itu bisa saja terlihat seperti kafe dengan dekorasi yang begitu manis dan menjanjikan. Jaemin pernah menyaksikan beberapa turis tanpa sengaja memasuki bangunan bimbingan belajar tersebut dan mengira jika tempat itu merupakan sebuah kafe.
"Semangat belajarnya, den."
Jaemin membungkuk kepada sang supir yang kini kembali mengemudikan mobil menjauh dari bangunan kelabu milik si tua.
Usai memastikan jika keberadaan Yoo menghilang dan tidak lagi terlihat dari pandangannya, Na Jaemin meneguk ludah. Merasa sangat, sangat gugup. Sejauh ini, ia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dari para pelayan dan sang Ibu. Belum tahu apa yang akan menimpanya jika Yoona mengetahui gagasan licik-nya tersebut.
Dengan bergegas, Jaemin berjalan menjauh dari pintu masuk utama. Sempat terdiam selama beberapa saat, pemuda manis itu kemudian memutuskan untuk menghampiri sebuah minimarket yang terletak tidak jauh dari bangunan bimbingan belajar dan meminjam salah satu dari bilik toilet pria yang tersedia. Beruntung, para wanita di balik counter tidak menanyainya apapun mengingat jika ia masih mengenakan seragam sekolah yang dibanggakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wayward • Nomin ✓
FanficIn which a do-gooder tried to be a wayward. © Rayevanth, 2020